Pertanyaan mengenai kebolehan melaksanakan ibadah Aqiqah pada waktu pelaksanaan ibadah Qurban (Idul Adha) seringkali muncul di tengah masyarakat Muslim. Kedua ibadah ini memiliki landasan syariat yang kuat, namun tujuannya berbeda. Memahami perbedaan mendasar ini sangat penting untuk menentukan apakah kedua ibadah tersebut boleh digabungkan atau dilaksanakan bersamaan.
Sebelum membahas kompatibilitasnya, mari kita definisikan keduanya:
Aqiqah adalah sembelihan yang dilakukan sebagai ungkapan syukur atas kelahiran seorang anak. Hukumnya adalah sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan) menurut mayoritas ulama. Hewan yang disembelih untuk laki-laki biasanya dua ekor kambing, sementara untuk perempuan satu ekor kambing. Waktu pelaksanaan Aqiqah idealnya dilakukan pada hari ketujuh kelahiran anak, meskipun boleh ditunda hingga baligh atau bahkan setelahnya jika ada halangan.
Qurban atau Udhhiyah adalah ibadah menyembelih hewan ternak tertentu (unta, sapi, kambing, atau domba) pada hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah). Ibadah ini dilakukan untuk memperingati keteladanan Nabi Ibrahim AS dan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hukum Qurban bagi yang mampu adalah sunnah muakkad.
Inilah inti permasalahan yang sering menjadi perdebatan. Bolehkah hewan sembelihan yang diniatkan untuk Qurban juga diniatkan untuk Aqiqah sekaligus?
Menurut pandangan mayoritas ulama dari berbagai mazhab (termasuk Syafi'iyah, Hanafiyah, dan Hambali), niat untuk Aqiqah tidak boleh digabungkan atau disyirkakan (dicampur) dengan niat Qurban pada satu hewan yang sama.
Alasannya adalah karena kedua ibadah ini memiliki tujuan dan kekhususan waktu yang berbeda:
Jika seseorang menyembelih seekor kambing pada Hari Raya Idul Adha dengan niat "Saya berniat Qurban sekaligus Aqiqah anak saya," maka menurut pendapat yang kuat, sembelihan tersebut hanya sah sebagai Qurban, dan Aqiqah-nya tidak gugur atau tertunaikan. Hal ini karena sifat ibadah yang menuntut kekhususan niat (ta'yin).
Meskipun niat tidak boleh digabung, seorang ayah yang memiliki anak baru lahir dan ingin memanfaatkan momentum Hari Raya Idul Adha untuk bersedekah daging, memiliki beberapa opsi yang sah secara syariat:
Jika kelahiran anak terjadi menjelang Idul Adha, misalnya beberapa minggu sebelumnya, maka waktu yang paling utama untuk Aqiqah adalah pada hari ketujuh kelahiran. Jika hari ketujuh jatuh sebelum Idul Adha, maka lakukan Aqiqah terlebih dahulu.
Apabila hari ketujuh jatuh tepat pada tanggal 10 Dzulhijjah, maka terjadi bentrokan niat. Dalam kondisi ini, sebagian ulama membolehkan mengkhususkan niat untuk Qurban karena batas waktunya ketat. Namun, jika anak baru lahir di bulan Dzulhijjah dan hari ketujuhnya masih sebelum Idul Adha, maka laksanakan Aqiqah sebelum hewan tersebut diniatkan untuk Qurban.
Kesimpulannya, Aqiqah dan Qurban adalah dua ibadah yang terpisah dan tidak boleh disatukan niatnya pada satu ekor hewan. Meskipun keduanya melibatkan penyembelihan hewan, tujuan spiritual dan waktu pelaksanaannya menuntut pemisahan yang jelas agar kedua ibadah tersebut sah dan diterima di sisi Allah SWT.