Dalam khazanah keilmuan Islam, terminologi "Aqidah Asy-Syari'ah" seringkali muncul sebagai landasan fundamental. Memahami kedua komponen ini secara utuh adalah kunci untuk mengarungi kehidupan seorang Muslim sesuai tuntunan ilahi. Aqidah (keyakinan) dan Syari'ah (hukum/praktik) bukanlah dua entitas yang terpisah, melainkan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan dalam pembentukan karakter dan ibadah seorang hamba.
Definisi Singkat: Aqidah merujuk pada apa yang diyakini dalam hati dan diikrarkan oleh lisan (dasar keimanan), sementara Syari'ah merujuk pada hukum-hukum praktis, ibadah, dan muamalah yang diwajibkan melalui wahyu (implementasi keyakinan).
Aqidah, yang sering diterjemahkan sebagai keimanan atau keyakinan, adalah inti dari ajaran Islam. Ia mencakup enam pilar utama keimanan (Rukun Iman), mulai dari iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, hingga qada dan qadar. Tanpa landasan aqidah yang kokoh dan benar—yaitu yang sesuai dengan pemahaman Ahlus Sunnah wal Jama'ah—maka seluruh amal perbuatan akan kehilangan nilainya di sisi Allah.
Aqidah yang sehat berfungsi sebagai filter berpikir dan pemandu perilaku. Ia memberikan jawaban atas pertanyaan eksistensial terbesar manusia: dari mana kita berasal, untuk apa kita hidup, dan ke mana kita akan kembali. Ketika seseorang meyakini keesaan Allah (Tauhid) dengan pemahaman yang murni, otomatis orientasi hidupnya akan berubah dari mengejar kesenangan duniawi semata menjadi mencari keridhaan Sang Pencipta. Kekuatan iman inilah yang menopang seorang Muslim ketika menghadapi ujian kehidupan, badai keraguan, atau godaan syahwat.
Jika Aqidah adalah akar pohon, maka Syari'ah adalah batang, dahan, dan buahnya. Syari'ah berasal dari kata syar’ yang berarti jalan menuju sumber air. Secara istilah, ia merujuk pada seperangkat peraturan, hukum, dan panduan hidup yang diturunkan Allah melalui Al-Qur'an dan As-Sunnah (ajaran Nabi Muhammad SAW).
Syari'ah mencakup segala aspek kehidupan: ibadah ritual (salat, puasa, zakat, haji), hukum perdata dan pidana (muamalah, jinayat), etika sosial, hingga tuntunan dalam berpolitik dan berinteraksi dengan non-Muslim. Syari'ah memastikan bahwa keyakinan yang ada di hati (Aqidah) diekspresikan dalam bentuk tindakan nyata yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.
Amalan tanpa dasar aqidah yang benar seringkali hanya bersifat formalitas atau bahkan kesesatan. Misalnya, seseorang yang rajin salat namun hatinya dipenuhi kesyirikan (Aqidah rusak), maka salatnya tidak akan diterima. Sebaliknya, Aqidah yang benar harus terwujud dalam kepatuhan terhadap Syari'ah. Kepatuhan ini bukanlah beban, melainkan wujud kecintaan dan penyerahan diri total seorang hamba kepada Rabbnya.
Hubungan antara Aqidah dan Syari'ah bersifat simbiosis mutualisme—saling membutuhkan untuk mencapai kesempurnaan.
Oleh karena itu, bagi setiap Muslim yang mendambakan kebahagiaan sejati, upaya harus dicurahkan pada dua lini ini secara seimbang. Mempelajari kitab-kitab Aqidah yang shahih untuk memurnikan tauhid, dan mempelajari fiqh serta hadits untuk menyempurnakan praktik ibadah dan muamalah. Hanya dengan bekal Aqidah Asy-Syari'ah yang seimbang inilah seorang Muslim dapat menjadi pribadi yang *khusyuk* dalam ibadah dan *istiqamah* dalam menjalani kehidupan.