Aqidah Islam adalah fondasi keyakinan yang menjadi poros utama dalam kehidupan seorang Muslim. Ia bukan sekadar teori, melainkan seperangkat pemahaman mendasar tentang Allah SWT, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul, hari akhir, dan qada serta qadar (ketentuan Allah). Tanpa aqidah yang shahih (benar), segala amal ibadah lainnya akan sia-sia di hadapan-Nya. Memahami contoh aqidah Islam secara konkret sangat penting agar keyakinan kita tidak rapuh digoyahkan oleh keraguan atau pemikiran sesat.
Inti dari aqidah ini dirangkum dalam Rukun Iman, yang merupakan manifestasi praktis dari keimanan yang harus tertanam kuat dalam hati. Berikut adalah penjabaran beberapa contoh dan implikasi dari rukun-rukun tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Ini adalah pondasi tertinggi. Contoh aqidah Islam di sini adalah meyakini bahwa Allah itu Esa (Wahid), tidak beranak dan tidak diperanakkan (sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-Ikhlas). Dalam praktik, ini berarti memurnikan ibadah—shalat, doa, nazar, dan penyembelihan—hanya ditujukan kepada-Nya semata, tanpa menyekutukan-Nya dengan apapun atau siapapun, sekecil apapun bentuknya. Keyakinan ini menumbuhkan rasa aman karena segala keputusan kembali kepada Yang Maha Kuasa dan Maha Adil.
Malaikat adalah makhluk gaib yang diciptakan dari cahaya dan taat mutlak. Contoh praktisnya adalah kesadaran bahwa setiap perbuatan kita dicatat oleh malaikat Raqib (pencatat amal baik) dan Atid (pencatat amal buruk). Kesadaran ini mendorong seorang Muslim untuk selalu menjaga lisannya dari ghibah, tangannya dari kezaliman, dan perilakunya dari maksiat, meskipun dalam keadaan sendirian. Ini adalah bentuk pengawasan ilahi yang bersifat internal.
Seorang Muslim meyakini bahwa Al-Qur’an adalah wahyu terakhir yang membenarkan dan menyempurnakan kitab-kitab sebelumnya (Taurat, Injil, Zabur). Contoh aqidah yang muncul adalah bagaimana Al-Qur'an menjadi satu-satunya sumber hukum dan pedoman hidup utama. Ketika menghadapi masalah sosial, ekonomi, atau pribadi, Muslim yang kokoh aqidahnya akan kembali merujuk pada petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan semata-mata mengikuti tren atau pandangan mayoritas yang belum tentu benar.
Iman kepada Rasul berarti meyakini kenabian Muhammad SAW sebagai penutup para nabi dan rasul, serta meyakini bahwa risalah yang dibawa beliau adalah final. Contoh terdekat dari keimanan ini adalah meneladani akhlak, ucapan, dan perbuatan Nabi Muhammad SAW (As-Sunnah). Ketika kita meneladani kesabaran beliau saat diuji atau kemurahan hati beliau saat berlimpah rezeki, itu adalah manifestasi nyata dari keimanan kita terhadap risalah beliau.
Keyakinan ini berfungsi sebagai motivator terbesar untuk berbuat baik dan meninggalkan keburukan. Contoh praktisnya adalah ketika seseorang menolak tawaran untuk korupsi, meskipun imbalannya besar di dunia. Mengapa? Karena ia yakin bahwa pertanggungjawaban di hadapan Allah di hari penghisaban jauh lebih dahsyat dan permanen. Dunia dipandang sebagai ladang amal (tempat menanam), dan akhirat adalah tempat menuai hasilnya.
Ini sering kali menjadi area yang paling membutuhkan pemahaman yang seimbang. Seorang Muslim percaya bahwa segala sesuatu terjadi atas izin dan ketetapan Allah (Qada), namun ia juga memiliki kehendak bebas untuk memilih (Kasb) yang akan dipertanggungjawabkan. Contohnya adalah ketika seorang siswa belajar keras (usaha/kasb), namun hasil ujiannya tidak sesuai harapan (qada). Keimanan yang benar membuatnya tetap bersyukur atas proses belajar, tidak putus asa, dan segera mencari tahu letak kesalahannya untuk perbaikan di masa depan, tanpa menyalahkan takdir secara pasif.
Secara keseluruhan, contoh aqidah Islam yang sejati adalah keyakinan yang tidak hanya diucapkan di lisan, tetapi terinternalisasi dalam hati dan tercermin dalam seluruh tingkah laku, keputusan, dan pandangan hidup seorang Muslim. Aqidah yang kokoh membawa ketenangan batin, karena ia menjadikan Allah sebagai sumber kepastian tertinggi di tengah ketidakpastian dunia.