Akad nikah adalah inti dan pilar utama dalam sahnya pernikahan menurut syariat Islam. Prosesi ini melibatkan serah terima janji suci antara wali/wakil mempelai wanita (disebut juga ijab) dan mempelai pria (disebut kabul) yang disaksikan oleh minimal dua orang saksi dan penghulu. Kelancaran dan ketepatan lafal ijab kabul sangat menentukan keabsahan pernikahan tersebut.
Meskipun lafal dapat bervariasi sedikit tergantung tradisi dan mazhab yang dianut, prinsip dasarnya adalah adanya penyerahan (ijab) dan penerimaan (kabul) yang jelas dan tegas. Mempelajari bacaan ini jauh sebelumnya sangat dianjurkan agar tidak terjadi keraguan atau kesalahan lafal pada momen sakral tersebut.
Sebelum prosesi inti dimulai, beberapa hal penting harus dipastikan:
- Kehadiran Wali Nikah: Harus ada wali nikah yang sah (ayah, kakek, saudara laki-laki kandung, atau yang diizinkan secara syar'i).
- Kehadiran Saksi: Minimal dua orang saksi laki-laki muslim yang adil ('adalah).
- Mahar: Mahar (maskawin) telah disiapkan dan disepakati, meskipun penyerahannya bisa dilakukan saat akad atau setelahnya.
- Kondisi Jiwa: Kedua belah pihak harus dalam keadaan sadar penuh, tanpa paksaan, dan niat yang tulus.
Bagian ini diucapkan oleh wali nikah (atau penghulu/pejabat KUA yang mewakili wali) kepada mempelai pria. Berikut adalah contoh bacaan ijab yang umum digunakan di Indonesia, khususnya merujuk pada format Kementerian Agama:
Wali Nikah berkata kepada calon suami:
أَنْكَحْتُكَ وَزَوَّجْتُكَ فُلاَنَةَ بِنْتَ فُلاَنَةَ عَلَى مَهْرِ مِثْلِ مِائَةِ دِينَارٍ حَاضِرَةً بَاطِنَةً
Ankahtuka wa zawwajtuka fulanata binta fulanata 'ala mahri mitsli mi'ati dinarin hadhiratan bathinah.
Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan [Nama Mempelai Wanita] binti [Nama Ayah Mempelai Wanita] dengan mas kawin berupa emas sebanyak seratus dinar, dibayar tunai.
Catatan Penting: Bagian mahar diganti sesuai kesepakatan (misalnya, seperangkat alat shalat tunai).
Setelah mendengar lafal ijab, calon mempelai pria harus segera menjawab dengan lafal kabul. Jawaban ini harus tegas, jelas, dan tanpa jeda yang lama.
Mempelai Pria berkata:
قَبِلْتُ نِكَاحَهَا وَزَوَاجَهَا عَلَى مَا ذَكَرْتَ
Qabiltu nikaahalaa wa zawwaajahaa 'alaa maa dzakart.
Saya terima nikahnya dan saya kawinnya dengan [Nama Mempelai Wanita] dengan maskawin yang telah disebutkan.
Setelah lafal kabul diucapkan, disunnahkan untuk membaca doa atau kalimat penutup seperti "Barakallahu laka wa baraka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khair" (Semoga Allah memberkahi kamu dan memberkahi atasmu, serta mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan).
Dalam banyak prosesi pernikahan modern, terutama di lingkungan KUA, sering digunakan terjemahan langsung dalam Bahasa Indonesia sebagai penguatan atau pengganti lafal Arab jika diperlukan, meskipun lafal Arab tetap menjadi standar utama.
Ijab (Wali/Penghulu):
"Saya nikahkan engkau, [Nama Mempelai Pria], dengan putri kandung saya, [Nama Mempelai Wanita], dengan mas kawin berupa [sebutkan mahar] dibayar tunai."
Kabul (Mempelai Pria):
"Saya terima nikah dan kawinnya [Nama Mempelai Wanita] binti [Nama Ayah Wanita], dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai."
Inti dari semua bacaan ini adalah kesepakatan yang jelas mengenai objek (siapa yang dinikahkan), subjek (siapa yang menikahi), dan kontraprestasi (mahar).
Keabsahan pernikahan terletak pada pemahaman dan pengucapan yang benar saat akad. Kesalahan fatal bisa terjadi jika:
- Terdapat keraguan atau tawa saat pengucapan.
- Ada jeda yang terlalu panjang antara ijab dan kabul.
- Salah menyebut nama pihak yang dinikahkan.
- Ijab dan kabul tidak menggunakan sharih (kata yang jelas menunjukkan pernikahan, seperti "nikah" atau "kawin"), melainkan kinayah (sindiran) tanpa ada niat yang jelas.
Oleh karena itu, calon pengantin pria sangat dianjurkan untuk menghafal lafal kabulnya dan memastikan wali nikah telah berlatih agar prosesi berjalan lancar dan syah di mata hukum agama. Keikhlasan adalah kunci utama yang akan membawa berkah dalam pernikahan.