Dalam tradisi Islam, pelaksanaan ibadah kurban (Idul Adha) dan aqiqah (syukuran kelahiran anak) adalah dua amalan penting yang memiliki landasan syariat yang kuat. Seringkali muncul pertanyaan di tengah masyarakat Muslim, terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan finansial, mengenai mana yang harus didahulukan: melaksanakan ibadah qurban atau aqiqah? Kajian dari pandangan Nahdlatul Ulama (NU) melalui platform online mereka memberikan panduan yang jelas mengenai hierarki prioritas ini.
Ibadah qurban, yang dilaksanakan setiap Hari Raya Idul Adha, hukumnya adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi muslim yang mampu. Ini adalah wujud ketaatan kita kepada perintah Allah SWT, meneladani pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan kasih sayang Nabi Muhammad SAW. Kewajiban untuk menunaikan qurban timbul setiap tahun pada waktu yang telah ditentukan.
Sementara itu, aqiqah adalah ibadah yang dilakukan sebagai rasa syukur atas kelahiran seorang anak. Hukum aqiqah menurut pandangan mayoritas ulama, termasuk yang dipegang oleh NU, adalah sunnah muakkadah. Meskipun merupakan bentuk syukur, ia tidak memiliki batas waktu yang ketat seperti qurban yang terikat pada hari raya tertentu, namun idealnya dilaksanakan sesegera mungkin setelah kelahiran.
Menurut panduan fiqih yang sering diulas oleh para ahli dari lingkungan NU, **qurban Idul Adha harus didahulukan daripada aqiqah** jika seseorang hanya mampu melaksanakan salah satunya. Dasar utama penentuan prioritas ini terletak pada faktor kekhususan waktu (ta’liq bi zaman).
Ibadah qurban memiliki waktu yang sangat sempit, yaitu hanya pada empat hari tasyrik (tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah). Jika seseorang memiliki kemampuan finansial untuk berqurban saat Idul Adha, namun ia malah menggunakan uang tersebut untuk aqiqah di waktu lain, ia berpotensi kehilangan kesempatan besar untuk meraih pahala sunnah muakkadah qurban yang waktunya terbatas.
Sebaliknya, aqiqah meskipun sunnah muakkadah, pelaksanaannya relatif lebih fleksibel. Jika ada kendala dana, aqiqah bisa ditunda hingga tahun berikutnya tanpa menghilangkan esensi ibadah tersebut. Oleh karena itu, para ulama menganjurkan untuk memastikan sahnya ibadah qurban terlebih dahulu.
Jika seorang muslim memiliki dana yang cukup untuk melaksanakan qurban dan juga aqiqah dalam tahun yang sama, maka alangkah baiknya kedua ibadah tersebut dilaksanakan. Tidak ada larangan dalam Islam untuk menggabungkan niat baik selama kemampuan finansial terpenuhi.
Namun, jika dana yang dimiliki terbatas, misalnya hanya cukup untuk membeli satu ekor kambing, maka dana tersebut harus dialokasikan untuk qurban Idul Adha terlebih dahulu. Jika hari raya telah lewat dan dana masih tersisa, barulah dana tersebut dapat digunakan untuk melaksanakan aqiqah.
Platform digital seperti situs resmi atau kanal media sosial yang terafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU Online) berperan penting dalam menyebarkan pemahaman fiqih yang sahih kepada masyarakat luas. Dalam isu prioritas ibadah seperti qurban dan aqiqah, konsultasi daring memungkinkan umat untuk mendapatkan jawaban cepat berdasarkan referensi mazhab yang dianut. Hal ini membantu meminimalisir kebingungan di tengah masyarakat awam mengenai mana yang harus diutamakan dalam menjalankan perintah agama ketika menghadapi keterbatasan sumber daya.
Kesimpulannya, baik qurban maupun aqiqah adalah ibadah yang mulia. Namun, berdasarkan prinsip kekhususan waktu dan panduan fiqih yang berlaku umum di kalangan NU, **pelaksanaan qurban Idul Adha memiliki prioritas lebih tinggi untuk segera dilaksanakan** dibandingkan dengan ibadah aqiqah, asalkan seseorang telah memenuhi kriteria mampu secara finansial.
Keputusan ini adalah upaya bijak untuk memastikan muslim tidak kehilangan kesempatan pahala besar yang terikat oleh waktu spesifik. Jika qurban sudah terlaksana, maka melaksanakan aqiqah dengan dana yang tersisa adalah langkah selanjutnya yang dianjurkan.