Aqiqah Ketika Sudah Menikah: Menjembatani Sunnah dan Realitas

Ilustrasi tentang pelaksanaan ibadah dalam Islam.

Aqiqah adalah tradisi mulia dalam Islam yang dilakukan sebagai bentuk syukur atas kelahiran seorang anak. Secara umum, aqiqah dilakukan oleh orang tua segera setelah kelahiran buah hati mereka. Namun, muncul pertanyaan yang seringkali dihadapi oleh pasangan yang baru menikah atau mereka yang belum sempat melaksanakannya saat anak masih bayi: bagaimana hukum dan tata cara aqiqah saat sudah menikah, padahal anak sudah memasuki usia tertentu?

Memahami Batasan Waktu Ideal Aqiqah

Menurut mayoritas ulama, waktu ideal untuk melaksanakan aqiqah adalah pada hari ketujuh kelahiran bayi. Jika tidak memungkinkan pada hari ketujuh, bisa dilakukan pada hari keempat belas, atau hari kedua puluh satu (hari ketujuh dari tiga minggu). Pelaksanaan di waktu-waktu ini dianggap paling utama karena mengikuti sunnah Rasulullah SAW.

Namun, kehidupan seringkali membawa ketidakpastian. Pasangan mungkin baru menikah, baru mampu secara finansial, atau baru menemukan pemahaman yang kuat mengenai pentingnya sunnah ini setelah anaknya beranjak besar. Dalam konteks ini, apakah aqiqah masih bisa dilakukan?

Hukum Melaksanakan Aqiqah Setelah Waktu Ideal

Para ulama berbeda pendapat mengenai batasan waktu maksimal pelaksanaan aqiqah.

Bagi pasangan yang sudah menikah dan memiliki anak yang sudah besar, melakukan aqiqah adalah bentuk qadha (mengganti) atau sekadar melaksanakan anjuran agama yang tertunda. Ini lebih baik daripada tidak melakukannya sama sekali. Dengan kata lain, aqiqah saat sudah menikah untuk anak yang sudah besar tetap disyariatkan sebagai wujud syukur.

Hikmah Melaksanakan Aqiqah Meskipun Terlambat

Ketika aqiqah dilakukan oleh orang tua yang sudah mapan (sudah menikah), hikmahnya menjadi lebih mendalam, terutama jika dilihat dari perspektif meneladani sunnah secara menyeluruh.

  1. Syukur yang Tertunda: Meskipun terlambat, ini menunjukkan kesadaran dan rasa syukur orang tua yang mendalam atas anugerah kelahiran anak yang telah mereka rawat hingga besar.
  2. Pembersihan dan Doa Perlindungan: Aqiqah secara simbolis berfungsi sebagai pembersihan diri dan permohonan perlindungan dari Allah bagi si anak. Momen ini menjadi kesempatan untuk memohon keberkahan bagi anak yang sudah memasuki fase kehidupan baru (remaja atau dewasa).
  3. Tanggung Jawab Sosial: Daging hasil aqiqah dibagikan kepada fakir miskin, kerabat, dan tetangga. Melakukan ini saat kondisi finansial sudah lebih baik dapat memberikan manfaat sosial yang lebih besar.
  4. Pelajaran bagi Anak: Ketika anak sudah cukup umur, ia akan menyaksikan dan memahami pentingnya menunaikan janji agama dan rasa syukur orang tua terhadap karunia Allah.

Tata Cara Aqiqah Saat Sudah Menikah

Secara teknis, pelaksanaan aqiqah ketika anak sudah besar tidak berbeda jauh dengan aqiqah pada umumnya.

Jumlah Hewan Kurban:

Jika yang di-aqiqah adalah anak laki-laki, disunnahkan menyembelih dua ekor kambing. Jika anak perempuan, satu ekor kambing. Jumlah ini tidak berubah meskipun usia anak sudah remaja atau dewasa.

Prosedur Penyembelihan:

Hewan harus memenuhi syarat sah kurban (sehat dan cukup umur). Proses penyembelihan sebaiknya dilakukan sesuai syariat Islam, didahului dengan niat atas nama Allah SWT, dan tidak melukai hewan sebelum waktunya.

Pembagian Daging:

Daging hasil aqiqah biasanya dimasak lalu dibagikan, atau dibagikan dalam keadaan mentah. Sunnahnya adalah sepertiga untuk orang tua/keluarga, sepertiga untuk dihadiahkan kepada kerabat dan teman, dan sepertiga untuk disedekahkan kepada fakir miskin.

Bagi pasangan yang baru menikah dan merasa belum sempurna ibadahnya terkait kelahiran anak, melaksanakan aqiqah saat ini adalah langkah yang sangat dianjurkan. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen terhadap sunnah dan rasa syukur tidak pernah basi. Lakukanlah dengan niat yang ikhlas, karena Allah melihat ketulusan hati dalam setiap ibadah yang dilaksanakan, tidak peduli seberapa jauh waktu idealnya telah terlampaui.

🏠 Homepage