Ibadah aqiqah merupakan salah satu sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) dalam Islam yang dilaksanakan sebagai bentuk syukur atas kelahiran seorang anak. Di Indonesia, terdapat berbagai pandangan mazhab dan organisasi Islam mengenai pelaksanaan ibadah ini. Salah satu pandangan yang penting untuk diketahui adalah pandangan yang dipegang oleh Persatuan Islam, atau yang lebih dikenal dengan sebutan PERSIS.
PERSIS sebagai organisasi yang menganut paham Ahlus Sunnah wal Jama'ah dengan corak pemikiran pembaharuan (tajdid) cenderung melihat permasalahan fikih berdasarkan dalil-dalil Al-Qur'an dan Sunnah secara tekstual, membuang unsur-unsur tradisi yang dianggap tidak memiliki dasar kuat. Dalam konteks aqiqah, pandangan PERSIS berpegang teguh pada tuntunan Rasulullah ﷺ.
Dasar Hukum dan Kedudukan Aqiqah
Menurut kajian fikih yang dianut PERSIS, aqiqah adalah ibadah yang disyariatkan dan memiliki landasan kuat dalam hadis-hadis sahih. Aqiqah bukan sekadar tradisi budaya, melainkan sebuah ritual penyembelihan hewan ternak sebagai ekspresi terima kasih kepada Allah SWT atas karunia seorang anak.
Para ulama PERSIS menempatkan aqiqah dalam kategori sunnah muakkadah, yang berarti sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Pelaksanaannya dilakukan dengan menyembelih kambing atau domba pada hari ketujuh setelah kelahiran anak. Meskipun demikian, jika karena suatu kendala baru dilaksanakan di kemudian hari, hal tersebut masih diperbolehkan selama mampu.
Jumlah dan Jenis Hewan yang Disyariatkan
Ketentuan mengenai jumlah hewan aqiqah menjadi poin penting yang ditegaskan oleh PERSIS, mengikuti ketetapan yang seringkali dirujuk dari hadis-hadis Nabi.
- Untuk Anak Laki-laki: Dua ekor kambing (atau domba).
- Untuk Anak Perempuan: Satu ekor kambing (atau domba).
Persyaratan hewan yang disembelih—terkait usia, kesehatan, dan tidak memiliki cacat—harus memenuhi standar yang sama dengan hewan kurban Idul Adha. PERSIS menekankan bahwa kemurnian pelaksanaan sesuai syariat adalah kunci utama, sehingga hewan harus benar-benar memenuhi syarat sahnya aqiqah.
Pembagian Daging Aqiqah Menurut Perspektif PERSIS
Salah satu perbedaan implementasi dalam ibadah sosial seperti aqiqah adalah mengenai tata cara pembagian dagingnya. Meskipun inti dari aqiqah adalah ibadah, aspek sosialnya sangat ditekankan. PERSIS cenderung menganjurkan pembagian daging yang fleksibel namun tetap mengutamakan kepentingan fakir miskin, sesuai dengan semangat sedekah.
Secara umum, daging aqiqah dianjurkan untuk dibagi menjadi tiga bagian, meskipun ini bukan kewajiban mutlak sebagaimana pembagian daging kurban yang lebih ketat aturannya:
- Dimasak dan dibagikan kepada tetangga, kerabat, atau dihadiahkan kepada orang yang membutuhkan.
- Disedekahkan kepada fakir miskin (sebagian besar ulama menganjurkan agar daging disedekahkan dalam keadaan mentah, namun dalam praktik modern, didistribusikan dalam bentuk olahan seringkali lebih efektif).
- Untuk dikonsumsi oleh keluarga yang mengadakan aqiqah.
Penting dicatat, berbeda dengan kurban, daging aqiqah diperbolehkan untuk dimasak terlebih dahulu sebelum dibagikan, memudahkan proses distribusi dan konsumsi langsung oleh penerima. PERSIS menekankan bahwa niat utamanya adalah berbagi kebahagiaan dan menolong sesama sebagai wujud rasa syukur.
Hikmah dan Penekanan Syar'i
Dalam pandangan PERSIS, pelaksanaan aqiqah mengandung beberapa hikmah fundamental. Pertama, sebagai bentuk ketundukan penuh kepada syariat Allah SWT. Kedua, sebagai sarana membersihkan diri anak dari segala bentuk nazar atau kekhawatiran jahiliyah yang melekat pada kelahiran. Ketiga, menumbuhkan solidaritas sosial karena daging hasil aqiqah dibagikan kepada lingkungan sekitar.
PERSIS secara konsisten mendorong umat untuk menjauhi praktik-praktik yang mengarah pada bid'ah, seperti mengkhususkan ritual tertentu dalam prosesi aqiqah (misalnya, ritual pencukuran rambut dengan cara yang tidak diajarkan secara eksplisit atau ritual khusus dalam proses penyembelihan). Penekanan diberikan pada kesederhanaan, keikhlasan, dan kesesuaian dengan tuntunan hadis yang shahih.
Dengan demikian, pandangan PERSIS mengenai aqiqah adalah pandangan yang berusaha mengembalikan ibadah ini pada esensi aslinya: syukur nikmat yang diwujudkan melalui penyembelihan hewan sesuai ketentuan syariat, dengan memperhatikan aspek keikhlasan dan peneladanan sunnah Nabi Muhammad ﷺ dalam setiap langkah pelaksanaannya.