Akad nikah adalah inti dari serangkaian proses pernikahan dalam Islam. Momen sakral ini menjadi penentu sahnya ikatan antara seorang pria dan wanita di hadapan Allah SWT dan manusia. Memahami tatacara akad nikah yang benar sangat penting agar pernikahan yang dijalani memiliki dasar hukum dan spiritual yang kuat.
Proses akad nikah tidak hanya sekadar pengucapan janji, tetapi melibatkan beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Persiapan yang matang akan membantu memastikan kelancaran dan kekhusyukan dalam prosesi ini. Berikut adalah panduan lengkap mengenai tahapan yang umumnya dilalui.
Rukun dan Syarat Sah Akad Nikah
Sebelum memulai prosesi ijab kabul, pastikan semua unsur utama atau rukun terpenuhi. Jika salah satu rukun ini tidak ada, maka pernikahan tersebut dianggap tidak sah secara syar'i.
1. Adanya Dua Pihak yang Menikah (Calon Suami dan Istri)
Syarat utama adalah kedua belah pihak harus hadir, sepakat, dan tidak terhalang oleh pernikahan lain (misalnya, belum sah bercerai atau bukan mahram).
2. Adanya Wali Nikah
Wali nikah, yang biasanya adalah ayah kandung, kerabat laki-laki terdekat, atau penggantinya, wajib hadir. Kehadiran wali adalah syarat mutlak bagi seorang wanita untuk menikah.
3. Adanya Dua Orang Saksi
Minimal dua orang saksi laki-laki yang adil (memenuhi syarat agama) harus hadir untuk menyaksikan prosesi ijab kabul.
4. Adanya Mahar (Maskawin)
Mahar adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri. Mahar bisa berupa uang, emas, atau manfaat lainnya, yang nilainya telah disepakati bersama.
5. Lafaz Ijab Kabul yang Jelas
Ini adalah puncak dari seluruh rangkaian akad. Lafaz harus jelas, lugas, dan menggunakan bahasa yang dipahami kedua belah pihak.
Langkah-Langkah Tata Cara Akad Nikah
- Persiapan Ruangan dan Kehadiran
Pastikan tempat akad telah disiapkan dengan baik. Semua pihak (pengantin pria, wali nikah, penghulu/pejabat KUA, dan kedua saksi) harus sudah duduk dengan tenang di lokasi akad.
- Penyerahan Wali Nikah
Wali nikah dari pihak mempelai wanita akan menyerahkan putrinya kepada calon suaminya, biasanya dengan meletakkan tangan di tangan mempelai pria atau memberikan izin secara lisan kepada penghulu.
- Penyerahan Mahar
Calon suami akan menyerahkan mahar kepada calon istri. Meskipun penyerahan mahar bisa dilakukan setelah akad, penyerahan di awal memberikan penekanan bahwa mahar telah menjadi hak istri.
- Prosesi Ijab (Pengucapan dari Wali/Perwakilan)
Penghulu (atau wali nikah jika diwalikan langsung) akan memulai dengan lafaz ijab. Contoh umum: "Saudara [Nama Suami], saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan saudari [Nama Istri] binti [Nama Ayah Istri] dengan mas kawin berupa [sebutkan mahar] dibayar tunai."
- Prosesi Kabul (Jawaban dari Calon Suami)
Setelah mendengar ijab, calon suami harus segera menjawab dengan tegas dan jelas. Contoh umum: "Saya terima nikah dan kawinnya [Nama Istri] binti [Nama Ayah Istri] dengan mas kawin tersebut, tunai." Jawaban ini harus diucapkan segera tanpa jeda panjang.
- Penegasan Saksi dan Penghulu
Setelah kabul terucap, kedua saksi wajib segera mengucapkan "SAH". Penghulu kemudian akan mengulangi penegasan sahnya pernikahan tersebut.
- Doa dan Nasihat Pernikahan
Akad diakhiri dengan pembacaan doa oleh penghulu atau tokoh agama yang hadir, memohon keberkahan bagi pasangan yang baru saja mengikat janji suci.
Pentingnya Memahami Bahasa Akad
Meskipun banyak yang menggunakan bahasa Indonesia, ada pandangan bahwa akad yang paling utama adalah menggunakan Bahasa Arab karena lebih sesuai dengan nash syariat. Namun, mayoritas ulama kontemporer membolehkan penggunaan bahasa lokal (termasuk Bahasa Indonesia) asalkan maknanya jelas dan tidak ada keraguan sedikitpun mengenai maksud ijab dan kabul.
Yang harus diperhatikan adalah kekhusyukan. Saat prosesi ini berlangsung, semua pihak yang terlibat (terutama calon suami) harus fokus penuh. Keraguan, candaan, atau jeda yang terlalu lama dapat membatalkan keabsahan akad tersebut. Intinya adalah terpenuhinya Arkanul Nikah (Rukun Nikah) dan terpenuhinya syarat sahnya.
Akad nikah adalah momen penentu. Setelah prosesi ini selesai dan disaksikan oleh semua pihak, status hukum kedua insan berubah dari lail-mahalil-haram (tidak halal bagi satu sama lain) menjadi halalan thayyiban (halal sepenuhnya) untuk melanjutkan kehidupan berumah tangga.