Dalam kajian ilmu lingkungan dan sumber daya air, istilah "air sadah" (hard water) merujuk pada air yang memiliki konsentrasi ion mineral terlarut tinggi, terutama ion kalsium ($\text{Ca}^{2+}$) dan magnesium ($\text{Mg}^{2+}$). Fenomena ini sering menjadi topik hangat dalam penelitian ilmiah karena implikasi luasnya terhadap industri, infrastruktur, dan kehidupan sehari-hari. Jurnal-jurnal ilmiah sering membahas air sadah bukan hanya dari sisi kimia fisika, tetapi juga dampaknya terhadap efisiensi energi dan keberlanjutan sistem perpipaan.
Kekerasan air biasanya diklasifikasikan berdasarkan konsentrasi ion-ion tersebut, sering diukur dalam satuan miligram per liter (mg/L) sebagai setara kalsium karbonat ($\text{CaCO}_3$). Terdapat dua jenis utama kekerasan: kekerasan temporer (sementara) yang disebabkan oleh bikarbonat dan dapat dihilangkan dengan pemanasan, dan kekerasan permanen yang disebabkan oleh sulfat dan klorida yang memerlukan metode kimiawi lebih kompleks seperti pelunakan (softening).
Salah satu fokus utama dalam literatur ilmiah mengenai air sadah adalah pembentukan kerak kalsium karbonat ($\text{CaCO}_3$) pada permukaan pemanas, boiler, dan pipa. Kerak ini berfungsi sebagai isolator termal yang buruk. Dalam konteks pembangkit listrik atau industri manufaktur yang sangat bergantung pada efisiensi perpindahan panas, lapisan kerak tipis saja dapat menyebabkan peningkatan konsumsi energi yang signifikan. Jurnal teknik kimia sering mempublikasikan studi mengenai laju deposisi kerak pada berbagai kondisi suhu dan aliran.
Selain masalah termal, penyempitan diameter pipa akibat penumpukan kerak secara progresif mengurangi kapasitas aliran, meningkatkan kebutuhan energi pompa, dan akhirnya memerlukan penggantian infrastruktur yang mahal. Oleh karena itu, pengendalian kekerasan air menjadi aspek kritis dalam pemeliharaan aset infrastruktur air. Studi kasus yang dipublikasikan menunjukkan korelasi langsung antara tingkat kesadahan input dan frekuensi pemeliharaan sistem.
Penanganan air sadah telah menjadi subjek penelitian mendalam. Metode yang paling umum dan ekonomis untuk skala rumah tangga dan industri kecil adalah pertukaran ion menggunakan resin penukar kation, di mana ion $\text{Ca}^{2+}$ dan $\text{Mg}^{2+}$ digantikan oleh ion natrium ($\text{Na}^{+}$) yang tidak membentuk kerak. Penelitian terbaru mencoba mengembangkan resin yang lebih selektif atau metode non-kimia seperti proses elektrolisis atau penggunaan medan magnet, meskipun efektivitas jangka panjangnya masih diperdebatkan dalam komunitas ilmiah.
Untuk skala industri besar, pengendapan kimiawi menggunakan kapur (proses lime-soda softening) masih relevan, terutama untuk menghilangkan kekerasan permanen. Jurnal hidrologi menekankan bahwa setiap metode pelunakan harus dianalisis berdasarkan biaya operasional, dampak lingkungan dari limbah brine (larutan garam pekat), dan kualitas air output yang dihasilkan. Perlu dicatat bahwa pelunakan air dapat menurunkan kandungan mineral esensial, memicu isu korosi pada pipa di hilir (karena air menjadi lebih agresif atau demineralisasi), sehingga memerlukan kontrol kimia tambahan.
Meskipun air sadah tidak secara langsung berbahaya bagi kesehatan—bahkan kalsium dan magnesium merupakan mineral penting—konsumsi jangka panjangnya dapat memengaruhi rasa air dan efektivitas sabun. Dalam konteks kesehatan masyarakat, beberapa jurnal nutrisi mengaitkan kandungan mineral dalam air sadah sebagai kontribusi minor terhadap asupan kalsium harian. Namun, isu utama kesehatan terkait air sadah seringkali berfokus pada residu natrium yang meningkat setelah proses pelunakan ion pertukaran, yang menjadi perhatian bagi individu dengan pembatasan diet natrium.
Secara keseluruhan, penelitian mengenai air sadah terus berkembang, berfokus pada optimasi proses pelunakan yang lebih ramah lingkungan, mengurangi jejak energi akibat pembentukan kerak, dan pemahaman mendalam tentang interaksi air sadah dengan material konstruksi modern.