Ilustrasi simbolis para pembawa risalah.
Beriman kepada Rasul adalah salah satu rukun iman yang fundamental dalam Islam. Setelah beriman kepada Allah SWT, seorang Muslim wajib mengimani bahwa Allah telah mengutus para Nabi dan Rasul sebagai perantara untuk menyampaikan wahyu dan petunjuk-Nya kepada umat manusia. Keimanan ini bukan sekadar pengakuan lisan, melainkan keyakinan hati yang membuahkan ketaatan total terhadap ajaran yang mereka bawa.
Nabi dan Rasul memiliki perbedaan tipis namun penting. Nabi adalah orang yang menerima wahyu dari Allah untuk dirinya sendiri, sementara Rasul adalah Nabi yang diperintahkan untuk menyampaikan wahyu tersebut kepada kaumnya. Keduanya adalah pilihan Allah (Musthofa) yang dianugerahi sifat-sifat mulia, seperti shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan risalah), dan fathonah (cerdas atau berwawasan luas). Sifat-sifat ini menjamin bahwa ajaran yang mereka sampaikan murni berasal dari sisi Allah, bebas dari kesalahan atau kepentingan pribadi.
Tugas utama para Rasul adalah mengajak manusia menuju tauhid—mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah—dan menjauhi segala bentuk kesyirikan. Mereka bertindak sebagai pemberi kabar gembira bagi orang yang taat dan pemberi peringatan bagi mereka yang ingkar. Kehadiran mereka adalah rahmat terbesar bagi semesta, karena tanpanya, manusia akan tersesat dalam kegelapan kebodohan dan hawa nafsu.
Mengapa kita harus beriman kepada mereka, padahal kita hidup di zaman yang berbeda? Jawaban utamanya adalah karena tanpa perantara Rasul, kita tidak akan mengetahui secara rinci bagaimana cara menyembah Allah sesuai kehendak-Nya. Al-Qur'an adalah panduan utama, namun implementasi dan penjelasan detailnya sering kali disampaikan dan dicontohkan langsung oleh Rasulullah Muhammad SAW.
Iman kepada Rasul mencakup pengakuan terhadap semua Rasul yang disebutkan namanya dalam Al-Qur'an (seperti Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan puncaknya Nabi Muhammad SAW) dan juga pengakuan terhadap mereka yang tidak disebutkan namanya namun wajib diimani. Ini menunjukkan prinsip ketundukan total terhadap kehendak Ilahi. Jika kita menolak satu Rasul, secara otomatis kita menolak seluruh risalah yang dibawa oleh Rasul yang lain, yang berarti menolak keimanan kepada Allah itu sendiri.
Puncak dari ajaran kerasulan adalah diutusnya Nabi Muhammad SAW. Beliau adalah Khatamun Nabiyyin (Penutup Para Nabi dan Rasul). Risalah yang dibawanya bersifat universal, berlaku untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman, dan risalah ini telah disempurnakan. Oleh karena itu, setelah Nabi Muhammad SAW, tidak ada lagi Nabi atau Rasul yang akan diutus. Kewajiban umat Islam kini adalah mengikuti petunjuk yang beliau tinggalkan, yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Mengikuti sunnah Rasul berarti meneladani akhlak beliau dalam setiap aspek kehidupan—ibadah, sosial, ekonomi, dan politik. Ketaatan kepada Rasulullah adalah manifestasi cinta sejati kita kepada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah, "Barangsiapa taat kepada Rasul, maka sungguh ia telah taat kepada Allah." (QS. An-Nisa: 80).
Dengan demikian, aqidah beriman kepada Rasul bukan sekadar formalitas keagamaan, melainkan fondasi tegaknya syariat Islam dalam diri seorang Mukmin. Keimanan ini memandu langkah kita agar senantiasa berada di jalan lurus yang telah ditunjukkan oleh para utusan Allah.