Ilustrasi: Keseimbangan Aqidah dalam menghadapi tantangan.
Hakikat dan Urgensi Aqidah
Aqidah, dalam terminologi Islam, merujuk pada keyakinan teguh dan fondasi keimanan yang tidak dapat digoyahkan oleh keraguan sedikit pun. Ia adalah inti dari agama, pusat dari mana seluruh amalan dan perilaku seorang Muslim bersumber. Aqidah yang benar mencakup enam pilar utama: Iman kepada Allah (Tauhid), Iman kepada Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Hari Akhir, dan Qada serta Qadar (Ketentuan Allah).
Permasalahan seputar aqidah muncul ketika keraguan, misinformasi, atau pemikiran-pemikiran baru yang bertentangan dengan prinsip dasar Islam mulai mempengaruhi pemahaman individu. Di era informasi dan globalisasi seperti saat ini, tantangan ini semakin intensif dan multidimensi. Menjaga kemurnian aqidah bukan sekadar formalitas ritual, melainkan jaminan keselamatan spiritual dan kebahagiaan hakiki, sebagaimana janji Allah SWT.
Tantangan Kontemporer dalam Menjaga Aqidah
Salah satu permasalahan paling nyata adalah paparan ideologi asing yang menyusup melalui media sosial dan internet. Liberalisasi pemikiran sering kali menyasar konsep-konsep fundamental seperti Keesaan Allah (Tauhid), sifat-sifat-Nya, dan otentisitas wahyu. Misalnya, munculnya penafsiran ulang terhadap ayat-ayat Al-Qur'an berdasarkan subjektivitas filosofis, yang secara langsung mengikis otoritas teks suci.
Permasalahan lain yang sering dihadapi adalah munculnya skeptisisme terhadap fenomena gaib atau hal-hal yang termasuk dalam ranah ghaib (yang tidak terjangkau indra). Dalam pandangan rasionalisme ekstrem, segala sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara empiris sering dicap sebagai takhayul. Hal ini dapat melemahkan iman terhadap Malaikat, Hari Kebangkitan, dan konsep alam akhirat, yang merupakan bagian integral dari rukun iman.
Selain itu, isu taklid buta—mengikuti pandangan tanpa pemahaman mendalam—juga menjadi permasalahan serius. Banyak individu yang menyatakan beriman hanya berdasarkan warisan budaya atau tradisi keluarga tanpa pernah mempelajari dalil dan argumentasi yang mendasarinya. Ketika dihadapkan pada pertanyaan filosofis atau kritik eksternal, aqidah yang dibangun di atas taklid rapuh dan mudah runtuh.
Strategi Penguatan Pondasi Keimanan
Untuk menghadapi permasalahan aqidah ini, dibutuhkan upaya sistematis dalam tiga aspek utama: pendidikan, refleksi diri, dan interaksi sehat dengan informasi. Pendidikan aqidah harus dimulai sejak dini, diajarkan bukan sekadar hafalan, melainkan pemahaman mendalam disertai bukti rasional dan dalil naqli (teks). Pemahaman mendalam ini membantu seorang Muslim membangun benteng mental yang kuat melawan keraguan.
Refleksi diri (muhasabah) dan tadabbur (perenungan) terhadap ciptaan Allah sangat krusial. Ketika seseorang merenungkan keteraturan alam semesta dan kompleksitas kehidupan, secara naluriah ia akan tertuntun pada kesimpulan adanya Sang Pencipta yang Maha Kuasa. Inilah cara terbaik untuk menyeimbangkan antara kebutuhan akal yang mencari bukti dan kebutuhan hati yang mencari kepastian spiritual.
Terakhir, penting untuk menyaring informasi. Dalam dunia digital, seseorang harus menjadi konsumen informasi yang kritis. Mempelajari ilmu kalam (teologi Islam) dan ushuluddin (dasar-dasar agama) membantu membekali diri dengan metodologi berpikir yang sahih, sehingga ketika dihadapkan pada pemikiran-pemikiran menyesatkan, individu mampu memilah mana yang sesuai dengan ajaran Islam yang murni dan mana yang merupakan penyimpangan. Memperkuat hubungan dengan komunitas ulama yang terpercaya juga menjadi jangkar penting dalam navigasi isu-isu aqidah kontemporer.