Aqidah Thahawiyah adalah salah satu teks fundamental dalam teologi Sunni, khususnya di kalangan Ahlussunnah wal Jama'ah. Disusun oleh Imam Abu Ja'far ath-Thahawi, risalah ringkas ini bertujuan untuk mengkodifikasi keyakinan mazhab Hanafi yang diyakini telah menjadi pandangan mayoritas umat Islam sejak dahulu kala. Teks ini mencakup berbagai aspek keyakinan, mulai dari tauhid, kenabian, takdir, hingga pandangan tentang Al-Qur'an dan hari kiamat. Keunggulannya terletak pada kesederhanaan redaksi namun kedalaman maknanya, menjadikannya materi wajib bagi banyak pesantren dan institusi pendidikan Islam tradisional.
Namun, dalam lanskap keilmuan Islam kontemporer, studi mengenai Aqidah Thahawiyah sering kali bersinggungan dengan perdebatan sengit, terutama yang melibatkan interpretasi Wahabi atau gerakan Salafi yang lebih puritan. Perbedaan interpretasi ini sering muncul pada isu-isu cabang (furu') yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah (Asma' wa Sifat) dan praktik keagamaan (ibadah dan muamalah) yang dianggap bid'ah oleh sebagian pihak.
Gerakan yang sering disebut dengan istilah Wahabi (atau lebih tepatnya, pengikut mazhab yang menganut pemahaman Salafi kontemporer) cenderung menekankan pemahaman literal (dzahir) terhadap teks-teks agama, menolak apa pun yang mereka anggap sebagai inovasi (bid'ah) yang tidak memiliki dasar kuat dari Al-Qur'an dan Sunnah sebagaimana dipahami oleh tiga generasi awal umat Islam (Salafus Shalih).
Dalam konteks ini, beberapa poin dalam Aqidah Thahawiyah yang mengadopsi pendekatan teologis rasional (kalam) atau yang membolehkan takwil (interpretasi non-literal) terhadap sifat-sifat tertentu Allah, sering kali menjadi sasaran kritik. Para pengikut pemahaman Salafi merasa bahwa tradisi teologis Asy'ariyah atau Maturidiyah (yang sering dikaitkan dengan rujukan Aqidah Thahawiyah) terlalu banyak memasukkan filsafat Yunani atau menggunakan penalaran yang melampaui batasan wahyu.
Meskipun terdapat ketegangan interpretatif, penting untuk dicatat bahwa Aqidah Thahawiyah secara umum masih diakui keislamannya oleh mayoritas ulama Sunni, termasuk banyak tokoh dalam gerakan yang lebih konservatif. Banyak ulama kontemporer yang menganut pemahaman Salafi juga mengakui kedudukan historis dan kontribusi Aqidah Thahawiyah dalam menjaga ortodoksi akidah dari penyimpangan ekstrem lainnya.
Perbedaan yang muncul lebih sering bersifat metodologis dan pada cabang-cabang akidah yang bersifat spekulatif. Bagi banyak Muslim, mempelajari Aqidah Thahawiyah adalah cara untuk memahami bagaimana mayoritas umat Islam (terutama di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Turki) telah mempertahankan keimanan mereka selama berabad-abad. Sementara itu, dialog terus berlangsung mengenai bagaimana prinsip-prinsip akidah yang solid harus diterapkan di era modern tanpa terjebak dalam taklid buta atau sikap berlebihan dalam menolak warisan keilmuan Islam. Menjaga keseimbangan antara penghormatan terhadap tradisi ulama terdahulu dan pemahaman yang murni berdasarkan dalil adalah tantangan utama dalam studi akidah saat ini.