Ilustrasi konsep pengobatan alternatif.
Terapi urine, atau yang sering disebut uroterapi atau urinoterapi, adalah praktik menggunakan urine manusia—baik diminum (oral), dioleskan pada kulit, atau digunakan untuk berkumur dan tetes hidung—untuk tujuan pengobatan. Praktik ini bukanlah metode pengobatan modern yang diakui secara luas oleh dunia kedokteran konvensional. Akarnya konon berasal dari tradisi kuno di berbagai budaya, termasuk Ayurveda di India, meskipun bukti ilmiah modern mengenai efektivitasnya sangat minim.
Para pendukung praktik ini mengklaim bahwa urine mengandung antibodi, hormon, enzim, dan zat lain yang bermanfaat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menyembuhkan penyakit kulit, hingga mengatasi infeksi. Mereka sering mengutip komposisi urine yang sebagian besar terdiri dari air, urea, dan garam sebagai dasar klaim bahwa urine yang baru dikeluarkan masih bersifat "steril" atau bahkan "berkhasiat".
Dari perspektif medis modern, terapi urine dianggap sebagai pengobatan alternatif yang tidak terbukti keamanannya dan efikasinya. Penting untuk dipahami bahwa meskipun urine mayoritas adalah air, ia adalah produk sisa metabolisme tubuh. Fungsinya adalah mengeluarkan zat-zat yang tidak lagi dibutuhkan atau berpotensi menjadi racun jika menumpuk dalam darah.
Klaim bahwa urine baru keluar dari tubuh adalah steril juga telah dibantah oleh banyak penelitian. Meskipun jumlah bakteri dalam urine yang sehat cenderung rendah, urine tetap dapat menjadi media pertumbuhan bakteri, terutama jika ditampung dalam wadah atau jika seseorang menderita infeksi saluran kemih (ISK). Mengonsumsi atau menggunakan urine yang terkontaminasi dapat meningkatkan risiko infeksi.
Komponen seperti urea, meskipun digunakan dalam kosmetik tertentu dalam konsentrasi tinggi dan terkontrol, ketika dikonsumsi secara oral dalam bentuk urine mentah tidak memberikan manfaat terapi yang signifikan, bahkan bisa membebani ginjal dan hati karena harus memproses kembali zat sisa tersebut.
Penggunaan terapi urine untuk mengobati penyakit serius seperti kanker atau penyakit autoimun sangatlah kontroversial dan berbahaya jika digunakan sebagai pengganti pengobatan medis yang teruji. Tidak ada uji klinis berskala besar, terkontrol, dan diakui yang mendukung klaim penyembuhan yang sering dikaitkan dengan urinoterapi.
Risiko utama yang dihadapi oleh praktisi urinoterapi meliputi:
Keberlangsungan terapi urine dapat dikaitkan dengan beberapa faktor psikologis dan sosial. Pertama, konsep "alami" sering kali disamakan dengan "aman", meskipun banyak zat alami yang justru beracun. Kedua, harapan besar pasien yang putus asa mencari solusi di luar pengobatan konvensional seringkali membuat mereka terbuka terhadap metode yang menjanjikan hasil cepat atau penyembuhan total. Ketiga, adanya komunitas online yang saling mendukung praktik ini dapat memperkuat keyakinan individu tanpa adanya validasi ilmiah.
Secara keseluruhan, sementara dunia pengobatan alternatif selalu menawarkan beragam pendekatan, terapi urine tetap berada di luar batas praktik kesehatan yang berbasis bukti. Kehati-hatian ekstrem dan pemahaman yang jelas mengenai kekurangan data ilmiah sangat diperlukan bagi siapa pun yang mempertimbangkan metode pengobatan yang tidak ortodoks ini.