Ilustrasi visualisasi pondasi keyakinan.
Aqidah Islamiyah merupakan fondasi utama dalam agama Islam. Ia adalah seperangkat keyakinan pokok yang harus diimani oleh setiap Muslim sebagai syarat keabsahan imannya. Dalam pembahasan keilmuan Islam, pemahaman yang benar mengenai aqidah seringkali merujuk pada landasan yang termuat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Salah satu tokoh kontemporer yang pemikirannya banyak dirujuk dalam konteks ini adalah Sayyid Sabiq.
Sayyid Sabiq, dikenal luas melalui karyanya yang monumental, terutama dalam fiqih (seperti Fiqhus Sunnah), juga memberikan penekanan kuat pada pentingnya pemurnian akidah. Baginya, praktik keagamaan yang benar haruslah bersumber dari keyakinan yang lurus, bebas dari unsur-unsur bid’ah dan takhayul yang dapat merusak esensi tauhid. Aqidah yang sahih adalah yang sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih, yaitu para sahabat Nabi dan generasi setelahnya.
Ketika membahas Aqidah Islamiyah, Sayyid Sabiq menekankan bahwa seorang Muslim harus teguh pada pilar-pilar utama iman. Ini mencakup enam rukun iman yang telah ditetapkan secara jelas dalam hadis Jibril. Namun, penekanannya seringkali diarahkan pada bagaimana rukun-rukun tersebut terwujud dalam kehidupan sehari-hari dan bagaimana menghindar dari penyimpangan dalam memahaminya.
Pertama, penegasan terhadap **Tauhidullah** (Keesaan Allah) adalah inti dari segala ajarannya. Tauhid ini harus dipahami secara komprehensif: tauhid rububiyah (keyakinan bahwa Allah adalah Pencipta dan Pengatur alam semesta), tauhid uluhiyah (keyakinan bahwa hanya Allah yang berhak disembah), dan tauhid asma’ was-shifat (keyakinan terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah tanpa takyif (bertanya bagaimana), tamsil (menyamakan dengan makhluk), ta’thil (meniadakan), dan ta’wil (mengubah makna literal)).
Dalam pandangan yang diusung oleh pemikiran yang relevan dengan Sayyid Sabiq, kemunduran umat seringkali dikaitkan dengan melemahnya pondasi aqidah. Kesalahan interpretasi terhadap ayat-ayat mutashabihat (yang makna zahirnya ambigu) atau penerimaan tradisi yang tidak memiliki dasar kuat dari syariat menjadi pintu masuk bagi kemusyrikan halus (syirk khafi) atau bahkan syirk jali (terang-terangan).
Oleh karena itu, metode pengajaran aqidah yang ia anut menuntut kejelasan dan kemudahan dalam pemahaman, namun tetap kokoh berpegang pada dalil-dalil shahih. Ini bukan hanya tentang menghafal konsep, melainkan tentang membangun kesadaran spiritual di mana setiap tindakan, ibadah, dan keputusan hidup didasarkan pada keyakinan yang bersih terhadap Allah SWT. Aqidah yang murni adalah energi yang mendorong umat untuk hidup berpegang teguh pada Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Aqidah Islamiyah bukan hanya domain teoretis atau filsafat, melainkan memiliki implikasi praktis yang mendalam. Seseorang yang aqidahnya benar akan menunjukkan integritas moral yang tinggi. Misalnya, keyakinan akan hari pembalasan (Yaumul Akhir) seharusnya mendorong seseorang untuk selalu berbuat baik dan menjauhi kemaksiatan karena ia meyakini adanya pertanggungjawaban penuh. Keyakinan pada qadha dan qadar (ketetapan Allah) mengajarkan ketenangan dan kesabaran (sabr) saat menghadapi musibah, sekaligus memotivasi untuk berusaha (ikhtiar) karena usaha adalah bagian dari ketetapan itu sendiri.
Secara ringkas, Aqidah Islamiyah menurut perspektif yang diusung oleh tokoh seperti Sayyid Sabiq adalah ajakan untuk kembali pada kemurnian ajaran Islam, memahami tauhid secara mendalam, dan menjadikannya sebagai poros utama dalam setiap aspek kehidupan seorang Muslim. Kekuatan umat terletak pada kebenaran akidahnya, yang bersumber otentik dari wahyu.