Konsep air tanah seringkali diasosiasikan dengan siklus hidrologi Bumi yang terjadi selama jutaan tahun—air hujan meresap, mengisi akuifer, dan menjadi sumber kehidupan yang kita andalkan. Namun, dalam studi geokimia dan planetologi modern, muncul sebuah hipotesis menarik: sebagian kecil dari air yang kita temukan di bawah permukaan mungkin berasal dari luar angkasa, terperangkap dalam batuan yang menghantam planet kita. Ini adalah ranah eksplorasi **air tanah meteorit**.
Air, dalam bentuk molekul H₂O, adalah senyawa yang relatif melimpah di tata surya, namun distribusi dan usianya sangat bervariasi. Para ilmuwan yakin bahwa Bumi purba mendapatkan sebagian besar airnya dari tabrakan benda-benda langit kaya air, seperti komet dan asteroid tipe-C (karbonan). Ketika benda-benda ini menghantam Bumi awal, mereka membawa muatan air yang kemudian terperangkap dalam magma atau langsung menjadi bagian dari lautan purba.
Beberapa penelitian fokus pada analisis isotop hidrogen (deuterium terhadap hidrogen, atau D/H ratio) dalam meteorit tertentu. Rasio isotop ini bertindak seperti sidik jari kimia. Jika rasio D/H dalam air tanah tertentu sangat mirip dengan rasio yang ditemukan pada meteorit tertentu yang berusia miliaran tahun, hal itu memberikan petunjuk kuat bahwa air tersebut memiliki asal usul ekstraterestrial, atau setidaknya, dibentuk dalam kondisi yang sama dengan pembentukan meteorit tersebut.
Tidak semua meteorit mengandung jejak air yang signifikan. Meteorit yang paling menarik perhatian dalam konteks ini adalah kondrit karbonan. Kondrit adalah jenis batuan meteorit tertua yang ada, terbentuk di awal pembentukan tata surya, sebelum planet terbentuk. Kondrit jenis ini dikenal karena menyimpan materi volatil (mudah menguap), termasuk molekul air yang terikat dalam struktur mineral lempung mereka.
Ketika meteorit ini memasuki atmosfer Bumi, sebagian besar material permukaannya terbakar. Namun, fragmen yang cukup besar yang berhasil mencapai permukaan dan terkubur dalam sedimen atau batuan dasar, berpotensi melepaskan molekul air yang terperangkap tersebut seiring waktu melalui proses pelapukan kimia atau interaksi geologis di bawah tanah. Air yang dilepaskan ini kemudian dapat bercampur atau secara independen menjadi bagian dari sistem **air tanah meteorit** lokal.
Studi mengenai air tanah meteorit bukan sekadar keingintahuan akademik; ini memiliki implikasi mendalam. Pertama, ini membantu para ilmuwan memetakan sejarah hidrologi Bumi. Dengan mengidentifikasi "air asing" ini, kita dapat lebih akurat memisahkan air Bumi yang terbarukan dari air primordial yang dibawa dari luar.
Kedua, hal ini sangat relevan dalam astrobiologi. Jika kita tahu bahwa air dapat bertahan miliaran tahun dalam batuan luar angkasa, ini meningkatkan kemungkinan bahwa air—dan kehidupan yang bergantung padanya—juga dapat diangkut antar planet, misalnya melalui transfer batuan antar Mars dan Bumi, atau bahkan dibawa ke bulan-bulan es seperti Europa dan Enceladus melalui proses tabrakan yang serupa.
Penelitian lapangan yang melibatkan pengeboran dan analisis isotopik yang sangat sensitif kini menjadi kunci untuk memvalidasi hipotesis ini secara lebih definitif. Walaupun jumlah kontribusi air dari meteorit terhadap volume total air tanah global diperkirakan sangat kecil, penemuan jejaknya memberikan perspektif yang lebih kaya tentang bagaimana Bumi menjadi planet biru yang kaya air.