Hukum Aqiqah Diri Sendiri: Tinjauan Lengkap

Ilustrasi Hewan Kurban untuk Aqiqah Aqiqah

Aqiqah merupakan amalan sunnah muakkad yang sangat dianjurkan dalam Islam sebagai bentuk syukur atas kelahiran seorang anak. Secara umum, aqiqah dilaksanakan oleh orang tua untuk menyambut kelahiran buah hati mereka. Namun, muncul pertanyaan di kalangan umat Islam mengenai hukum aqiqah diri sendiri, yaitu ketika seseorang melaksanakan aqiqah untuk dirinya sendiri, baik karena dulu orang tuanya tidak mampu atau karena alasan lainnya. Memahami hukum dan landasannya sangat penting untuk membedakan antara sunnah yang dianjurkan dan praktik yang tidak memiliki dasar kuat.

Pengertian Dasar Aqiqah

Aqiqah secara bahasa berarti memotong atau memutus. Dalam konteks syariat, aqiqah adalah penyembelihan hewan ternak (kambing atau domba) sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas karunia seorang anak. Mayoritas ulama sepakat bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkad, artinya sangat dianjurkan, namun tidak sampai pada tingkatan wajib.

Pelaksanaan aqiqah memiliki ketentuan spesifik: untuk anak laki-laki disunnahkan dua ekor kambing, sementara untuk anak perempuan disunnahkan satu ekor kambing. Waktu pelaksanaan yang paling utama adalah pada hari ketujuh kelahiran.

Hukum Aqiqah Diri Sendiri Menurut Pandangan Ulama

Mengenai pelaksanaan aqiqah untuk diri sendiri ketika sudah dewasa, mayoritas ulama kontemporer cenderung memandang bahwa hal tersebut tidak disyariatkan dan tidak termasuk dalam lingkup amalan sunnah yang dianjurkan. Argumentasi utama didasarkan pada beberapa poin berikut:

Perbedaan dengan Qurban

Penting untuk membedakan antara aqiqah dan qurban (idul adha). Qurban adalah ibadah yang tujuannya mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih hewan kurban pada hari raya Idul Adha atau hari tasyrik. Qurban bisa diniatkan untuk diri sendiri, keluarga, atau orang lain yang masih hidup maupun yang telah meninggal, dan tidak terikat pada waktu kelahiran. Sementara itu, aqiqah adalah ritual spesifik yang terikat waktu dan momen kelahiran anak.

Jika seseorang merasa memiliki keinginan besar untuk bersyukur atas kelahirannya atau menebus kesempatan aqiqah yang terlewat, sebagian ulama memberikan toleransi dengan anjuran untuk melakukan sedekah besar atau menyembelih hewan kurban alih-alih aqiqah, namun tetap menekankan bahwa itu bukan 'aqiqah' dalam arti hukum syariat.

Mengapa Sunnah Ini Tidak Dilakukan Sendiri?

Aqiqah memiliki aspek sosial yang kuat. Pelaksanaan aqiqah seringkali diikuti dengan penyediaan makanan dan pembagian daging kepada tetangga, fakir miskin, dan kerabat. Ini adalah bagian dari syiar agama dan pengumuman kelahiran. Jika dilakukan sendiri saat dewasa, nuansa sosial dan tujuan pengumuman tersebut menjadi berbeda dan tidak sesuai dengan konteks awal disyariatkannya.

Hukum aqiqah diri sendiri dalam pandangan mayoritas ulama fikih adalah tidak disunnahkan. Jika seseorang sangat menginginkannya karena dorongan hati untuk bersyukur, ia dapat menggantinya dengan amal jariyah lain yang bernilai pahala besar, seperti menyumbang untuk pembangunan masjid, memberikan santunan yatim, atau menunaikan ibadah qurban.

Kesimpulan

Secara ringkas, aqiqah adalah hak dan tanggung jawab orang tua yang dilaksanakan pada masa kehidupan awal seorang anak. Setelah dewasa, amalan ini tidak lagi menjadi tuntunan yang disunnahkan untuk dilaksanakan oleh individu atas dirinya sendiri. Fokus utama bagi seorang Muslim dewasa adalah menjaga kualitas ibadah wajib dan sunnah lain yang jelas dalilnya, seperti shalat, puasa, dan qurban, sebagai wujud syukur kepada Allah SWT. Jika ada keraguan, selalu disarankan untuk mengikuti pandangan jumhur ulama dan memprioritaskan ibadah yang pasti tuntunannya.

🏠 Homepage