Hukum Ijab Qabul dalam Pernikahan: Pilar Keabsahan Ikatan

Simbol Ijab Qabul Pernikahan Dua tangan berjabat tangan di tengah, diapit oleh simbol laki-laki dan perempuan, menandakan janji suci.

Ilustrasi visualisasi janji suci (Ijab Qabul).

Pengertian Dasar Ijab Qabul

Dalam hukum pernikahan Islam, ijab qabul (atau akad nikah) merupakan inti dan pilar utama yang menjadikan suatu ikatan perkawinan sah secara syariat. Tanpa adanya ijab (penawaran dari wali atau yang mewakili) dan qabul (penerimaan dari mempelai pria), pernikahan dianggap batal demi hukum agama. Ijab qabul adalah manifestasi verbal dari kerelaan kedua belah pihak untuk mengikatkan diri dalam mahligai rumah tangga yang diridai Allah SWT. Proses ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah perjanjian suci yang mengikat secara spiritual dan yuridis.

Kedudukan Ijab Qabul dalam Fiqih Munakahat

Para ulama sepakat bahwa akad nikah termasuk dalam kategori 'Uqud Muamalat (kontrak/transaksi) yang mensyaratkan adanya rukun dan syarat yang terpenuhi. Ijab qabul adalah rukun yang paling esensial. Jika salah satu unsur ini tidak terpenuhi, akad batal. Misalnya, jika wali melakukan ijab namun mempelai pria tidak mengucapkan qabul dengan jelas, atau sebaliknya, pernikahan tidak sah. Tujuannya adalah untuk menegaskan perpindahan status hukum dari lajang menjadi suami istri, yang kemudian memunculkan serangkaian hak dan kewajiban timbal balik antara keduanya.

Syarat Sah Terhadap Pelaku Ijab dan Qabul

Keabsahan ijab qabul sangat bergantung pada kualifikasi orang yang mengucapkan. Pihak yang melakukan ijab biasanya adalah wali nikah mempelai wanita (ayah, kakek, atau wali hakim), sementara qabul dilakukan oleh mempelai pria. Beberapa syarat utama bagi mereka yang terlibat dalam proses ini meliputi:

  1. Berakal Sehat (Baligh dan Berakal): Kedua belah pihak harus cakap hukum. Mereka harus mampu memahami konsekuensi dan makna dari janji yang diucapkan.
  2. Kerelaan (Ikhtiar): Tidak boleh ada paksaan dalam akad. Baik ijab maupun qabul harus diucapkan atas dasar kerelaan penuh. Jika salah satu pihak dipaksa, akad tersebut menjadi fasid (rusak) atau batal.
  3. Kejelasan Lafaz: Lafaz ijab dan qabul harus jelas, lugas, dan tidak ambigu, menunjukkan maksud pernikahan (bukan pernikahan sementara seperti nikah mut'ah yang dilarang).

Makna Filosofis di Balik Pengucapan

Proses ijab qabul sarat dengan makna filosofis yang mendalam. Ketika wali berkata, "Saya nikahkan engkau dengan putri saya..." dan mempelai pria menjawab, "Saya terima nikahnya..." dengan menyebutkan mahar, momen tersebut adalah puncak penyerahan tanggung jawab dan penerimaan hak. Ini adalah pengakuan publik di hadapan saksi bahwa mereka telah rela menjadikan satu sama lain sebagai pasangan hidup yang sah. Dalam konteks spiritual, ini adalah ikrar di hadapan Tuhan, yang menjamin keberlangsungan garis keturunan dan pembentukan unit keluarga sakinah. Keseriusan dalam mengucapkan kata-kata ini mencerminkan keseriusan mereka dalam memikul amanah pernikahan seumur hidup.

Implikasi Jika Terjadi Kesalahan dalam Akad

Kesalahan fatal dalam ijab qabul dapat berujung pada batalnya pernikahan. Kesalahan ini bisa berupa:

Oleh karena itu, penting bagi petugas pencatat nikah dan wali untuk memastikan bahwa setiap kata yang terucap sudah sesuai dengan ketentuan syariat agar pernikahan yang dibangun di atasnya kokoh dan mendapatkan keberkahan Ilahi.

🏠 Homepage