Telusur Historis: Aqiqah Pertama dalam Islam

Simbol Kelahiran dan Kesyukuran Gambar abstrak melambangkan bayi yang baru lahir dengan karangan bunga daun zaitun di sekelilingnya.

Dalam tradisi Islam, momen kelahiran seorang anak merupakan rahmat terbesar dari Allah SWT. Sebagai wujud syukur atas anugerah tersebut, disyariatkanlah ibadah yang dikenal sebagai aqiqah. Praktik ini bukan sekadar ritual seremonial, melainkan memiliki akar sejarah yang kuat, bahkan sejak era kenabian. Pertanyaan mendasar yang sering muncul adalah: aqiqah pertama kali dilakukan pada kelahiran nabi mana dan bagaimana ketetapan ini terbentuk?

Asal Usul dan Ketetapan Awal

Meskipun praktik penyembelihan hewan sebagai tanda syukur atas kelahiran anak sudah dikenal di kalangan bangsa Arab sebelum Islam, Islam kemudian menyempurnakan dan memberikan batasan syar'i pada tradisi tersebut. Mayoritas ulama sepakat bahwa praktik aqiqah—sebagaimana kita kenal saat ini, yaitu penyembelihan dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan—telah ditegaskan dan disempurnakan pada masa kenabian.

Terkait dengan aqiqah pertama kali dilakukan pada kelahiran nabi, penelusuran historis membawa kita kepada sosok Nabi Muhammad SAW sendiri. Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai waktu detail pelaksanaan aqiqah Rasulullah—apakah dilakukan oleh kakek beliau, Abdul Muthalib, atau setelah beliau diangkat menjadi Nabi—adalah jelas bahwa beliau mempraktikkan dan mengajarkan aqiqah untuk anak-anaknya.

Aqiqah untuk Rasulullah SAW

Banyak riwayat menyebutkan bahwa kakek Nabi Muhammad, Abdul Muthalib, menyembelih unta sebagai bentuk syukur atas kelahiran cucunya yang bernama Muhammad. Meskipun penyembelihan unta ini berbeda dengan ketentuan standar (dua ekor kambing), ia menunjukkan adanya tradisi penghormatan besar terhadap kelahiran yang istimewa. Namun, penetapan resmi syariat aqiqah dengan standar kambing/domba diperkuat melalui sunnah Rasulullah pada kelahiran cucu-cucunya.

Ketika cucu kesayangan beliau, Hasan bin Ali dan Husain bin Ali lahir, Nabi Muhammad SAW secara langsung memerintahkan pelaksanaan aqiqah sesuai sunnah. Tindakan Nabi Muhammad SAW dalam melaksanakan dan menginstruksikan aqiqah bagi Hasan dan Husain ini menjadi landasan utama penetapan hukum sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi umat Islam. Hal ini memperkuat pandangan bahwa tata cara aqiqah yang kita ikuti hari ini sangat terkait erat dengan teladan beliau.

Makna Spiritual di Balik Aqiqah

Aqiqah lebih dari sekadar acara makan-makan. Secara bahasa, 'aqiqah' berarti memotong atau memutuskan. Dalam konteks ini, ia memutus keterikatan bayi dari hal-hal negatif dan membuka lembaran baru yang penuh berkah. Pelaksanaannya yang idealnya dilakukan pada hari ketujuh kelahiran menunjukkan penghormatan terhadap siklus kehidupan dan persiapan menyambut fitrah kesucian bayi.

Pelaksanaan syariat ini mencerminkan tiga nilai penting: syukur kepada Allah atas karunia anak; penebusan (sebagian ulama mengaitkannya dengan hadis yang menyatakan bahwa anak tergadai dengan aqiqahnya); serta berbagi kebahagiaan dengan sesama, di mana daging hasil sembelihan didistribusikan kepada kerabat, tetangga, dan fakir miskin. Dengan meneladani praktik yang ditekankan sejak masa Nabi Muhammad SAW, umat Islam mengikatkan diri pada rantai keberkahan sejarah Islam.

Perbedaan Pandangan dan Kesimpulan

Meskipun fokus utama adalah pada keteladanan Nabi Muhammad SAW dalam menegakkan aqiqah untuk Hasan dan Husain, penting untuk dicatat bahwa beberapa riwayat lain menunjuk pada praktik yang lebih umum pada masa Jahiliyah yang kemudian dimurnikan oleh Islam. Namun, konsensus ulama menjadikan keteladanan Nabi pada cucu-cucunya sebagai titik tolak utama penegasan hukum sunnah muakkadah aqiqah.

Oleh karena itu, ketika membahas aqiqah pertama kali dilakukan pada kelahiran nabi, kita merujuk pada penegasan dan pengamalan syariat yang secara tegas dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW terhadap anggota keluarganya, menjadikannya praktik yang luhur dan berkelanjutan hingga kini. Ini adalah warisan spiritual yang menunjukkan pentingnya mensyukuri setiap detik kehidupan baru yang dianugerahkan Sang Pencipta.

🏠 Homepage