Ilustrasi konsep keseimbangan dalam teologi Islam.
Pengantar Akidah Maturidi
Akidah Maturidi adalah salah satu mazhab teologi (kalam) utama dalam tradisi Sunni, yang didirikan oleh Imam Abu Mansur al-Maturidi pada abad ke-9 dan ke-10 Masehi. Mazhab ini memainkan peran krusial dalam membentuk pemahaman teologis mayoritas umat Islam di Asia Tengah, Turki, dan Asia Tenggara. Dibandingkan dengan mazhab Asy'ariyah, Maturidiyah seringkali dianggap memberikan ruang yang lebih besar bagi peran akal dalam memahami dasar-dasar agama, meskipun tetap berpegang teguh pada otoritas Al-Qur'an dan Sunnah. Pemikiran ini menjadi benteng intelektual Sunni melawan keraguan filosofis dan ekstremisme teologis.
Prinsip Dasar Akidah Maturidi
Inti dari Akidah Maturidi terletak pada keseimbangan antara iman yang bersumber dari wahyu dan penggunaan akal sehat. Imam Maturidi menekankan bahwa akal memiliki kapasitas untuk mengetahui kebenaran dasar, termasuk keberadaan Tuhan, keadilan, dan keburukan. Namun, akal tidak bisa mencapai detail syariat tanpa panduan wahyu.
Salah satu kontribusi terpenting Maturidiyah adalah dalam pembahasan mengenai al-Qabih wa al-Husn (kebaikan dan keburukan). Menurut pandangan Maturidi, konsep kebaikan dan keburukan pada dasarnya dapat diketahui oleh akal manusia (misalnya, bahwa menipu itu buruk). Namun, hukum definitif yang mengikat (halal dan haram) hanya bisa ditetapkan melalui syariat (wahyu). Ini berbeda dengan pandangan Mu'tazilah yang menganggap akal independen sepenuhnya dalam menentukan hukum syariat.
Konsep Kalam Utama
1. Hubungan Akal dan Wahyu
Mazhab ini memegang prinsip bahwa akal adalah alat penting dalam memahami pesan kenabian. Akal digunakan untuk memverifikasi kenabian dan untuk menafsirkan ayat-ayat yang tampak ambigu, asalkan penafsiran tersebut tidak bertentangan dengan makna tekstual yang jelas. Maturidi berusaha menghindari penyangkalan total terhadap kemampuan akal (seperti sebagian kelompok) sambil membatasi cakupan akal agar tidak melangkahi batas-batas yang ditetapkan oleh wahyu.
2. Sifat-sifat Allah (Asma' wa Sifat)
Dalam hal Asma' wa Sifat (Nama-Nama dan Sifat-sifat Allah), Maturidiyah mengikuti jalan pertengahan. Mereka menetapkan sifat-sifat Allah yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah tanpa melakukan ta'thil (penolakan total) dan juga tanpa tasybih (menyerupakan sifat Allah dengan makhluk) atau tamtsil. Mereka cenderung melakukan ta'wil (interpretasi alegoris) terhadap sifat-sifat yang secara harfiah mengindikasikan sifat makhluk, seperti ‘tangan’ atau ‘wajah’ Allah, dengan interpretasi yang sesuai dengan keagungan Allah.
3. Masalah Perbuatan Manusia (Kasb)
Mengenai kehendak bebas manusia, Maturidiyah menganut pandangan yang dikenal sebagai Kasb (perolehan). Mereka meyakini bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu, termasuk perbuatan manusia. Namun, manusia memiliki kemampuan untuk "memperoleh" atau memilih tindakan tersebut. Dengan kata lain, kehendak total adalah milik Allah, tetapi pilihan dan orientasi tindakan berada di tangan manusia, yang kemudian dimintai pertanggungjawaban. Ini adalah upaya untuk menengahi antara determinisme mutlak (Jabariyah) dan kebebasan mutlak (Qadariyah).
Penyebaran dan Pengaruh
Pengaruh Akidah Maturidi meluas secara signifikan karena menjadi teologi resmi Kekhalifahan Utsmaniyah dan Kekhanan Mughal. Banyak ulama besar Sunni, termasuk Imam al-Bukhari (meskipun hidup lebih awal) dan banyak tokoh dalam tradisi Hanafi, cenderung mengikuti pandangan Maturidi. Di masa modern, pandangan ini dianut secara luas oleh organisasi-organisasi Islam tradisionalis, termasuk Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia, yang menjadikannya landasan utama dalam mempertahankan moderasi Islam Ahlus Sunnah wal Jama'ah.
Kesimpulannya, Akidah Maturidi menawarkan kerangka teologis yang kokoh, berlandaskan pada teks suci namun didukung oleh penalaran logis yang terukur. Ia berhasil menyeimbangkan antara iman buta dan rasionalisme ekstrem, menjadikannya salah satu benteng utama teologi Sunni yang moderat dan rasional.