Prosesi akad nikah dalam Islam adalah momen sakral yang mengikat dua insan dalam ikatan suci pernikahan. Inti dari prosesi ini terletak pada dua elemen krusial: Ijab (penawaran/pernyataan dari wali atau yang mewakilkan) dan Qabul (penerimaan dari calon pengantin pria). Agar akad sah secara syariat, pengucapan ijab harus jelas, tidak ambigu, dan menggunakan lafadz yang menunjukkan keinginan untuk menikahkan. Bahasa yang paling diutamakan dan dianggap paling shahih adalah Bahasa Arab, karena merupakan bahasa Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Memahami bacaan ijab bahasa Arab bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan penegasan niat dan pemenuhan rukun nikah. Kesalahan dalam lafadz, baik perubahan makna maupun hilangnya substansi, berpotensi membatalkan akad. Oleh karena itu, wali nikah, penghulu, dan saksi harus memastikan bahwa lafadz yang diucapkan benar-benar sesuai dengan tuntunan syariat.
Lafadz ijab yang paling sering digunakan oleh wali nikah atau penghulu adalah yang secara eksplisit menyatakan penyerahan hak perwalian untuk menikahkan mempelai wanita kepada mempelai pria. Teks ini harus mengandung unsur penyerahan (misalnya, "Aku nikahkan engkau") dan menyebutkan nama mempelai wanita serta mahar yang disepakati.
Berikut adalah contoh bacaan ijab dalam Bahasa Arab yang sangat populer dan diakui keabsahannya dalam banyak mazhab:
Ankahtuka bintī Fulanah (Fulanah binti Fulan) ‘alā ṣadāqin ma‘lūm.
Artinya: "Aku nikahkan engkau dengan putriku (nama putri dari ayah bernama), dengan mas kawin yang telah diketahui (disepakati)."
Terkadang, wali pernikahan tidak dapat hadir dan memberikan kuasa penuh kepada orang lain (seperti penghulu atau wakil resmi). Dalam kasus ini, lafadz ijab harus mencerminkan statusnya sebagai wakil. Kata kuncinya seringkali adalah penggunaan kata yang menunjukkan "pernikahan" atau "penyerahan hak nikah".
Jika yang berakad adalah penghulu atau perwakilan wali, mereka akan menggunakan lafadz yang menegaskan perannya:
Zawwajtuka Fulanah binti Fulan (Fulanah) ‘alā ṣadāqin ma‘lūm.
Artinya: "Aku menikahkan engkau dengan Fulanah binti Fulan (nama mempelai wanita) dengan mas kawin yang telah diketahui."
Penting untuk dicatat bahwa dalam Bahasa Arab, kata "Ankahtu" (أَنكحتُك) yang berarti "Aku nikahkan engkau" seringkali dianggap lebih kuat dan lebih sesuai dengan makna formal penyerahan hak wali dibandingkan kata "Zawwajtu" (زوّجتُك), meskipun keduanya diterima di banyak yurisprudensi fikih selama maknanya jelas mengarah pada akad nikah.
Syarat utama keabsahan ijab adalah ash-shorih (eksplisit/jelas) dan muthabaqah (kesesuaian) antara ijab dan qabul. Lafadz ijab dalam bahasa Arab harus memenuhi beberapa kriteria substansial:
Di Indonesia, meskipun lafadz ijab bahasa Arab menjadi inti, seringkali didahului atau diikuti dengan terjemahan dalam Bahasa Indonesia untuk memastikan semua pihak yang terlibat—terutama saksi yang mungkin kurang fasih berbahasa Arab—memahami substansi perjanjian tersebut. Namun, yang mengikat sah secara ritual adalah lafadz Arab-nya.
Sebelum melangkah pada pengucapan lafadz ijab bahasa Arab di atas, wali nikah dan calon pengantin pria harus sudah memastikan ketersediaan dua orang saksi laki-laki yang adil (Muslim dan baligh). Selain itu, kesepakatan mengenai mahar telah final. Kehadiran mahar (baik tunai maupun ditunda) adalah prasyarat agar ijab dapat dilanjutkan dengan qabul tanpa adanya keraguan.
Inti dari seluruh proses ini adalah komitmen spiritual. Bahasa Arab digunakan sebagai wadah formal yang sakral untuk mengucapkan janji tersebut, menjadikannya ikatan yang kuat di hadapan Allah SWT. Oleh karena itu, latihan pengucapan yang benar sangat dianjurkan untuk menghindari kesalahan fatal yang dapat merusak kesahihan akad nikah.