Ijab kabul merupakan inti fundamental dalam serangkaian prosesi pernikahan, terutama dalam konteks pernikahan Islam. Ia bukan sekadar formalitas lisan, melainkan sebuah ritual sakral di mana janji suci dipertukarkan antara wali nikah (atau yang mewakilinya) dengan calon mempelai pria. Meskipun secara tradisional ijab kabul dilakukan secara lisan, pemahaman tentang esensi dari ijab kabul tulisan menjadi semakin relevan di era modern, baik sebagai dokumentasi, penegasan, maupun sebagai panduan tekstual yang memastikan keabsahan prosesi tersebut.
Inti dari sahnya pernikahan terletak pada dialog ijab (penyerahan/penawaran) dan kabul (penerimaan). Ketika kita berbicara mengenai "ijab kabul tulisan," kita merujuk pada bentuk tekstual dari janji tersebut. Secara syar'i, ijab kabul harus didengar dan dipahami oleh kedua belah pihak secara langsung. Namun, teks tertulis berfungsi sebagai alat bantu yang krusial. Teks ini memastikan bahwa lafaz yang diucapkan tidak keliru, mengandung unsur-unsur rukun nikah yang lengkap, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di yurisdiksi setempat.
Dalam banyak pencatatan pernikahan modern, terutama di kantor urusan agama atau catatan sipil, formulir yang diisi dan ditandatangani—yang pada dasarnya adalah bentuk ijab kabul tulisan—menjadi bukti legalitas yang tak terbantahkan. Dokumen ini merangkum semua detail penting: nama lengkap, mahar (mas kawin), serta waktu dan tempat pelaksanaan akad. Penandatanganan oleh para saksi, mempelai, dan penghulu mengunci komitmen yang telah diucapkan secara lisan.
Ada beberapa alasan mendasar mengapa referensi tekstual terhadap ijab kabul sangat dianjurkan, meskipun lisan adalah syarat utamanya.
Meskipun redaksi bisa sedikit bervariasi berdasarkan tradisi atau mazhab, teks ijab kabul yang ideal harus mencakup beberapa elemen kunci:
Bagian Ijab (Diucapkan Wali/Penghulu): "Wahai Ananda [Nama Mempelai Pria], saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan putri kandung saya yang bernama [Nama Mempelai Wanita] dengan mas kawin berupa [Sebutkan Mahar secara rinci: uang tunai/emas/alat sholat] dibayar tunai."
**Bagian Kabul (Diucapkan Mempelai Pria):** "[Nama Mempelai Pria], saya terima nikah dan kawinnya [Nama Mempelai Wanita] binti [Nama Ayah Mempelai Wanita] dengan mas kawin tersebut, tunai."
Perhatikan bahwa penekanan pada kata "tunai" (jika memang dibayar saat itu juga) sangat penting. Teks tertulis memastikan tidak ada ambiguitas mengenai pembayaran mahar. Jika ada syarat lain (misalnya, mempelai wanita tetap boleh bekerja atau melanjutkan studi), syarat tersebut harus diintegrasikan ke dalam kalimat ijab kabul sebagai syarat yang mengikat. Kesalahan dalam penulisan syarat ini dapat membatalkan keabsahan syarat tersebut, meskipun akadnya sendiri mungkin tetap sah.
Saat ini, seiring dengan kemajuan teknologi, ada diskusi mengenai bentuk dokumentasi digital. Meskipun akad tetap harus dilakukan secara lisan di hadapan saksi, salinan digital atau catatan digital dari isi akad menjadi cadangan penting. Beberapa pasangan kini bahkan memiliki lembaran akad nikah yang indah, yang berisi teks lengkap ijab kabul, yang mereka tandatangani sebelum atau sesudah akad resmi. Lembaran ini, yang disebut juga sebagai 'surat perjanjian pra-nikah' atau 'dokumen komitmen', berfungsi sebagai pengingat pribadi akan janji yang telah diikrarkan.
Singkatnya, fokus utama pernikahan adalah pengucapan lisan yang disaksikan. Namun, ijab kabul tulisan, dalam bentuk naskah akad, formulir pencatatan, atau akta nikah, adalah jembatan antara janji spiritual dan realitas hukum. Teks ini mengabadikan komitmen tersebut, memberikan kepastian hukum, dan menjadi saksi bisu keabsahan ikatan suci antara dua insan. Memahami dan mempersiapkan teks ini dengan cermat adalah bentuk penghormatan terhadap kesakralan momen ijab kabul itu sendiri.