Zakat Mal, atau zakat harta, adalah salah satu rukun Islam yang mewajibkan setiap Muslim yang telah mencapai nisab (batas minimum kepemilikan harta) untuk menyisihkan sebagian hartanya untuk dibagikan kepada golongan yang berhak menerimanya. Namun, sama seperti transaksi keuangan lainnya dalam Islam, penyerahan zakat ini memerlukan sebuah mekanisme formal yang disebut akad. Akad zakat mal adalah inti dari legalitas dan keabsahan ibadah zakat ini. Tanpa akad yang sahih, penyerahan harta tersebut mungkin hanya dianggap sedekah biasa, bukan pelaksanaan kewajiban zakat yang sesungguhnya.
Ilustrasi Proses Akad Zakat
Definisi dan Rukun Akad Zakat Mal
Akad dalam fikih muamalah berarti ikatan atau perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban. Dalam konteks zakat mal, akad adalah pernyataan saling meridai antara pemilik harta (muzakki) dan penerima harta (mustahik) atau wakilnya, yang menegaskan pemindahan hak kepemilikan harta zakat tersebut.
Ulama sepakat bahwa terlaksananya akad zakat bergantung pada terpenuhinya rukun-rukun berikut:
- Sighat Akad (Ijab dan Qabul): Pengucapan penawaran (ijab) dari muzakki dan penerimaan (qabul) dari mustahik atau amil zakat. Misalnya, muzakki berkata, "Saya bayarkan zakat mal saya atas harta ini," dan mustahik menjawab, "Saya terima zakat tersebut."
- Al-Muzakki (Wajib Zakat): Orang yang menyerahkan harta, harus memenuhi syarat sebagai muslim, baligh, berakal, dan memiliki harta yang mencapai nisab.
- Al-Mustahik (Penerima Zakat): Pihak yang berhak menerima, yaitu delapan golongan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an (Ashnaf Tsamaniyah).
- Al-Maal Al-Muzakka (Harta yang Dizakati): Harta yang dikenai zakat, seperti emas, perak, hasil pertanian, ternak, atau penghasilan.
- Nisab dan Haul (Jika Berlaku): Harta telah memenuhi batas minimum (nisab) dan telah dimiliki selama satu tahun penuh (haul), kecuali untuk zakat pertanian dan rikaz.
Pentingnya Akad dalam Praktik Penyaluran
Mengapa akad ini begitu penting dalam penunaian zakat mal? Zakat bukanlah sekadar pemberian sukarela; ia adalah hak fakir miskin yang tertanam dalam harta orang kaya. Oleh karena itu, pemindahannya harus jelas dan disengaja secara syar'i.
Pertama, akad membedakan antara zakat dan sedekah biasa. Sedekah tidak memerlukan formalitas akad yang ketat, sedangkan zakat mewajibkannya. Ini menjamin bahwa harta yang dikeluarkan benar-benar memenuhi status ibadah wajib.
Kedua, akad memastikan adanya unsur kerelaan (ridha) dari kedua belah pihak, meskipun dalam konteks zakat, kerelaan muzakki lebih bersifat kepatuhan kepada perintah Allah. Ketika seorang muzakki menyerahkan harta kepada amil zakat resmi, akad seringkali diwakilkan (tawkil). Muzakki memberi kuasa penuh kepada amil untuk mengelola dan menyerahkannya kepada yang berhak, sehingga akad terjadi antara muzakki dan amil, dan antara amil dan mustahik.
Bentuk Akad Zakat Mal di Era Modern
Dalam kehidupan sehari-hari, akad zakat mal seringkali tampak lebih ringkas dibandingkan jual beli atau nikah. Pada era digital, bentuk akad bisa bervariasi:
- Akad Lisan (Verbal): Pengucapan langsung saat menyerahkan secara tunai kepada mustahik atau petugas zakat.
- Akad Tertulis (Dokumentasi): Melalui formulir atau kuitansi resmi yang ditandatangani oleh kedua belah pihak atau oleh amil sebagai wakil. Ini lazim terjadi di lembaga amil zakat.
- Akad Elektronik (Digital): Ketika zakat ditransfer melalui platform online. Dalam hal ini, tindakan menekan tombol "Bayar Zakat" setelah membaca deskripsi niat dan jumlah, seringkali diinterpretasikan sebagai bentuk qabul elektronik, asalkan niat zakat telah ada dalam hati muzakki sebelumnya.
Kesimpulannya, akad zakat mal adalah prosedur fundamental yang mengesahkan pemindahan kepemilikan harta wajib tersebut dari muzakki kepada mustahik. Proses ini memastikan bahwa ibadah zakat dilaksanakan sesuai tuntunan syariat, menjadikannya transaksi yang penuh berkah dan diterima di sisi Allah SWT. Bagi umat Islam, memahami dan melaksanakan akad ini dengan benar adalah langkah penting dalam menjaga kesempurnaan rukun Islam ketiga.