Dinamika Akidah: Telaah Komparatif NU dan Muhammadiyah

Ilustrasi dua tangan bergandengan menyimbolkan harmoni perbedaan Ukhuwah

Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah adalah dua organisasi massa Islam terbesar di Indonesia yang memainkan peran sentral dalam sejarah kebangsaan. Meskipun keduanya berakar kuat pada tradisi Islam Ahlussunnah wal Jama'ah dan sama-sama berkomitmen pada kemajuan bangsa, terdapat perbedaan signifikan dalam pendekatan teologis dan metodologis, terutama dalam ranah akidah (teologi). Memahami nuansa perbedaan ini penting untuk mengapresiasi kekayaan spektrum Islam di Nusantara.

Basis Akidah dan Metodologi Rujukan

Secara umum, kedua organisasi ini sepakat terhadap rukun iman dan pokok-pokok ajaran Islam. Perbedaan utama terletak pada penekanan metodologi dalam memahami dalil (nas) dan interpretasi terhadap praktik keagamaan.

A. Aqidah Nahdlatul Ulama (NU)

Akidah yang dianut oleh NU sangat terikat pada tradisi keilmuan pesantren klasik. NU secara eksplisit berpegang teguh pada mazhab teologi Asy'ariyah dan Maturidiyah. Landasan ini memberikan kerangka filosofis yang membolehkan integrasi antara dalil naqli (Al-Qur'an dan Hadis) dengan peran akal (dalil 'aqli) dalam memahami persoalan ketuhanan.

B. Aqidah Muhammadiyah

Muhammadiyah, didirikan dengan semangat tajdid (pembaharuan), memiliki fokus yang kuat pada pemurnian ajaran Islam dari praktik yang dianggap bid'ah dan khurafat. Muhammadiyah cenderung memilih pendekatan yang lebih tekstual dan puritan dalam menafsirkan dalil.

Secara teologis, Muhammadiyah juga berlandaskan pada pemikiran Asy'ari dan Maturidi, namun dalam aplikasinya, mereka menekankan pemahaman yang lebih literal (tekstual) terhadap Al-Qur'an dan Hadis, terutama dalam menolak praktik-praktik yang dianggap tidak memiliki dasar kuat dalam ajaran murni.

Persinggungan dan Kontribusi Kebangsaan

Meskipun terdapat perbedaan metodologi dalam memahami aspek akidah dan ibadah, kedua organisasi ini menyatukan langkah dalam ranah kebangsaan. Keduanya adalah pilar penting dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan nasional. NU dengan basis kulturalnya yang luas dan Muhammadiyah dengan basis rasionalitas dan modernitasnya, saling melengkapi dalam mencerdaskan umat dan membela Pancasila.

Perselisihan akidah yang muncul sering kali bersifat interpretatif mengenai batasan praktik, bukan pada keesaan Tuhan itu sendiri. Keduanya menegaskan pentingnya persatuan umat dalam bingkai ke-Indonesiaan. Dialog antarorganisasi terus berjalan, didorong oleh kesadaran bahwa perbedaan pandangan teologis tidak boleh mengorbankan persatuan ukhuwah Islamiyah dan kesetiaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kekuatan Islam Indonesia terletak pada kemampuannya menampung keragaman pemikiran dalam bingkai kebhinekaan.

🏠 Homepage