Ilustrasi landasan spiritual yang kuat.
Memahami aqidah adalah fondasi terpenting dalam kehidupan seorang Muslim. Aqidah, yang secara harfiah berarti ikatan atau kepercayaan, merujuk pada seperangkat keyakinan inti dalam Islam, terutama enam rukun iman dan tiga rukun Islam. Keyakinan ini bukan sekadar ritual atau adat istiadat, melainkan pondasi yang menentukan cara seorang individu memandang alam semesta, dirinya sendiri, dan hubungannya dengan Sang Pencipta.
Tanpa pemahaman aqidah yang benar, ibadah yang dilakukan seringkali menjadi kosong dari makna substansial. Aqidah yang sahih, bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah, memberikan kerangka kerja bagaimana kita harus berinteraksi dengan realitas. Ketika seseorang meyakini sepenuhnya keesaan Allah (Tauhid), keniscayaan hari akhir, dan kebenaran wahyu yang dibawa oleh para nabi, maka setiap tindakan yang dilakukannya akan diarahkan sesuai dengan ridha Ilahi. Ini adalah kompas moral dan spiritual yang menjaga seseorang agar tidak tersesat di tengah arus kehidupan modern yang penuh godaan dan keraguan.
Sebagai contoh, keyakinan terhadap Qada dan Qadar (ketetapan dan keputusan Allah) memberikan ketenangan batin yang luar biasa saat menghadapi kesulitan. Pemahaman bahwa segala sesuatu terjadi atas izin-Nya mengubah respons kita dari keputusasaan menjadi kesabaran (sabar) dan tawakal yang sejati. Sebaliknya, aqidah yang rapuh akan membuat seseorang mudah terombang-ambing oleh pemikiran filosofis yang menyesatkan atau ideologi-ideologi yang bertentangan dengan syariat.
Di era informasi saat ini, tantangan terhadap keyakinan semakin masif. Berbagai pandangan sinkretis, liberalisme agama, atau bahkan ateisme dapat dengan mudah menyusup melalui media digital. Inilah mengapa penguatan aqidah menjadi benteng pertahanan utama. Ketika seseorang telah kokoh dalam pemahamannya mengenai hakikat Tuhan, kenabian, dan hari pembalasan, ia akan memiliki filter yang kuat untuk menyaring informasi yang masuk.
Pemahaman yang mendalam tentang makna Laa Ilaaha Illa Allah—tiada ilah yang berhak disembah selain Allah—memastikan bahwa orientasi hidup kita hanya tertuju kepada-Nya. Ini mencegah praktik syirik dalam bentuk apapun, baik syirik yang terang-terangan maupun yang tersembunyi (seperti riya' atau mencari pujian manusia). Aqidah yang benar adalah pemurnian niat dari awal.
Keterkaitan antara aqidah dan akhlak (moralitas) adalah hubungan sebab-akibat yang tak terpisahkan. Iman yang kuat melahirkan perilaku yang baik. Jika seseorang benar-benar percaya bahwa Allah Maha Melihat dan mencatat setiap perbuatannya, maka ia akan termotivasi untuk selalu jujur, amanah, dan berbuat baik kepada sesama, bahkan ketika tidak ada manusia lain yang menyaksikan. Pentingnya memahami aqidah terletak pada kemampuannya membentuk karakter yang berintegritas.
Seorang Muslim dengan aqidah yang kuat akan memiliki rasa persaudaraan (ukhuwah) yang mendalam. Ia melihat seluruh umat manusia, terutama saudara seimannya, sebagai bagian dari tanggung jawab spiritualnya. Ia akan cenderung berbuat adil, menunaikan hak orang lain, dan menjauhi segala bentuk kezaliman karena ia yakin akan adanya pertanggungjawaban mutlak di hadapan Yang Maha Adil.
Secara kolektif, pemahaman aqidah yang seragam di atas pondasi yang benar (berdasarkan manhaj salafus shalih) adalah perekat yang menyatukan umat. Perbedaan dalam cabang fiqih mungkin bisa ditoleransi, namun penyimpangan dalam prinsip dasar aqidah harus segera diluruskan. Ketidakjelasan dalam konsep ketuhanan, misalnya, dapat memecah belah barisan dan melemahkan kekuatan umat secara keseluruhan.
Oleh karena itu, pendidikan dan penguatan aqidah harus menjadi prioritas utama bagi setiap Muslim, baik untuk diri sendiri maupun generasi penerus. Dengan landasan keyakinan yang kokoh, seorang Muslim akan menjalani hidup dengan visi yang jelas, menghadapi tantangan dengan teguh, dan pada akhirnya mencapai kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat. Memahami aqidah berarti memahami esensi mengapa kita diciptakan.