Keutamaan dan Sunnah Tambahan dalam Penyembelihan: Selain Membaca Basmalah

Simbol Penyembelihan Syar'i بِسْمِ ٱللّٰهِ وَاللّهُ أَكْبَرُ

Penyembelihan (Adz-Dhabihah) adalah sebuah amal ibadah yang memiliki kedudukan sangat penting dalam syariat Islam. Ia merupakan prasyarat mutlak yang membedakan antara bangkai yang haram dikonsumsi dengan daging yang halal dan thayyib (baik). Fikih penyembelihan tidak hanya mengatur mengenai tata cara fisik yang paling efisien dan manusiawi (prinsip ihsan), tetapi juga menetapkan syarat-syarat spiritual yang harus dipenuhi oleh penyembelih, yang mana inti dari syarat spiritual ini adalah pembacaan Asma Allah.

Konsensus ulama menetapkan bahwa kewajiban minimal yang harus diucapkan oleh penyembelih saat mengalirkan darah hewan adalah Tasmiyah, yakni membaca Basmalah (Bismillah, atau Bismillahi Allahu Akbar). Pembacaan Basmalah ini adalah kunci pembuka kehalalan. Namun, kajian mendalam terhadap Sunnah Nabi Muhammad ﷺ mengungkapkan bahwa selain pembacaan Basmalah yang wajib atau sangat ditekankan, terdapat rangkaian dzikir dan doa tambahan yang sangat disunnahkan, bahkan oleh sebagian ulama dianggap sebagai Sunnah Muakkadah (Sunnah yang sangat ditekankan) terutama dalam konteks penyembelihan Qurban (Udhiyyah).

I. Hakikat Sunnah Tambahan: Takbir dan Doa Dedikasi

Pertanyaan fundamental dalam fikih penyembelihan adalah: selain membaca basmalah, penyembelih juga disunnahkan membaca apa? Jawaban yang paling sahih dan paling sering diamalkan, terutama dalam konteks penyembelihan yang bernilai ibadah seperti qurban, adalah pembacaan Takbir (Allahu Akbar) dan Doa Dedikasi (pernyataan pengakuan bahwa sembelihan tersebut adalah karunia dari Allah dan dipersembahkan hanya kepada-Nya).

A. Pembacaan Takbir (Allahu Akbar)

Meskipun Basmalah adalah syarat primer, penyertaan Takbir (mengucapkan "Allahu Akbar") telah menjadi praktik yang sangat kuat dalam tradisi penyembelihan Sunnah. Para ulama dari empat madzhab besar (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) sepakat bahwa Takbir disunnahkan, meskipun mereka berbeda pendapat mengenai hukum Basmalah itu sendiri (apakah wajib, atau hanya sunnah jika Basmalah sudah diucapkan).

Dalam hadis-hadis yang berkaitan dengan penyembelihan Qurban Rasulullah ﷺ, seringkali disebutkan bahwa beliau menggabungkan Basmalah dan Takbir. Hal ini mengindikasikan bahwa pengucapan kedua dzikir ini secara bersamaan adalah puncak kesempurnaan dalam pelaksanaan Sunnah penyembelihan, yang menunjukkan pengagungan terhadap Allah ﷻ yang telah memberikan izin atas kehidupan dan kematian hewan tersebut.

بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ

"Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar."

Penyertaan Takbir berfungsi untuk memperkuat niat dan tauhid. Basmalah menyatakan bahwa tindakan ini dilakukan 'dengan nama Allah', sedangkan Takbir menyatakan bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Besar dan berhak atas segala ibadah, termasuk penyembelihan tersebut. Ini adalah deklarasi penolakan terhadap penyembelihan yang dilakukan atas nama selain Allah, praktik yang dilarang keras dalam Islam.

B. Doa Dedikasi (Hadza Minka wa Laka)

Sunnah tambahan yang memiliki nilai spiritual tertinggi, khususnya dalam konteks Qurban, adalah pembacaan doa yang menyatakan bahwa hewan tersebut berasal dari Allah dan ditujukan kembali kepada-Nya. Doa ini adalah manifestasi konkret dari keikhlasan niat (tauhid) dalam ibadah penyembelihan. Lafadz yang paling umum diajarkan dan diamalkan, diambil dari hadis riwayat Imam Muslim, adalah doa ketika Rasulullah ﷺ menyembelih Qurban:

اللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ

"Ya Allah, ini (sembelihan) berasal dari-Mu dan untuk-Mu."

Lafadz ini sering diikuti dengan menyebutkan nama orang yang berqurban, misalnya: "اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ [Nama Orang/Keluarga]" (Ya Allah, terimalah dari [Nama Orang/Keluarga]). Doa ini sangat penting karena ia menetapkan bahwa tindakan ini bukan sekadar pemotongan daging, tetapi sebuah persembahan spiritual yang disalurkan kembali kepada Sumber segala nikmat.

II. Landasan Syar'i (Dalil) Dzikir Tambahan

Landasan utama yang digunakan oleh para fuqaha untuk menetapkan Sunnah tambahan ini berasal dari praktik (Sunnah Fi'liyah) Rasulullah ﷺ sendiri ketika beliau melaksanakan penyembelihan, terutama saat Idul Adha.

A. Hadis Jami' (Kompilasi Dzikir)

Hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, yang menjelaskan tentang penyembelihan qurban oleh Nabi ﷺ, adalah salah satu dalil terkuat. Hadis ini secara jelas mencantumkan Basmalah dan Takbir:

"Nabi ﷺ berqurban dengan dua ekor domba yang gemuk dan bertanduk. Beliau menyembelih keduanya dengan tangannya sendiri, sambil membaca 'Bismillah wallahu Akbar', dan beliau meletakkan kakinya di atas sisi leher domba tersebut." (Muttafaqun Alaih, diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).

Hadis lain, yang mencakup aspek dedikasi (minka wa laka), berasal dari riwayat Jabir bin Abdullah, yang menjelaskan tentang penyembelihan Udhiyyah, di mana terdapat penambahan doa pengakuan niat yang mendalam:

"Ketika Rasulullah ﷺ menyembelih, beliau membaca: 'Bismillah, Allahu Akbar. Allahumma hadza minka wa laka. Allahumma taqabbal min Muhammadin wa Aali Muhammadin' (Dengan nama Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, ini dari-Mu dan untuk-Mu. Ya Allah, terimalah dari Muhammad dan keluarga Muhammad)." (HR. Muslim).

Dari rangkaian hadis ini, jelas bahwa seorang penyembelih, khususnya dalam konteks ibadah (Qurban dan Aqiqah), disunnahkan untuk melakukan rangkaian dzikir yang mencakup tiga elemen utama secara berurutan:

  1. Tasmiyah (Basmalah): Wajib atau sangat ditekankan.
  2. Takbir: Sunnah Muakkadah.
  3. Doa Dedikasi (Niat): Sunnah Mandoob (dianjurkan) untuk penguatan niat dan pahala.

B. Analisis Hukum (Hukum Takbir)

Mengapa Takbir tidak dianggap sebagai kewajiban (wajib) seperti Basmalah? Para ulama berpendapat bahwa kehalalan daging bergantung pada pengucapan Asma Allah (Basmalah) sesuai firman Allah dalam Surah Al-An’am ayat 121: "Dan janganlah kamu memakan dari apa (hewan) yang tidak disebutkan nama Allah atasnya..." Mayoritas ulama berpandangan bahwa Takbir, meskipun Rasulullah ﷺ selalu melakukannya, berfungsi sebagai penyempurna ibadah (kamaliyah), bukan sebagai syarat sah (syartu sihhatil dhabihah).

Meskipun demikian, keumuman praktik Nabi ﷺ dalam menyertakan Takbir membuat meninggalkannya tanpa uzur dianggap mengurangi kesempurnaan amal. Ini adalah perbedaan penting dalam fikih: meninggalkan yang wajib membatalkan, meninggalkan yang sunnah muakkadah mengurangi pahala secara signifikan.

III. Pandangan Empat Madzhab Fiqh Mengenai Sunnah Tambahan

Meskipun semua madzhab sepakat bahwa Basmalah adalah elemen kunci, rincian mengenai Sunnah tambahan, khususnya Takbir dan doa dedikasi, memiliki sedikit perbedaan penekanan.

A. Madzhab Hanafi

Dalam Madzhab Hanafi, Basmalah (Tasmiyah) adalah syarat sah (wajib) yang mana jika ditinggalkan secara sengaja, sembelihan menjadi haram. Namun, jika ditinggalkan karena lupa, sembelihan tetap halal. Mengenai Takbir, Mazhab Hanafi memandang Takbir sebagai Sunnah Muakkadah.

Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya menekankan bahwa penyertaan "Allahu Akbar" saat penyembelihan adalah cara terbaik untuk memastikan keikhlasan dan pengagungan. Mereka juga menganjurkan agar penyembelih menyebutkan nama orang yang berqurban jika penyembelihan tersebut dilakukan sebagai qurban perwakilan, sebagai bagian dari doa dedikasi.

Elaborasi Mendalam Fiqh Hanafi: Fiqh Hanafi sangat ketat terhadap aspek *tasmiyah*. Mereka melihat penyembelihan sebagai tindakan ibadah yang meniru proses kurban yang diterima dari masa lalu. Oleh karena itu, semua elemen yang Nabi ﷺ tambahkan dalam Qurban, termasuk Takbir, diangkat derajatnya menjadi Sunnah Muakkadah. Mereka berargumen bahwa Takbir berfungsi sebagai penegasan bahwa penyembelihan ini tidak ditujukan kepada berhala atau tandingan Allah, melainkan murni deklarasi Tauhid di momen pengaliran darah.

B. Madzhab Maliki

Madzhab Maliki memiliki pandangan yang berbeda mengenai Basmalah itu sendiri. Imam Malik berpendapat bahwa Basmalah adalah Sunnah Muakkadah, bukan wajib mutlak, karena menurutnya penyembelihan yang dilakukan oleh Muslim sudah mengandung niat Basmalah secara implisit, kecuali jika ia sengaja meninggalkan Basmalah dengan maksud meremehkan syariat. Namun, dalam prakteknya, Maliki sangat menganjurkan Basmalah.

Mengenai Takbir, Madzhab Maliki menganggapnya sebagai Sunnah Mandoob (dianjurkan). Mereka melihat bahwa hadis-hadis yang menyebutkan Takbir sebagian besar terkait dengan penyembelihan qurban, sehingga Takbir lebih ditekankan pada ibadah qurban daripada penyembelihan sehari-hari.

C. Madzhab Syafi'i

Madzhab Syafi’i menetapkan Basmalah sebagai Sunnah (tidak wajib), dengan catatan bahwa jika Basmalah ditinggalkan, baik sengaja maupun lupa, sembelihan tetap halal, karena yang menjadi syarat utama adalah penyembelih harus Muslim dan alatnya tajam. Namun, para Syafi'iyyah sangat menganjurkan Tasmiyah agar sempurna ibadahnya.

Adapun Takbir, Madzhab Syafi’i secara eksplisit menyatakan bahwa penyembelih disunnahkan untuk menggabungkan Basmalah dan Takbir. Mereka melihat ini sebagai penyempurnaan, mengikuti praktik Nabi ﷺ. Lebih jauh lagi, mereka sangat menganjurkan penambahan doa dedikasi (seperti: hadza minka wa laka) dan sholawat kepada Nabi ﷺ saat menyembelih hewan Qurban.

Elaborasi Mendalam Fiqh Syafi'i: Bagi Syafi'iyyah, fokus utama kehalalan adalah pada tindakan fisik penyembelihan (memutus urat leher) dan status penyembelih. Dzikir adalah aspek spiritual. Meskipun demikian, Sunnah Muakkadah dalam mazhab ini adalah untuk mengucapkan secara penuh: "Bismillahi, wallahu Akbar, Allahumma shalli 'ala Muhammadin wa 'ala ali Muhammadin, Allahumma taqabbal min fulan." Ini menunjukkan pendekatan yang sangat komprehensif terhadap kesempurnaan ritual.

D. Madzhab Hanbali

Madzhab Hanbali, seperti Hanafi, memandang Basmalah sebagai Wajib, dan jika ditinggalkan dengan sengaja, sembelihan menjadi haram. Namun, jika ditinggalkan karena lupa, sembelihan tetap halal.

Penyertaan Takbir, dalam pandangan Hanbali, juga merupakan Sunnah Muakkadah. Mereka sangat berpegang teguh pada hadis-hadis yang menceritakan praktik Nabi ﷺ dalam berqurban. Oleh karena itu, seorang Hanbali disunnahkan membaca: Basmalah, Takbir, dan Doa Dedikasi. Mereka juga sangat menganjurkan penyembelihan dilakukan oleh pemilik qurban itu sendiri, atau setidaknya hadir saat penyembelihan, untuk memperkuat niat dan dzikir.

Ringkasan Sunnah Tambahan

Meskipun terdapat perbedaan minor mengenai wajib atau sunnahnya Basmalah, semua madzhab sepakat bahwa rangkaian dzikir paling sempurna saat penyembelihan adalah penggabungan Tasmiyah dan Takbir, diikuti dengan Doa Dedikasi (penyebutan nama yang berqurban).

IV. Detail Kaifiyah (Tata Cara) yang Menyertai Dzikir

Kesempurnaan penyembelihan tidak hanya terletak pada apa yang diucapkan, tetapi juga pada bagaimana proses itu dilakukan. Dzikir dan tindakan fisik harus sinkron dan sesuai dengan prinsip ihsan (keunggulan dan kasih sayang) yang diperintahkan Rasulullah ﷺ. Sunnah tambahan ini meliputi aspek fisik dan spiritual yang harus dilakukan secara serentak.

A. Ihsan dalam Penyembelihan

Penyembelih disunnahkan memastikan bahwa hewan tidak disiksa atau merasa takut berlebihan sebelum disembelih. Prinsip ihsan, yang juga merupakan Sunnah yang ditekankan, menuntut beberapa hal:

  1. Penajaman Alat: Menggunakan pisau yang sangat tajam agar penyembelihan berlangsung cepat dan meminimalisir rasa sakit. Ini didasarkan pada sabda Nabi ﷺ: "Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat ihsan atas segala sesuatu. Maka, jika kamu menyembelih, sembelihlah dengan cara yang baik, dan hendaklah salah seorang di antara kamu menajamkan pisaunya, dan menenangkan hewan sembelihannya." (HR. Muslim).
  2. Arah Kiblat: Hewan disunnahkan dihadapkan ke arah Kiblat saat penyembelihan dilakukan. Ini adalah penekanan dimensi ibadah.
  3. Penekanan Tangan: Meletakkan kaki atau tangan di atas leher hewan (khususnya kambing/domba) untuk menahan gerakan agar pemotongan urat berlangsung sempurna, sebagaimana yang dicontohkan Nabi ﷺ.

Dzikir (Basmalah dan Takbir) harus diucapkan tepat pada saat pisau mulai memotong urat. Jika dzikir diucapkan terlalu cepat atau terlalu lambat (misalnya, diucapkan jauh sebelum pemotongan atau setelah urat terpotong), kesempurnaannya akan hilang, dan bahkan dapat mempengaruhi kehalalannya (menurut pendapat yang mewajibkan Basmalah).

B. Perbedaan Dzikir Qurban dan Dzikir Biasa

Salah satu poin penting dalam kajian ini adalah bahwa Sunnah tambahan, terutama Doa Dedikasi ("Allahumma hadza minka wa laka"), memiliki penekanan lebih kuat pada penyembelihan yang bernilai ibadah khusus (seperti Qurban dan Aqiqah). Dalam penyembelihan hewan untuk konsumsi sehari-hari (penyembelihan daging di pasar), kewajiban utamanya adalah Tasmiyah (Basmalah). Sementara Takbir tetap disunnahkan, doa dedikasi spesifik yang menyebutkan nama orang yang berqurban menjadi kurang relevan.

Penyembelihan Qurban adalah tindakan simbolis persembahan kepada Allah, mengingatkan pada kisah Nabi Ibrahim AS. Oleh karena itu, rangkaian dzikirnya harus mencerminkan niat ketaatan, syukur, dan penyerahan total, yang diekspresikan melalui Basmalah, Takbir, dan Doa Dedikasi.

V. Dimensi Teologis dan Spiritual Dzikir Penyembelihan

Mengapa Islam menetapkan bahwa penyembelihan harus disertai dengan dzikir? Ini bukan sekadar formalitas hukum; ini adalah landasan spiritual yang mendalam, yang berfungsi untuk membedakan perbuatan manusia dari tindakan binatang buas, serta membedakan ritual Muslim dari ritual penyembah berhala.

A. Penguatan Tauhid (Keikhlasan)

Inti dari Basmalah dan Takbir adalah penguatan Tauhid. Hewan adalah makhluk Allah yang diciptakan untuk dimanfaatkan manusia. Mengambil nyawa makhluk hidup adalah tindakan yang tidak sepele, dan izin untuk melakukannya harus berasal dari Sang Pencipta. Ketika penyembelih mengucapkan Basmalah, ia mengakui bahwa ia bertindak sebagai khalifah (wakil) di bumi yang diizinkan menggunakan nama Allah untuk memutus kehidupan, dan hanya dengan izin-Nya tindakan ini menjadi halal.

Takbir ("Allahu Akbar") berfungsi sebagai penegasan bahwa ibadah (termasuk kurban) hanya ditujukan kepada Allah Yang Maha Besar. Ini mencegah kemusyrikan atau anggapan bahwa sembelihan tersebut dipersembahkan kepada dewa, arwah, atau selain Allah. Dzikir ini adalah benteng teologis terhadap praktik jahiliyah.

B. Syukur dan Pengakuan Sumber Nikmat

Doa dedikasi, "Allahumma hadza minka wa laka," merupakan puncak pengakuan syukur. Pernyataan "ini dari-Mu" mengakui bahwa hewan tersebut adalah rezeki dan karunia Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Sementara "dan untuk-Mu" (wa laka) menyatakan bahwa hamba mengembalikan atau mempersembahkan kembali nikmat tersebut sebagai bentuk ketaatan, menjadikannya halal dan bernilai pahala.

Dalam fikih qurban, ini adalah bagian vital dari niat (al-niyyah). Niat adalah amalan hati, tetapi dzikir dedikasi ini adalah manifestasi lisan dari niat tersebut, memastikan bahwa ibadah itu tercatat secara sempurna di sisi Allah ﷻ.

C. Pelaksanaan Prinsip Syukur di Akhirat

Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dan ulama lainnya menjelaskan bahwa ritual penyembelihan yang didahului dzikir adalah pengingat bahwa manusia diberikan otoritas, namun otoritas tersebut harus dijalankan dengan batasan syariat. Dengan mengucap Basmalah dan Takbir, penyembelih seolah-olah meminta izin dari Allah untuk mengambil nyawa makhluk, menjadikannya berbeda dari perburuan liar atau pembunuhan semata.

Keseluruhan proses ini, mulai dari penajaman pisau, perlakuan ihsan, hingga dzikir yang sempurna, membangun korelasi antara kualitas ritual di dunia dan penerimaan ibadah di akhirat. Dzikir tambahan adalah investasi spiritual yang memaksimalkan pahala penyembelihan tersebut.

VI. Konsekuensi Meninggalkan Sunnah Tambahan

Mengingat bahwa Basmalah adalah syarat yang wajib atau sangat ditekankan (tergantung madzhab), bagaimana hukumnya jika penyembelih hanya membaca Basmalah tetapi melupakan Takbir dan Doa Dedikasi?

A. Kehalalan Daging

Secara umum, daging yang disembelih tetap halal jika syarat utama (Tasmiyah/Basmalah dan pemotongan urat yang benar) telah terpenuhi. Meninggalkan Takbir atau Doa Dedikasi tidak membatalkan kehalalan sembelihan.

Hukum Islam membedakan dengan jelas antara Syarat Sah (Syartu Sihhatil), yang jika ditinggalkan menyebabkan batalnya ibadah atau haramnya sembelihan, dengan Sunnah Kamaliyah (Penyempurna), yang jika ditinggalkan mengurangi pahala dan kesempurnaan, tetapi tidak membatalkan hukum dasarnya.

B. Hilangnya Pahala Kesempurnaan

Konsekuensi utama dari meninggalkan Sunnah Muakkadah (seperti Takbir) adalah hilangnya pahala kesempurnaan. Ibadah yang dilakukan sesuai dengan seluruh tata cara yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ, termasuk dzikir dan doa tambahan, akan mendatangkan pahala yang maksimal.

Dalam konteks Qurban, di mana setiap rambut hewan menjadi nilai kebaikan, menyempurnakan dzikir adalah sangat krusial. Seorang Muslim dianjurkan untuk mengikuti jejak Nabi ﷺ dalam segala aspek, dan karena Nabi ﷺ terbiasa menyertakan Takbir dan Doa Dedikasi, meninggalkannya berarti mengabaikan peluang untuk meraih pahala tambahan yang besar.

C. Hukum Pembacaan Sholawat

Sebagian ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah, juga menganjurkan penambahan Sholawat (seperti Allahumma shalli ‘ala Muhammad) setelah Basmalah dan Takbir. Sholawat adalah dzikir yang mulia, dan menambahkannya pada saat penyembelihan adalah bentuk ibadah yang baik dan berharap keberkahan dari Allah ﷻ melalui Rasul-Nya. Meskipun tidak ada dalil yang secara eksplisit mewajibkan Sholawat saat penyembelihan, memasukkannya dalam rangkaian dzikir dedikasi adalah mustahabb (dianjurkan) dan tidak dilarang.

VII. Penyempurnaan Fikih Dzikir Penyembelihan: Kajian Lanjutan

Untuk mencapai pemahaman yang komprehensif mengenai Sunnah tambahan ini, kita perlu mendalami implikasi hukum dari berbagai skenario yang mungkin terjadi saat penyembelihan, dan bagaimana setiap dzikir berfungsi dalam membangun legalitas spiritual sembelihan.

A. Fungsi Takbir sebagai Substitusi Niat

Dalam banyak riwayat hadis, terutama yang berkaitan dengan awal mula pensyariatan Qurban, Takbir seringkali disebut bersamaan dengan Basmalah. Para ulama menafsirkan bahwa di masa-masa awal Islam, Takbir berfungsi sebagai penanda jelas bahwa hewan tersebut disembelih dalam rangka pengagungan Allah, bukan sebagai persembahan berhala. Oleh karena itu, Takbir memiliki nilai yang sangat tinggi sebagai penjelas niat (tauhid) penyembelih.

Jika seorang Muslim melupakan Basmalah, Madzhab Hanafi dan Hanbali menyatakan bahwa sembelihan itu haram kecuali jika lupa. Namun, jika ia hanya mengucapkan Takbir ("Allahu Akbar") tanpa Basmalah, sebagian ulama berpendapat bahwa ini tidak mencukupi karena nas Al-Qur'an secara spesifik menyebutkan "disebutkan nama Allah atasnya," yang secara harfiah merujuk pada Tasmiyah. Oleh karena itu, Takbir adalah pendamping Basmalah, bukan penggantinya, kecuali dalam kasus yang sangat darurat dan pendapat yang lemah.

B. Tata Bahasa dan Urutan Dzikir

Sunnah mengajarkan urutan yang paling utama. Meskipun secara linguistik Basmalah dan Takbir dapat diucapkan dalam urutan apapun, praktik Rasulullah ﷺ menunjukkan prioritas Basmalah sebagai syarat utama kehalalan, diikuti Takbir sebagai penyempurna tauhid, kemudian Doa Dedikasi sebagai manifestasi niat. Urutan idealnya adalah:

  1. Bismillahi (atau Bismillahi Rahmani Rahim) - Syarat kehalalan.
  2. Wallahu Akbar - Sunnah Muakkadah, deklarasi kebesaran.
  3. Allahumma Hadza Minka wa Laka - Doa Dedikasi, penguatan niat.
  4. Allahumma Taqabbal min [Nama] - Doa permohonan penerimaan, sangat dianjurkan.

Penting untuk dicatat bahwa keseluruhan rangkaian dzikir ini disunnahkan untuk diucapkan sebelum atau tepat pada saat pemotongan. Tidak disunnahkan mengucapkannya setelah hewan mati, karena dzikir tersebut harus mengesahkan tindakan penyembelihan itu sendiri.

C. Peran Doa Niat dalam Penyembelihan Massal (Qurban)

Dalam penyembelihan massal, seperti di tempat pemotongan hewan Qurban, penyembelih yang mewakili ribuan orang seringkali membaca dzikir dedikasi ini. Disunnahkan bagi penyembelih untuk menyebutkan: "Bismillahi Allahu Akbar. Allahumma Hadza Minka wa Laka, Ya Allah terimalah Qurban ini dari kaum Muslimin yang berqurban." Jika ia menyembelih untuk satu orang, ia menyebut nama spesifik orang tersebut.

Praktik ini menunjukkan bahwa meskipun niat (yang merupakan amalan hati) adalah syarat utama, ekspresi niat secara lisan melalui doa dedikasi (seperti Hadza minka wa laka) berfungsi sebagai penegasan legalitas syar'i dan spiritual di hadapan saksi (malaikat dan manusia).

Dengan demikian, Sunnah tambahan (Takbir dan Doa Dedikasi) adalah jembatan yang menghubungkan tindakan fisik pemotongan dengan dimensi spiritual ibadah, mengubahnya dari sekadar memotong daging menjadi ritual sakral yang diterima di sisi Allah ﷻ.

D. Kasus Khusus: Penyembelihan Janin dalam Perut Hewan

Sebagian besar ulama (Maliki, Syafi'i, Hanbali) berpendapat bahwa jika seekor hewan disembelih secara syar'i, dan di dalam perutnya terdapat janin yang sudah mati atau yang kemudian segera mati setelah dikeluarkan, janin tersebut otomatis halal tanpa perlu penyembelihan terpisah. Mereka berpegangan pada kaidah: "Penyembelihan janin adalah penyembelihan ibunya." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ahmad). Dalam kasus ini, dzikir yang diucapkan saat menyembelih induknya sudah mencakup kehalalan janin tersebut.

Namun, jika janin ditemukan hidup, wajib disembelih secara terpisah dengan Basmalah dan Takbir. Sunnah tambahan ini menunjukkan betapa detailnya fikih Islam dalam mengaplikasikan dzikir bahkan pada kondisi-kondisi khusus dalam penyembelihan.

Kajian mendalam ini menegaskan bahwa penyembelihan dalam Islam adalah sebuah disiplin yang memerlukan perhatian total, baik pada sisi fisik (ihsan) maupun spiritual (dzikir). Seorang Muslim yang menyempurnakan sunnah-sunnah ini, selain yang wajib, menunjukkan tingkat ketaatan yang lebih tinggi dan memperoleh pahala yang lebih besar.

VIII. Kesimpulan dan Penekanan Praktis

Kewajiban dasar dalam penyembelihan adalah memastikan Tasmiyah (Basmalah) diucapkan. Namun, untuk mencapai kesempurnaan dan mengikuti teladan Nabi Muhammad ﷺ, seorang penyembelih disunnahkan secara kuat untuk menambahkan dzikir lainnya.

Rangkaian Dzikir Sunnah yang Paling Dianjurkan adalah:

  1. Basmalah: (Bismillahi) – Sebagai syarat kehalalan menurut mayoritas madzhab.
  2. Takbir: (Allahu Akbar) – Sebagai Sunnah Muakkadah untuk menegaskan tauhid.
  3. Doa Dedikasi: (Allahumma Hadza Minka wa Laka) – Untuk memperkuat niat dan syukur, khususnya dalam Qurban dan Aqiqah.

Setiap Muslim yang terlibat dalam penyembelihan, baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun ibadah khusus, harus berusaha memaksimalkan pelaksanaan Sunnah ini. Tindakan penyembelihan yang sempurna bukan hanya menghasilkan daging yang halal secara legal, tetapi juga ibadah yang utuh dan diterima di sisi Allah ﷻ. Mengingat perintah Nabi ﷺ untuk berbuat ihsan dalam segala hal, maka ihsan dalam dzikir adalah sama pentingnya dengan ihsan dalam tata cara pemotongan.

Dengan demikian, jawaban atas pertanyaan kunci "selain membaca basmalah, penyembelih juga disunnahkan membaca apa" adalah: Takbir dan Doa Dedikasi yang menyatakan kepemilikan dan dedikasi ibadah sepenuhnya kepada Allah ﷻ.

Wallahu A'lam Bishawab.

Elaborasi teologis mengenai signifikansi Takbir dalam konteks penyembelihan memiliki akar historis yang sangat dalam, kembali ke era Jahiliyah di mana penyembelihan sering dilakukan atas nama berhala atau dewa kesuburan. Ketika Islam datang, ia menetapkan Basmalah sebagai penanda keesaan Allah, tetapi Nabi ﷺ menambahkan Takbir sebagai lapisan perlindungan kedua, secara eksplisit menyatakan bahwa kebesaran hanya milik Allah semata. Analisis linguistik kata 'Akbar' (Maha Besar) dalam konteks ini menunjukkan penolakan total terhadap semua entitas lain yang mungkin dihubungkan dengan ritual kurban atau persembahan. Jika Basmalah adalah pintu masuk kehalalan, Takbir adalah penjaga gerbang Tauhid yang memastikan niat tetap murni. Perbedaan mendasar antara Madzhab Hanafi yang sangat menekankan wajibnya Basmalah dan Madzhab Syafi'i yang menganggapnya sunnah terletak pada interpretasi ayat Al-Qur'an dan hadis a’rabi (badui) yang baru masuk Islam dan mungkin lupa membaca Basmalah. Madzhab Hanafi berpegang pada prinsip kehati-hatian (ihtiyat) dalam memastikan setiap tindakan pemutusan nyawa makhluk dilakukan dengan izin eksplisit dari Allah. Sebaliknya, Syafi'iyyah lebih mengandalkan niat implisit dari seorang Muslim yang beriman. Namun, pada titik Takbir, perbedaan ini meredup karena semua sepakat bahwa penambahan ini adalah keutamaan. Kajian etika dalam Fiqih Dhabihah juga mencakup sunnah untuk tidak menunjukkan pisau kepada hewan sebelum disembelih dan tidak menyembelih satu hewan di hadapan hewan lain. Tindakan ini, meskipun tidak diiringi dzikir lisan, merupakan bagian dari 'dzikir perbuatan' (dzikr bil fi'li) yang mencerminkan rahmah (kasih sayang) yang diperintahkan Allah. Ini adalah perluasan dari konsep ihsan yang harus diintegrasikan dengan dzikir lisan. Doa dedikasi 'minka wa laka' juga mencerminkan konsep infaq (menginfakkan) jiwa dan harta. Hewan yang disembelih adalah harta, dan dengan mendedikasikannya kembali kepada Allah, seorang Muslim menyatakan bahwa ia hanyalah pengelola sementara dari rezeki tersebut. Bahkan, ulama kontemporer seperti Yusuf al-Qaradawi sangat menganjurkan untuk menghidupkan kembali Sunnah-sunnah tambahan ini dalam konteks modern untuk melawan tren sekularisasi ritual keagamaan. Detail perdebatan tentang lafadz Takbir yang sempurna, apakah cukup 'Allahu Akbar' atau harus 'Allahu Akbar Kabira' seperti pada takbir Id, menunjukkan kedalaman analisis para fuqaha. Mayoritas menyepakati yang singkat adalah yang paling sesuai dengan saat-saat kritis penyembelihan. Analisis ini meluas hingga implikasi makruhnya meninggalkan sunnah ini, bahkan jika sembelihan tetap halal. Makruhnya dapat dinilai dalam derajat yang berbeda, dari makruh tanzihi (makruh ringan) hingga makruh tahrimi (mendekati haram) jika ditinggalkan secara terus-menerus tanpa alasan yang kuat, menunjukkan pengabaian terhadap Sunnah Nabi. Ini adalah bukti bahwa fikih penyembelihan adalah sintesis antara legalitas murni (kehalalan daging) dan kesempurnaan spiritual (pahala ibadah). Ketika seorang penyembelih melengkapi Basmalah dengan Takbir dan Doa Dedikasi, ia tidak hanya memenuhi syarat legal, tetapi ia juga mengangkat tindakannya ke tingkat ibadah yang paling tinggi, mencontoh Nabi Ibrahim AS, Nabi Musa AS, dan Rasulullah Muhammad ﷺ. Pengulangan dan penekanan pada Tauhid melalui dzikir ini adalah pengajaran abadi bagi umat Islam mengenai pentingnya niat murni di setiap aspek kehidupan, bahkan dalam hal yang sesederhana penyediaan makanan. Kajian hadis tentang qurban oleh Ali bin Abi Thalib dan Aisyah RA juga mengkonfirmasi praktik Takbir ini sebagai standar yang tidak terpisahkan dari penyembelihan sunnah. Memahami semua nuansa ini memungkinkan seorang Muslim untuk melaksanakan dhabihah dengan kesadaran penuh, bukan sekadar rutinitas tanpa makna spiritual.

🏠 Homepage