Simbol pengesahan janji suci.
Akad nikah adalah puncak dari rangkaian upacara pernikahan dalam tradisi Islam, momen di mana janji suci diucapkan di hadapan Allah SWT dan saksi-saksi. Dalam momen sakral ini, perhatian utama sering kali tertuju pada mempelai pria yang mengucapkan ijab kabul. Namun, peran dan ucapan mempelai wanita, meskipun lebih singkat, memiliki bobot spiritual dan emosional yang tak kalah pentingnya.
Secara teknis dalam prosesi akad nikah syar'i, inti dari keterlibatan mempelai wanita adalah memberikan persetujuan atau penerimaan atas janji yang diucapkan oleh mempelai pria (ijab). Ucapan yang paling krusial dari mempelai wanita adalah kata "Qabul" (atau "Saya terima nikahnya" dalam konteks yang lebih formal dan diwakilkan atau diucapkan langsung). Kata tunggal ini mengandung makna yang sangat mendalam.
Bagi mempelai wanita, mengucapkan "Qabul" menandakan kesiapan penuh, penerimaan, dan kerelaan hati untuk menjalani hidup baru sebagai istri. Ini bukan sekadar formalitas lisan; ini adalah penetapan status hukum dan spiritualnya di hadapan Allah SWT dan masyarakat. Jika mempelai pria mengucapkan ijab, maka persetujuan eksplisit dari pihak wanita melalui kata "Qabul" inilah yang menjadikan pernikahan tersebut sah secara agama.
Meskipun durasi ucapan mempelai wanita sangat singkat—seringkali hanya satu kata atau satu kalimat pendek—suasana saat pengucapannya seringkali penuh dengan ketegangan emosional. Banyak mempelai wanita yang memilih untuk diwakilkan oleh wali mereka (terutama dalam mazhab Syafi'i) saat prosesi ijab kabul, namun jika mempelai wanita hadir dan mengucapkannya langsung, momen tersebut menjadi sangat intim dan mengharukan.
Ketika suara mempelai wanita terdengar, meskipun mungkin sedikit bergetar karena haru atau gugup, seketika itu pula aura sakral akad nikah terasa lengkap. Kata "Qabul" adalah penutup dari proses penyerahan diri dan penerimaan tanggung jawab baru. Seringkali, setelah mengucapkan kata tersebut, air mata bahagia dan rasa syukur memancar, karena kini ikatan pernikahan telah terjalin secara resmi.
Perlu dibedakan antara apa yang diucapkan dalam struktur inti akad nikah (yang sangat terikat pada kaidah fikih) dengan apa yang mungkin diucapkan mempelai wanita dalam sesi sambutan atau doa penutup yang mengiringi akad. Di luar momen "Qabul" yang formal, mempelai wanita mungkin juga mengungkapkan:
Mengingat pentingnya kata "Qabul," persiapan mental menjadi kunci. Mempelai wanita harus memastikan bahwa ia benar-benar memahami konsekuensi dan makna dari persetujuan yang diberikannya. Kejelasan niat adalah syarat mutlak. Tanpa kerelaan hati (ridha), meskipun kata terucap, akad nikah dianggap kurang sempurna secara spiritual.
Oleh karena itu, meskipun frasa yang diucapkan mempelai wanita saat akad nikah cenderung minimalis, ia adalah jangkar yang mengikat janji tersebut. Kata itu adalah deklarasi kesiapan untuk menjadi mitra seumur hidup, pengikat janji suci yang ditunggu-tunggu oleh mempelai pria, keluarga, dan yang terpenting, oleh Sang Pencipta.
Memahami peran singkat namun vital ini membantu kita menghargai betapa setiap kata yang terucap dalam prosesi akad nikah—terutama kata "Qabul" dari mempelai wanita—memiliki nilai yang tak terhingga dalam membentuk sebuah ikatan pernikahan yang diberkahi.