Ilustrasi konseptual keseimbangan antara keyakinan dan perilaku.
Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di Madrasah Ibtidaiyah (MI) memiliki pilar utama yang mencakup Al-Qur'an dan Hadis, Akidah Akhlak, Fikih, serta Sejarah Kebudayaan Islam. Fokus utama dari mata pelajaran Akidah Akhlak adalah menanamkan pondasi keimanan yang kokoh serta membentuk karakter mulia (akhlak) pada peserta didik sejak usia dini. Kurikulum yang digunakan, sering disebut sebagai Kurikulum 2013 (K-13) versi Madrasah, menekankan pendekatan tematik dan integratif. Hal ini bertujuan agar konsep abstrak keimanan dapat diinternalisasi menjadi perilaku nyata sehari-hari.
Akidah, yang berarti kepercayaan atau keyakinan, merupakan inti dari ajaran Islam. Dalam konteks MI, materi akidah disajikan secara bertahap, dimulai dari pengenalan Rukun Iman secara sederhana dan kontekstual. Materi ini mencakup pengenalan terhadap Allah SWT melalui ciptaan-Nya, keyakinan terhadap malaikat, kitab suci, rasul, hari akhir, dan qada qadar. Penyampaiannya dirancang agar mudah dicerna oleh anak usia sekolah dasar. Guru dituntut menggunakan metode pembelajaran yang aktif, seperti bercerita, demonstrasi, atau observasi lingkungan sekitar, daripada hanya ceramah. Tujuannya adalah menciptakan pemahaman yang murni dan tak tergoyahkan mengenai tauhid.
Jika akidah adalah fondasi internal, maka akhlak adalah manifestasi eksternal. Kurikulum Akidah Akhlak MI 2013 sangat memperhatikan pembentukan akhlak terpuji (mahmudah) dan penghindaran akhlak tercela (madzmumah). Materi ini dibagi menjadi dua ranah utama: Akhlak kepada Allah dan Rasul, serta Akhlak terhadap sesama manusia dan lingkungan. Pembelajaran akhlak tidak boleh berhenti di ranah kognitif; ia harus mengarah pada pembiasaan (habituasi). Misalnya, materi tentang kejujuran tidak hanya diajarkan sebagai konsep, tetapi siswa didorong untuk mempraktikkannya dalam kegiatan harian di kelas, seperti saat mengumpulkan tugas atau melaporkan sesuatu.
Salah satu ciri khas implementasi Kurikulum 2013 adalah pendekatan tematik. Dalam Akidah Akhlak, integrasi ini berarti materi sering kali dikaitkan dengan tema pembelajaran lain. Misalnya, saat siswa mempelajari tema "Lingkungan" dalam mata pelajaran lain, guru Akidah Akhlak dapat memperkuatnya dengan konsep akhlak menjaga kebersihan atau bersyukur atas nikmat alam. Integrasi ini membuat pembelajaran tidak terasa terkotak-kotak dan membantu siswa melihat relevansi agama dalam kehidupan nyata mereka. Selain itu, penilaian dalam kurikulum ini tidak hanya berfokus pada hasil ujian tertulis, melainkan juga pada penilaian sikap (afektif) yang diamati secara berkelanjutan melalui jurnal observasi guru.
Implementasi Kurikulum Akidah Akhlak di MI menghadapi tantangan tersendiri. Keterbatasan media pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan kognitif anak usia dini sering menjadi kendala. Selain itu, keberhasilan pembelajaran ini sangat bergantung pada kompetensi guru dalam menjembatani nilai-nilai abstrak dengan realitas konkret siswa. Guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, di mana siswa merasa aman untuk bertanya dan mencontoh perilaku baik yang diajarkan. Penguatan antara materi yang diajarkan di madrasah dengan penanaman nilai yang dilakukan oleh orang tua di rumah juga krusial untuk memastikan internalisasi akidah dan akhlak berlangsung optimal.
Tujuan akhir dari Kurikulum Akidah Akhlak MI 2013 adalah menghasilkan lulusan MI yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga memiliki karakter Islami yang kuat. Fondasi akidah yang tertanam sejak dini menjadi benteng spiritual bagi mereka saat memasuki jenjang pendidikan selanjutnya (MTs dan MA), sementara akhlak yang terbentuk menjadi modal sosial mereka dalam bermasyarakat. Dengan penekanan pada nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang seimbang, kurikulum ini berperan vital dalam membentuk generasi penerus bangsa yang beriman, berakhlak mulia, dan bertanggung jawab.