Aqidah Asy'ariyah, sering juga disebut sebagai mazhab Asy'ariyah, adalah salah satu corak pemikiran teologis (kalam) yang dominan dalam tradisi Sunni, terutama di kalangan Syafi'iyyah dan Malikiyyah. Mazhab ini didirikan oleh Abu al-Hasan al-Asy'ari (wafat 324 H) yang merupakan murid dari aliran Mu'tazilah, namun kemudian beralih dan mengembangkan metodologi teologi yang khas sebagai respons terhadap pemikiran rasionalis ekstrem pada masanya. Tujuan utama Asy'ariyah adalah mempertahankan keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah dengan menggunakan metode argumentasi rasional yang kuat.
Pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyah, wacana teologis Islam dipenuhi dengan perdebatan sengit mengenai Sifat-sifat Allah, kemakhlukan Al-Qur'an, dan kehendak bebas manusia. Aliran Mu'tazilah menekankan akal (rasio) sebagai penentu utama kebenaran, bahkan terkadang mengunggulkannya di atas teks wahyu. Menghadapi hal ini, Imam Al-Asy'ari berusaha mencari jalan tengah, yang dikenal sebagai metode Tafwidhul Baya'an (menyerahkan makna hakiki kepada Allah) dan Tatsbitul lafzh (menetapkan lafadz makna yang sesuai dengan bahasa Arab).
Metodologi yang digunakan Asy'ariyah sangat bergantung pada Kalam (teologi spekulatif) untuk membuktikan kebenaran akidah. Mereka menggunakan argumen logis yang cermat untuk menepis klaim kelompok lain, seperti penggunaan konsep kasb (perolehan) dalam masalah kehendak manusia, yang menjadi solusi antara determinisme total (Jabariyah) dan kebebasan mutlak (Qadariyah).
Ada beberapa pilar utama yang membedakan Aqidah Asy'ariyah dari mazhab teologis lainnya. Prinsip-prinsip ini difokuskan terutama pada pembahasan Asma wa Sifat Allah (Nama dan Sifat Allah):
Aqidah Asy'ariyah tetap menjadi landasan teologis yang sangat penting di berbagai institusi pendidikan Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pendekatan yang rasional namun tetap berlandaskan pada nash (teks) membuatnya mampu menjawab tantangan pemikiran filosofis dan ilmiah kontemporer. Kaum Asy'ariyah menekankan bahwa akal hanya berfungsi sebagai alat untuk memahami wahyu, bukan sebagai standar tunggal penentu kebenaran mutlak.
Memahami Asy'ariyah berarti memahami sebuah tradisi intelektual yang gigih menjaga keseimbangan antara penegasan ketuhanan Allah yang Maha Suci dari segala kekurangan (Tanzih) dan penetapan sifat-sifat yang telah Allah tetapkan bagi diri-Nya sendiri (Tashih). Kehati-hatian dalam menafsirkan teks-teks yang sensitif adalah ciri khas yang membuat mazhab ini bertahan hingga kini sebagai salah satu pilar utama pemikiran Sunni.