Aqidah Asy'ariyah, yang dinisbatkan kepada Imam Abul Hasan Al-Asy'ari (wafat sekitar tahun 324 H/936 M), merupakan salah satu corak teologi Sunni yang paling dominan dan berpengaruh dalam sejarah Islam. Mazhab ini muncul sebagai respons terhadap tantangan intelektual pada masanya, terutama polemik seputar sifat-sifat Allah (Asma wa Sifat) yang diperdebatkan antara kelompok yang terlalu literal (Mujassimah) dan kelompok yang terlalu rasionalis (Mu'tazilah).
Inti dari Aqidah Asy'ari adalah upaya untuk menyeimbangkan antara penetapan dalil naqli (Al-Qur'an dan Sunnah) dan pemahaman 'aqli (akal). Mazhab ini menekankan bahwa akal memiliki peran penting dalam memahami agama, namun ia harus tunduk pada wahyu. Pendekatan ini menghasilkan metodologi teologis yang terstruktur, menekankan konsep tauhid secara mendalam dan menolak segala bentuk penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya.
Asy'ariyah dikenal dengan metode yang sangat rasional dalam mempertahankan akidah. Mereka menggunakan filsafat dan logika (kalam) untuk membuktikan kebenaran dasar-dasar Islam. Hal ini berbeda dengan pendekatan Salafi yang cenderung lebih mengedepankan pendekatan naqli murni tanpa elaborasi filosofis yang mendalam.
Salah satu prinsip kunci mereka adalah pembagian pemahaman terhadap sifat Allah menjadi dua kategori: Sifat Ma'ani (sifat-sifat yang dapat dipahami maknanya, seperti hidup, berilmu, berkuasa) dan Sifat Ma'nawiyyah (konsekuensi dari sifat ma'ani). Mengenai sifat-sifat yang tekstual seperti 'tangan', 'wajah', atau 'bersemayam di atas Arsy', Asy'ariyah menganut prinsip Ta'wil (interpretasi) yang sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan prinsip ketuhanan, sambil menolak pemahaman literal yang menyerupai makhluk (Tafwidl bagi sebagian sifat).
Dalam ranah perbuatan manusia (Af'alul Ibad), Asy'ariyah mengembangkan doktrin Kasb (perolehan atau usaha). Mereka berpandangan bahwa segala sesuatu, termasuk perbuatan manusia, diciptakan sepenuhnya oleh Allah (sebagai Khalik). Manusia tidak memiliki daya untuk menciptakan perbuatannya sendiri, namun manusia memiliki 'kasb' atau usaha untuk memilih dan mengarahkan perbuatan tersebut.
Konsep Kasb ini bertujuan untuk menjaga kesempurnaan kehendak dan kekuasaan mutlak Allah (Qudrah), sekaligus menegaskan tanggung jawab moral manusia atas tindakannya. Ini adalah solusi teologis yang cermat untuk mengatasi dikotomi antara determinisme mutlak dan kebebasan berkehendak penuh.
Sejak didirikan, Aqidah Asy'ari telah menjadi fondasi teologis utama bagi banyak umat Islam Sunni, khususnya di kawasan Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika Utara. Pengaruhnya sangat terasa dalam institusi pendidikan Islam tradisional (pesantren dan madrasah).
Meskipun kadang kala dianggap sebagai jalan tengah, metodologi Asy'ariyah telah berhasil menyajikan kerangka kerja yang kuat untuk mempertahankan ortodoksi Sunni dari serangan pemikiran skeptis atau ekstrem. Dengan mengintegrasikan penalaran filosofis yang ketat dengan kepatuhan terhadap teks wahyu, Asy'ariyah menawarkan sebuah sistem keyakinan yang koheren, logis, dan mendalam, memastikan bahwa iman tidak hanya diterima mentah-mentah tetapi juga dipertahankan melalui argumentasi yang rasional.
Aqidah Asy'ari merupakan warisan intelektual besar yang menawarkan jembatan antara keimanan yang teguh dan penyelidikan akal yang sehat. Fokus utamanya adalah pengesaan Allah secara mutlak (Tauhid) melalui metode yang seimbang, menetapkan batas-batas rasionalitas agar tidak melampaui otoritas wahyu. Pemahaman terhadap mazhab ini penting untuk mengapresiasi keragaman metodologis dalam tradisi teologi Sunni.