Aqidah Syiah Imamiyah, sering juga disebut Syiah Dua Belas Imam (Itsna 'Asyariyah), adalah cabang utama dari mazhab Syiah dalam Islam. Inti dari keyakinan ini berpusat pada konsep kepemimpinan spiritual dan politik yang sah setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, yang diyakini dipegang oleh Ali bin Abi Thalib dan keturunannya yang berjumlah dua belas orang. Memahami landasan aqidah ini sangat penting untuk mengerti perspektif teologis Syiah.
Aqidah Syiah Imamiyah dibangun di atas lima prinsip utama yang dikenal sebagai Ushuluddin (Pokok Agama), yang sedikit berbeda penekanannya dibandingkan dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Lima prinsip tersebut adalah Tauhid (Keesaan Allah), Nubuwah (Kenabian), Ma’ad (Hari Kebangkitan), 'Adl (Keadilan Ilahi), dan Imamah (Kepemimpinan).
Konsep Tauhid dalam Imamiyah sejalan dengan Islam pada umumnya, meyakini Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang Maha Esa, Pencipta segala sesuatu. Namun, penekanan khusus diberikan pada konsep 'Adl (Keadilan Ilahi). Syiah Imamiyah meyakini bahwa Allah adalah Maha Adil. Keadilan ini mencakup pemberian kebebasan memilih (ikhtiar) kepada manusia dan tidak mentolerir kezaliman sedikit pun dari-Nya. Konsep 'Adl ini seringkali menjadi landasan filosofis bagi penentuan hak-hak kepemimpinan.
Sementara semua Muslim percaya pada kenabian Muhammad SAW, perbedaan mendasar Syiah terletak pada aspek kepemimpinan pasca-Nabi. Imamah adalah pilar sentral. Mereka meyakini bahwa setelah Nabi Muhammad SAW, kepemimpinan umat (kekhalifahan) harus dilanjutkan oleh individu yang ditunjuk secara ilahi (ma'shum, suci dari dosa dan kesalahan), yaitu Ali bin Abi Thalib dan sepuluh keturunannya.
Imam-imam ini dipandang sebagai penerus spiritual dan otoritas penafsir syariat yang tak terbantahkan. Mereka tidak hanya berfungsi sebagai pemimpin politik, tetapi juga sebagai penjaga ajaran Islam yang murni. Dua belas Imam ini dimulai dari Imam Ali as. hingga Imam Muhammad al-Mahdi as.
Keyakinan mengenai Imam Kedua Belas, Imam Muhammad al-Mahdi, merupakan aspek paling khas dari aqidah Imamiyah. Mereka meyakini bahwa Imam Mahdi tidak wafat, melainkan berada dalam keadaan "Ghaibah" (kegaiban) yang terbagi menjadi dua fase: Ghaibah Sughra (Kegaiban Kecil) dan Ghaibah Kubra (Kegaiban Besar).
Saat ini, umat Islam Syiah Imamiyah meyakini bahwa mereka hidup di bawah naungan Ghaibah Kubra, menunggu kembalinya Imam Mahdi (yang dikenal sebagai Al-Qa’im) di akhir zaman untuk menegakkan keadilan global. Selama masa kegaiban ini, otoritas keagamaan tertinggi dipegang oleh para Mujtahid (ulama yang mampu melakukan ijtihad), yang bertindak sebagai wakil umum Imam.
Sumber utama hukum dan aqidah bagi Syiah Imamiyah adalah Al-Qur'an, Sunnah (ajaran Nabi), dan hasil ijtihad para Imam yang ma'shum. Mereka sangat mengutamakan hadis-hadis yang diriwayatkan melalui jalur Ahlul Bait (keluarga Nabi), termasuk perkataan, perbuatan, dan persetujuan diam para Imam Dua Belas.
Pemahaman teologis ini membentuk dasar bagi praktik keagamaan, ritual, dan struktur sosial di komunitas Syiah Imamiyah di seluruh dunia, menjadikan kepatuhan dan penghormatan terhadap garis Imamah sebagai inti dari identitas keimanan mereka. Meskipun terdapat perbedaan metodologis dengan aliran lain, tujuan akhirnya tetap sama: mencari keridhaan Allah melalui ketaatan pada ajaran Islam yang diyakini paling otentik.