Ilustrasi: Kesalehan dan Pengorbanan
Ibadah kurban merupakan salah satu ritual penting dalam agama Islam yang dilaksanakan bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha. Esensi dari ibadah ini bukan sekadar menyembelih hewan ternak, melainkan manifestasi nyata dari ketakwaan, kepatuhan, dan rasa syukur seorang hamba kepada Allah SWT. Namun, validitas ibadah ini sangat bergantung pada terpenuhinya rukun dan syarat yang telah ditetapkan, salah satunya adalah **Akad Kurban**.
Secara bahasa, akad (al-'aqd) berarti mengikat atau menyimpulkan. Dalam konteks fiqih muamalah, akad adalah janji yang mengikat antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan hak dan kewajiban. Khusus dalam ibadah kurban, **akad kurban** merujuk pada proses verbalisasi niat dan penyerahan kuasa penuh atas hewan yang akan dikurbankan dari Shāhibul Kurban (pemilik/pequrban) kepada pelaksana kurban (panitia atau pihak yang ditunjuk), disertai dengan penentuan jenis, jumlah, dan waktu penyembelihan.
Akad ini berfungsi sebagai penanda dimulainya prosesi ibadah. Tanpa akad yang sah dan jelas, meski hewan sudah disiapkan dan disembelih pada waktunya, status keabsahan kurbannya bisa diragukan. Ini menegaskan bahwa kurban adalah ibadah yang memerlukan unsur kesadaran penuh (niat) dan persetujuan (ijab kabul).
Akad yang sempurna harus memenuhi beberapa unsur utama agar kurban dianggap sah di sisi syariat. Unsur-unsur ini sering disebut sebagai rukun akad:
Mengapa akad perlu diucapkan, padahal niat sudah ada di dalam hati? Dalam Islam, niat adalah penentu amal. Namun, dalam transaksi atau penyerahan hak yang melibatkan orang lain (seperti mewakafkan hewan kepada panitia), pengucapan akad berfungsi sebagai bukti konkret dan penguatan niat tersebut.
Bagi mereka yang melaksanakan kurban secara kolektif atau melalui lembaga terpercaya, akad sering kali dipermudah. Shāhibul Kurban cukup menyatakan niatnya secara lisan saat menyerahkan dana atau hewan, atau bahkan cukup dengan menyetujui prosedur yang telah ditetapkan oleh lembaga tersebut. Pengucapan ini memastikan bahwa hewan tersebut tidak lagi menjadi hak milik pribadi yang boleh dijual kembali, melainkan telah ditetapkan sebagai harta Allah untuk ibadah.
Sering terjadi kebingungan saat menitipkan kurban. Ketika seseorang menitipkan uang atau hewan kepada panitia kurban, pada dasarnya ia melakukan dua jenis akad yang mungkin terjadi:
Oleh karena itu, ketika Anda menyerahkan hewan atau dana, pastikan Anda menginformasikan dengan jelas bahwa itu adalah untuk tujuan *kurban*. Proses ini secara otomatis memindahkan status hewan dari objek kepemilikan pribadi menjadi objek ibadah, yang mana hal ini ditandai dengan kesepakatan lisan atau tulisan yang sah—itulah hakikat dari **akad kurban** yang sempurna.