Ilustrasi: Simbol kesatuan dan pencerahan keimanan.
Muhammadiyah, sebagai gerakan Islam pembaharu di Indonesia, memegang teguh seperangkat prinsip keyakinan yang fundamental, dikenal sebagai Akidah Muhammadiyah. Akidah ini bukan sekadar rumusan doktrinal, melainkan fondasi operasional yang mengarahkan seluruh aktivitas organisasi, mulai dari pendidikan, sosial, hingga dakwah. Inti dari akidah ini adalah penegasan kembali ajaran Islam yang murni sebagaimana bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW, tanpa dicemari oleh sinkretisme, takhayul, maupun bid'ah.
Landasan utama Akidah Muhammadiyah adalah kembali kepada ajaran Islam yang otentik. Para pendiri Muhammadiyah, dipimpin oleh KH Ahmad Dahlan, melihat bahwa umat Islam pada masanya telah terkikis oleh berbagai praktik keagamaan yang menyimpang dari ajaran pokok. Oleh karena itu, penegasan bahwa Al-Qur'an adalah kitab suci utama dan As-Sunnah (tradisi sahih Nabi Muhammad SAW) sebagai penjelas dan pelengkap adalah sebuah keharusan. Sikap ini menekankan pada ijtihad, yaitu upaya pemahaman dan penerapan syariat sesuai konteks zaman, namun selalu berada dalam koridor sumber ajaran yang telah ditetapkan.
Tauhid, konsep keesaan Tuhan, merupakan poros utama dalam akidah ini. Muhammadiyah secara tegas menolak segala bentuk persekutuan terhadap Allah SWT (syirik), baik dalam bentuk penyembahan berhala, pemujaan terhadap kuburan, maupun keyakinan terhadap kekuatan supranatural selain dari Allah. Penafsiran tauhid ini sangat luas dan praktis. Dalam pandangan Muhammadiyah, setiap perbuatan yang mengklaim sebagai ibadah harus terbukti kebenarannya bersumber dari tuntunan Rasulullah. Jika tidak ada contohnya dari Nabi, maka perbuatan tersebut cenderung dikategorikan sebagai bid'ah yang harus ditinggalkan demi menjaga kemurnian ibadah.
Salah satu ciri khas yang paling menonjol dari Akidah Muhammadiyah adalah sikap kritis terhadap bid'ah (inovasi dalam agama) dan takhayul. Bid'ah dipandang sebagai penambahan unsur yang tidak ada dasarnya dalam syariat, yang berpotensi mengotori kesucian ibadah. Penolakan ini bukan semata-mata bersifat dogmatis, tetapi bertujuan untuk membebaskan umat dari praktik-praktik yang membebani dan menyesatkan. Misalnya, penolakan terhadap praktik ziarah kubur yang bersifat pemujaan atau perayaan tertentu yang tidak memiliki dasar kuat dalam teks-teks agama yang sahih.
Akidah Muhammadiyah bersifat dinamis dan progresif. Iman yang benar harus termanifestasi dalam amal saleh yang membawa maslahat (kebaikan) bagi umat manusia. Inilah yang melahirkan semboyan "Islam berkemajuan". Gerakan pembaharuan di bidang pendidikan (mendirikan sekolah dan universitas), kesehatan (mendirikan rumah sakit), dan sosial adalah bukti nyata bahwa akidah yang kokoh harus mampu mentransformasi masyarakat menjadi lebih baik. Iman tidak dipisahkan dari perjuangan untuk memajukan peradaban, sejalan dengan semangat jihad dalam arti luas, yaitu berjuang secara sungguh-sungguh di jalan Allah.
Secara ringkas, Akidah Muhammadiyah adalah sebuah sistem keyakinan yang berakar kuat pada kemurnian ajaran Islam, menuntut pemahaman rasional yang terpandu oleh wahyu, serta mendorong umat untuk mewujudkan keimanan tersebut melalui tindakan nyata yang konstruktif dan memajukan. Prinsip ini memastikan bahwa setiap langkah Muhammadiyah selalu berada dalam koridor ibadah yang diterima Allah SWT dan bermanfaat bagi sesama manusia.