Panduan lengkap mengenai pilihan hewan yang disyariatkan untuk ibadah aqiqah.
Aqiqah adalah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) dalam Islam, dilaksanakan sebagai wujud syukur atas karunia kelahiran seorang anak. Pelaksanaan aqiqah melibatkan penyembelihan hewan ternak pada hari ketujuh kelahiran, pembagian dagingnya, serta mencukur rambut bayi dan bersedekah perak seberat timbangan rambut tersebut.
Hewan yang dipilih untuk aqiqah harus memenuhi kriteria hewan kurban, karena aqiqah sering kali dianalogikan dengan ibadah kurban dalam hal jenis dan usia hewan.
Secara umum, hewan yang sah dan utama untuk aqiqah adalah sama dengan hewan yang disyariatkan untuk ibadah kurban. Terdapat dua jenis utama hewan yang diizinkan:
Ini adalah pilihan yang paling umum dan paling utama dalam pelaksanaan aqiqah. Jumlah yang disyariatkan berbeda berdasarkan jenis kelamin anak:
Syarat usia untuk domba/kambing adalah telah memasuki usia Syāh, yaitu telah berganti gigi susu dan tampak sehat. Secara umum, ini berarti berusia minimal enam bulan.
Apabila domba atau kambing sulit didapatkan, atau karena alasan maslahat (kebaikan), sapi atau kerbau dapat digunakan. Sesuai dengan ketentuan kurban, satu ekor sapi atau kerbau setara dengan pahala aqiqah untuk tujuh orang (atau tujuh anak), namun mayoritas ulama menganjurkan tetap mengikuti jumlah minimal per anak:
Usia minimal untuk sapi/kerbau adalah telah memasuki usia satu tahun dan telah berganti gigi seri bawah.
Unta juga termasuk hewan yang diperbolehkan, dengan ketentuan yang sama dengan sapi, yaitu satu ekor unta bisa mewakili aqiqah untuk satu anak. Usia minimal unta adalah lima tahun.
Sama seperti kurban, beberapa jenis hewan tidak memenuhi syarat untuk aqiqah, di antaranya:
Penting untuk memastikan bahwa hewan yang akan disembelih dalam rangka aqiqah benar-benar sehat, gemuk, dan sesuai dengan ketentuan syariat. Hal ini menunjukkan kesungguhan hati dalam bersyukur kepada Allah SWT.
Setelah hewan disembelih, dagingnya dapat dibagikan dengan beberapa cara yang dianjurkan. Meskipun tidak ada aturan baku yang memaksa, praktik yang umum dilakukan adalah membagi daging menjadi tiga bagian:
Sebagian ulama juga menganjurkan agar daging aqiqah dibagikan dalam keadaan sudah dimasak, agar lebih memudahkan penerima untuk langsung mengonsumsinya. Namun, membagikannya mentah juga diperbolehkan asalkan niatnya adalah sedekah.