Aqiqah adalah salah satu syariat penting dalam Islam yang dilaksanakan saat seorang anak baru lahir. Meskipun istilah ini sudah sangat familiar di kalangan umat Muslim Indonesia, memahami akar kata dan makna aslinya dalam Bahasa Arab akan memberikan pendalaman spiritual yang lebih baik. Kata kunci yang kita bahas hari ini adalah **"aqiqah dalam bahasa arab"**, yang merupakan pelafalan baku dari ritual penyembelihan hewan sebagai ungkapan syukur atas karunia Ilahi berupa kelahiran seorang bayi.
Secara harfiah, kata 'Aqiqah' (العقيقة) dalam bahasa Arab memiliki beberapa makna turunan yang saling berkaitan. Makna utama yang paling sering dirujuk oleh para ulama adalah **rambut bayi yang baru lahir**. Dalam beberapa dialek Arab kuno, kata ini juga merujuk pada 'memotong' atau 'memutus'. Oleh karena itu, ketika merujuk pada ritualnya, Aqiqah diartikan sebagai tindakan memotong atau mencukur rambut bayi yang baru lahir, yang kemudian diiringi dengan penyembelihan hewan kurban.
Ada juga pandangan lain yang mengaitkan 'Aqiqah' dengan makna 'leher' atau 'urat leher', merujuk pada tempat pemotongan hewan kurban. Namun, makna yang paling kuat dan diterima secara umum adalah yang berkaitan dengan rambut bayi. Tindakan mencukur rambut bayi pada hari ketujuh kelahiran adalah simbol pembersihan diri dari hal-hal negatif atau sebagai penanda dimulainya kehidupan baru sang anak.
Pelaksanaan Aqiqah adalah bentuk syukur kepada Allah SWT atas rahmat kelahiran anak. Hukum Aqiqah ini mayoritas ulama menganggapnya sebagai Sunnah Muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan). Dalil-dalil dari Hadis Nabi Muhammad SAW menegaskan pentingnya amalan ini.
Artinya: "Bersama seorang anak laki-laki ada Aqiqahnya, maka sembelihlah darah (hewan) karena dia dan singkirkanlah darinya gangguan (dengan mencukur rambutnya)." (HR. Bukhari)
Kata kunci "Aqiqah dalam bahasa arab" (العقيقة) merujuk pada praktik yang dianjurkan ini. Meskipun hukumnya sunnah, para ulama menganjurkan pelaksanaannya karena merupakan wujud nyata kepatuhan dan kegembiraan atas nikmat keturunan.
Ketentuan jumlah hewan yang disyariatkan dalam Aqiqah juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin anak:
Persyaratan hewan yang disembelih pun harus memenuhi syarat-syarat yang sama dengan hewan kurban, seperti usia minimum dan tidak memiliki cacat fisik yang parah. Tujuan dari penyembelihan ini adalah untuk dibagikan kepada fakir miskin, tetangga, dan kerabat sebagai bentuk sedekah dan mengumumkan kegembiraan kelahiran.
Lebih dari sekadar ritual penyembelihan, Aqiqah memiliki dimensi sosial yang mendalam. Dengan membagikan daging hasil Aqiqah, orang tua menunjukkan rasa syukur mereka kepada masyarakat sekitar dan membantu meringankan beban ekonomi kaum duafa. Ini adalah bentuk implementasi konsep tawadhu (kerendahan hati) di hadapan karunia Allah.
Dari sisi spiritual, Aqiqah sering dikaitkan dengan 'tebusan' (menebus) anak dari potensi bahaya atau penyakit, sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat lain. Dengan melaksanakan Aqiqah sesuai tuntunan syariat, orang tua berharap anaknya tumbuh menjadi pribadi yang saleh, sehat, dan membawa keberkahan bagi keluarga.
Setelah memahami makna "aqiqah dalam bahasa arab" (العقيقة) sebagai rambut bayi sekaligus ritual penyembelihan, jelas bahwa amalan ini merupakan tradisi mulia yang berakar kuat dalam sunnah Rasulullah SAW. Pelaksanaannya adalah penegasan syukur, pembersihan diri, dan penguatan ikatan sosial dalam komunitas Muslim. Bagi setiap orang tua, melaksanakan Aqiqah adalah cara terbaik untuk menyambut kehadiran anggota keluarga baru dengan penuh berkah dan ketaatan.