Memahami Susunan dan Rukun Akad dalam Hukum

Ijab Qabul Transaksi yang Sah

Ilustrasi Proses Dasar Akad

Dalam ranah hukum, baik itu hukum perdata, hukum dagang, maupun hukum Islam, konsep **akad** memegang peranan sentral sebagai fondasi lahirnya suatu perikatan atau perjanjian. Akad (atau kontrak) adalah inti dari setiap transaksi yang sah dan mengikat secara hukum. Memahami **susunan akad** yang benar dan rukun-rukun pembentuknya adalah krusial untuk memastikan bahwa kesepakatan yang dibuat memiliki kekuatan hukum penuh dan dapat dipertanggungjawabkan di mata hukum.

Secara umum, akad didefinisikan sebagai persetujuan antara dua pihak atau lebih mengenai suatu hal, di mana satu pihak menawarkan (ijab) dan pihak lain menerima (qabul). Namun, kesederhanaan definisi ini menyembunyikan kerangka struktural yang kompleks yang harus dipenuhi agar akad tersebut dianggap valid.

Rukun Utama yang Menyusun Sebuah Akad

Setiap akad yang mengikat harus didasarkan pada beberapa elemen esensial yang disebut rukun akad. Jika salah satu rukun ini tidak terpenuhi, maka akad tersebut bisa batal demi hukum (batal miladi) atau dapat dibatalkan (dapat dibatalkan/‘aib). Meskipun terminologi rukun dapat sedikit bervariasi antara hukum positif dan fikih, secara fundamental terdapat tiga komponen utama yang wajib ada:

1. Adanya Para Pihak yang Mengadakan Akad (Subjek Akad)

Ini merujuk pada orang-orang atau entitas hukum yang terlibat dalam kesepakatan. Syarat utama bagi para pihak ini adalah:

2. Adanya Objek Akad (Ma'qud 'Alaih)

Objek akad adalah segala sesuatu yang menjadi pokok dari kesepakatan, seperti barang yang dijual, jasa yang disewakan, atau uang yang dipinjamkan. Objek ini harus memenuhi kriteria tertentu:

3. Adanya Kesepakatan atau Kerelaan (Ijab dan Qabul)

Ini adalah inti dari akad. Kerelaan ini diwujudkan melalui dialog atau tindakan yang jelas menunjukkan persetujuan.

Ijab dan qabul harus berkaitan secara substansial, artinya penerimaan harus sesuai dengan apa yang ditawarkan, dan keduanya harus terjadi dalam satu majelis (atau dalam rentang waktu yang wajar dalam konteks transaksi modern) sehingga tidak ada keraguan mengenai kesepakatan yang telah tercapai.

Susunan Formal dalam Praktik Transaksi

Memahami rukun di atas membantu kita menyusun akad secara formal. Dalam banyak transaksi penting, terutama yang melibatkan aset besar seperti properti atau pendirian perusahaan, **susunan akad** sering kali dituangkan dalam bentuk tertulis (akta) untuk tujuan pembuktian dan kepastian hukum.

Susunan sebuah akta perjanjian yang baik biasanya mencakup:

  1. **Judul/Nomor Akta:** Untuk identifikasi resmi.
  2. **Identitas Para Pihak:** Nama lengkap, alamat, dan data identitas sah (KTP/NPWP) yang membuktikan kecakapan hukum mereka.
  3. **Dasar Pertimbangan (Recitals):** Penjelasan singkat mengapa para pihak membuat akad ini dan apa tujuan transaksi tersebut.
  4. **Objek Perjanjian:** Deskripsi rinci mengenai barang atau jasa yang menjadi objek akad.
  5. **Klausul Hak dan Kewajiban:** Bagian ini merinci apa yang harus dilakukan oleh pihak A dan apa yang harus dipenuhi oleh pihak B (misalnya, harga, cara pembayaran, jadwal penyerahan).
  6. **Klausul Keadaan Kahar (Force Majeure):** Ketentuan mengenai apa yang terjadi jika terjadi peristiwa di luar kendali yang menghalangi pelaksanaan akad.
  7. **Penyelesaian Sengketa:** Mekanisme jika terjadi perselisihan (mediasi, arbitrase, atau pengadilan).
  8. **Penutup dan Tanda Tangan:** Pernyataan bahwa seluruh isi akad telah disepakati bersama, diikuti oleh penandatanganan semua pihak yang terlibat.

Penyusunan yang cermat dan pemenuhan semua rukun akad adalah benteng pertahanan pertama dalam menjaga keabsahan suatu transaksi. Ketika terjadi perselisihan, hakim atau mediator akan selalu merujuk pada apakah semua unsur pembentuk akad telah terpenuhi sebelum menilai substansi dari perjanjian itu sendiri. Oleh karena itu, literasi mengenai **susunan akad** adalah investasi penting bagi setiap individu atau badan usaha yang kerap bertransaksi.

🏠 Homepage