Spirulina, atau secara teknis dikenal sebagai Arthrospira platensis, adalah mikroalga biru-hijau yang kaya nutrisi. Meskipun sering diasosiasikan dengan perairan alkali tinggi (air payau atau asin), kemajuan dalam bioteknologi memungkinkan budidaya spirulina air tawar menjadi opsi yang lebih mudah diakses bagi para penghobi maupun pembudidaya skala kecil. Keberhasilan budidaya ini bergantung pada pengelolaan parameter lingkungan yang stabil.
Ilustrasi sederhana wadah budidaya spirulina.
Secara tradisional, spirulina dibudidayakan di Danau Chad atau Danau Kenya yang memiliki pH sangat tinggi dan salinitas tertentu. Namun, budidaya spirulina air tawar menawarkan beberapa keuntungan signifikan:
Meskipun menggunakan air tawar sebagai basis, penting untuk menambahkan unsur hara esensial yang biasanya ditemukan di lingkungan alami spirulina. Keseimbangan nutrisi, terutama karbonat dan bikarbonat, adalah kunci untuk mencapai pertumbuhan optimal.
Formula media standar untuk spirulina memerlukan sumber Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), serta mineral mikro. Untuk lingkungan air tawar, beberapa komponen vital meliputi:
pH adalah faktor pembatas utama. Tanpa menjaga pH tetap tinggi (alkalin), kontaminasi oleh alga atau bakteri lain yang menyukai pH netral akan terjadi, menyebabkan kegagalan budidaya spirulina air tawar.
Memulai proyek budidaya spirulina memerlukan persiapan yang matang, mulai dari inokulum hingga pemanenan.
Wadah budidaya (biasanya bak terbuka atau bioreaktor tertutup) harus dibersihkan total. Media harus disterilkan, terutama jika menggunakan air olahan, untuk membunuh mikroorganisme pesaing. Setelah media siap dan pH telah disesuaikan, inokulum (starter kultur spirulina) dimasukkan.
Pemantauan harian terhadap pH dan kepadatan kultur (warna hijau kebiruan yang intens) sangat penting. Jika pH mulai turun di bawah 9.0, segera tambahkan Natrium Bikarbonat. Nutrisi harus ditambahkan secara berkala sesuai dengan tingkat pertumbuhan biomassa.
Pemanenan dilakukan ketika kepadatan kultur mencapai puncaknya, biasanya ditandai dengan perubahan warna menjadi hijau pekat. Metode paling umum untuk skala kecil adalah penyaringan menggunakan kain kasa atau saringan halus (mesh size sekitar 40-60 mikron).
Setelah disaring, biomassa spiral berbentuk pasta hijau harus segera diproses. Pengolahan cepat diperlukan untuk mencegah pembusukan atau kontaminasi bakteri. Pasta dapat dicampur dengan sedikit air dan dikeringkan menggunakan metode pengeringan semprot (spray drying) untuk skala besar, atau dengan teknik pengeringan matahari yang sangat higienis untuk skala rumahan. Hasil akhir adalah bubuk hijau kaya protein.