Pernikahan dalam Islam adalah sebuah akad suci yang mengikat dua insan dalam bingkai ridha Allah SWT. Salah satu elemen paling sakral dari proses ini adalah ritual ijab kabul. Meskipun di banyak negara, termasuk Indonesia, lafaz kabul seringkali diucapkan dalam bahasa lokal (misalnya Bahasa Indonesia) untuk memastikan pemahaman penuh, penggunaan lafaz asli dalam bahasa Arab tetap memegang kedudukan fundamental dan sunnah yang dianjurkan.
Kedudukan Bahasa Arab dalam Akad Nikah
Akad nikah adalah transaksi legal sekaligus spiritual. Dalam fikih Islam, syarat sahnya akad adalah adanya kerelaan (ridha) dari kedua belah pihak dan adanya ijab (penawaran) serta kabul (penerimaan). Bahasa Arab, sebagai bahasa Al-Qur'an dan hadis, dianggap sebagai bahasa yang paling otentik untuk menyampaikan maksud syariat.
Meskipun para ulama sepakat bahwa akad sah jika dilakukan dalam bahasa apa pun yang dipahami oleh kedua belah pihak (sebagai penerjemah dari maksud syar'i), melafalkan ijab kabul menggunakan bahasa Arab memiliki keutamaan tersendiri. Hal ini menunjukkan penekanan pada keseriusan dan kesucian ikrar yang diucapkan, mendekatkan suasana akad dengan warisan kenabian.
Lafaz Ijab Kabul Klasik dalam Bahasa Arab
Lafaz yang paling sering dikutip dan digunakan dalam konteks murni syariat adalah sebagai berikut. Perlu diingat, lafaz ini harus diucapkan dengan jelas dan dipahami oleh kedua belah pihak, atau jika tidak dipahami, harus disertai terjemahan yang setara maknanya.
1. Lafaz Ijab (Diucapkan oleh Wali/Perwakilan Pihak Perempuan)
Wali nikah (atau yang mewakilinya) biasanya memulai dengan menawarkan atau menikahkan putrinya/wakilnya kepada calon suami.
فَوَّجْتُكَ عَلَى كِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُولِهِ
Fawwajtuka 'ala Kitabillah wa Sunnati Rasulih.
(Artinya: "Aku nikahkan engkau atas dasar Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.")
2. Lafaz Kabul (Diucapkan oleh Calon Suami)
Calon suami kemudian menjawab dengan tegas menyatakan penerimaannya atas akad yang ditawarkan.
قَبِلْتُ نِكَاحَهَا
Qabiltu nikaahahu.
(Artinya: "Saya terima nikahnya.")
Adaptasi dan Fleksibilitas dalam Pelaksanaan
Meskipun lafaz di atas adalah bentuk klasik, banyak pernikahan modern memilih menggunakan versi yang lebih rinci dan disertai mahar, seperti: "Saya nikahkan engkau dengan putri saya bernama [Nama Wanita] dengan mahar berupa [Mahar] dibayar tunai."
Jika akad dilakukan dalam Bahasa Indonesia, maka kata-kata kunci seperti "Saya terima nikahnya" harus diucapkan oleh mempelai pria sebagai bentuk kabul. Tujuan utama dari penggunaan bahasa Arab adalah memastikan bahwa maksud dari "ijab" (penawaran) dan "kabul" (penerimaan) tersampaikan secara utuh dalam konteks syariat. Keberadaan dua orang saksi yang memahami bahasa yang digunakan adalah hal yang mutlak diperlukan untuk memvalidasi akad tersebut.
Melafalkan ijab kabul menggunakan bahasa Arab memberikan nuansa sakral yang sulit digantikan. Hal ini mengingatkan seluruh pihak yang terlibat bahwa ikatan yang terjalin bukan hanya ikatan sosial, tetapi sebuah perjanjian suci di hadapan Allah SWT, sebagaimana dicontohkan dalam sejarah Islam. Keindahan bahasa ini membantu menanamkan kekhidmatan pada momen penting tersebut, menjadikannya kenangan yang tak terlupakan dan berkah bagi kedua mempelai dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Kesederhanaan lafaz Arab tersebut justru mengandung makna yang sangat mendalam: penerimaan penuh atas tanggung jawab pernikahan.
Pada akhirnya, kesempurnaan akad terletak pada niat yang tulus, pemahaman yang jelas, serta terpenuhinya rukun dan syarat pernikahan, terlepas dari bahasa apa yang digunakan untuk menyampaikannya. Namun, bagi mereka yang mampu, memilih lafaz bahasa Arab adalah penghormatan terhadap tradisi keilmuan Islam.