Aqidah Aswaja, singkatan dari Aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah, merupakan salah satu landasan teologis dan metodologis yang sangat penting dalam tradisi Islam, khususnya di kalangan umat Muslim mayoritas di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Memahami aqidah ini berarti menyelami keyakinan dan prinsip-prinsip dasar yang dipegang teguh oleh umat Islam yang mengikuti jalan (sunnah) Nabi Muhammad SAW dan jamaah (komunitas) sahabat serta para ulama terdahulu yang mereka ikuti.
Definisi dan Landasan Utama
Istilah "Ahlussunnah Wal Jama'ah" sendiri terdiri dari dua elemen utama. 'Ahlussunnah' merujuk pada mereka yang berpegang teguh pada ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah (tradisi Nabi) sebagaimana dipahami oleh para sahabat. Sementara 'Wal Jama'ah' menekankan pentingnya mengikuti kesepakatan (ijma') mayoritas ulama dan umat Islam yang saleh, menjaga persatuan, dan menghindari perpecahan.
Secara garis besar, aqidah Aswaja mencakup tiga pilar utama keimanan yang dikenal sebagai Rukun Iman, yaitu Iman kepada Allah SWT, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan Qada serta Qadar (ketentuan baik dan buruk dari Allah).
Posisi dalam Ilmu Kalam
Dalam konteks sejarah pemikiran Islam, aqidah Aswaja menjadi jalur tengah (wasatiyah) dalam perdebatan teologis yang muncul pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ketika berbagai aliran pemikiran mulai muncul dengan metodologi penafsiran yang berbeda terhadap persoalan keimanan—seperti sifat-sifat Allah, kehendak bebas manusia, dan masalah iman-kafir—Aswaja mengambil posisi yang berupaya menyeimbangkan antara penggunaan akal (rasio) dan penegasan terhadap teks wahyu (naql).
Aqidah Aswaja, yang sering diartikulasikan secara sistematis oleh para teolog besar seperti Imam Abu Hasan Al-Asy'ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi, menolak ekstremitas dua kelompok besar saat itu. Aswaja tidak bersikap literal mutlak seperti kelompok tertentu yang menolak penakwilan (ta'wil) sama sekali, namun juga tidak terlalu mengandalkan rasio hingga menafsirkan teks-teks suci secara radikal.
Ciri Khas Metodologis Aswaja
Beberapa ciri khas yang membedakan pandangan aqidah Aswaja dalam pembahasan teologis meliputi:
- Tawassuth (Moderat): Menghindari sikap berlebihan, baik dalam penolakan maupun penerimaan pandangan. Ini terlihat dalam pandangan mengenai status muktazilah atau kelompok ekstrem lainnya.
- I'tidal (Keseimbangan): Menjaga keseimbangan antara dalil naqli (Al-Qur'an dan Hadis) dengan dalil aqli (akal sehat). Akal berfungsi sebagai alat bantu untuk memahami, bukan sebagai penentu akhir kebenaran wahyu.
- Tasamuh (Toleransi): Sikap terbuka terhadap perbedaan pendapat dalam ranah furu'iyah (cabang agama), selama tidak bertentangan dengan pokok-pokok keimanan. Namun, toleransi ini tetap memiliki batasan tegas terhadap hal-hal yang bersifat fundamental dalam aqidah.
- Amar Ma'ruf Nahi Munkar: Menjaga tradisi dakwah yang konstruktif, mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dengan cara yang bijaksana, sesuai tuntunan syariat.
Inti dari aqidah Aswaja adalah keyakinan bahwa jalan kebenaran telah digariskan oleh Nabi Muhammad SAW, dan pemahaman terbaik adalah yang diwariskan oleh para sahabat dan diikuti oleh generasi ulama salaf dan khalaf yang kredibel. Inilah yang menjadikan aqidah Aswaja sebagai paradigma keagamaan yang menekankan kesinambungan historis dalam pemahaman Islam.
Bagi banyak umat Muslim, mengikuti aqidah Ahlussunnah Wal Jama'ah berarti mengikuti manhaj yang telah teruji oleh waktu, menjaga kemurnian akidah sambil tetap relevan dengan perkembangan zaman melalui pendekatan yang inklusif dan berakar pada tradisi keilmuan Islam yang sahih.