Akad nikah merupakan momen puncak dalam rangkaian pernikahan. Ini adalah prosesi sakral di mana janji suci diucapkan oleh mempelai pria (Qabul) setelah mempelai wanita atau walinya (Ijab) menyerahkan urusan pernikahan. Keabsahan pernikahan sangat bergantung pada sahnya pengucapan akad ini. Memahami tata cara dan lafadz yang benar sangat penting agar pernikahan diberkahi dan diakui secara agama.
Bagi calon mempelai pria, menguasai lafadz pengucapan akad nikah adalah sebuah kehormatan sekaligus tanggung jawab besar. Proses ini harus dilakukan dengan khidmat, jelas, dan penuh pemahaman akan makna yang diucapkan.
Sebelum membahas lafadz spesifik, penting untuk mengetahui tiga rukun utama yang harus terpenuhi agar akad nikah dianggap sah menurut hukum Islam:
Ijab adalah ucapan dari pihak wanita, biasanya diwakili oleh wali nikah (ayah kandung, kakek, atau kerabat lain yang berhak), yang menyatakan menyerahkan putrinya untuk dinikahkan kepada calon mempelai pria.
Lafadz ijab harus diucapkan dengan jelas, tanpa keraguan, dan didengar oleh calon mempelai pria serta para saksi. Berikut adalah contoh umum lafadz ijab yang sering digunakan:
"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau, [Nama Mempelai Pria], bin [Nama Ayah Mempelai Pria], dengan putri kandung saya bernama [Nama Mempelai Wanita], binti [Nama Ayah Mempelai Wanita], dengan mas kawin berupa [Sebutkan Mahar], dibayar tunai."
Lafadz ini mengandung unsur penyerahan (nikahkan/kawinkan), penunjukan identitas kedua belah pihak, dan penetapan mahar. Kejelasan dalam menyebutkan nama sangat krusial di sini.
Setelah ijab diucapkan, calon mempelai pria harus segera merespons dengan lafadz qabul (penerimaan). Qabul ini harus diucapkan segera setelah ijab selesai, tanpa jeda yang panjang (disebut sebagai fashlu fil majelis).
Berikut adalah lafadz qabul yang harus diucapkan dengan tegas dan lantang:
"Saya terima nikah dan kawinnya [Nama Mempelai Wanita], binti [Nama Ayah Mempelai Wanita], dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai."
Pengucapan qabul ini menjadi penentu sah atau tidaknya akad. Jika mempelai pria ragu, salah menyebutkan mahar, atau mengucapkan kata yang mengandung makna penolakan, akad bisa batal dan harus diulangi.
Meskipun dalam banyak akad modern lafadz Arab (seperti "Bismillahirrohmanirrohim, qobiltu nikahaha...") dibacakan, substansi terjemahan bahasa Indonesia yang jelas harus tetap menjadi fokus utama, terutama jika para pihak tidak fasih berbahasa Arab. Bahasa yang digunakan haruslah bahasa yang dipahami oleh wali, mempelai pria, dan para saksi.
Beberapa poin tambahan yang perlu diperhatikan:
Di Indonesia, proses pengucapan akad nikah di KUA sangat terstruktur. Penghulu akan memandu setiap langkah, mulai dari pembacaan doa, penyerahan mahar, hingga pengucapan ijab qabul secara berurutan. Tugas Anda sebagai calon mempelai pria adalah mendengarkan dengan seksama arahan dari penghulu.
Penghulu biasanya akan meminta Anda mengulang lafadz qabul setelah ia membacakannya. Pastikan suara Anda terdengar jelas, tidak bergumam, dan Anda benar-benar memahami apa yang Anda ucapkan. Jika ada bagian yang kurang jelas atau Anda ingin mengulang karena gugup, segera sampaikan permohonan tersebut sebelum akad dinyatakan selesai oleh penghulu.
Dengan persiapan matang dan pemahaman akan tata cara pengucapan akad nikah ini, diharapkan prosesi suci Anda berjalan lancar, khidmat, dan menghasilkan pernikahan yang diridai oleh Allah SWT.