Aqiqah adalah salah satu ibadah sunnah muakkad (sangat dianjurkan) dalam Islam, yang dilaksanakan sebagai bentuk syukur atas kelahiran seorang anak. Dalam mazhab Syafi'i, ketentuan mengenai aqiqah ini memiliki rincian yang jelas dan patut diperhatikan. Imam Syafi'i, sebagai salah satu imam besar ahlussunnah wal jama'ah, memberikan panduan yang membantu umat Islam melaksanakan syariat ini sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW.
Ilustrasi syukur atas karunia anak.
Hukum dan Kedudukan Aqiqah
Menurut pandangan Mazhab Syafi'i, aqiqah adalah sunnah muakkad bagi orang tua yang mampu. Ini berarti sangat dianjurkan untuk dilaksanakan, namun tidak sampai pada tingkat wajib (fardhu). Pelaksanaan aqiqah ini merupakan wujud rasa terima kasih kepada Allah SWT atas nikmat karunia seorang anak, sekaligus bentuk perlindungan bagi anak tersebut dari godaan setan, sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat hadits yang dijadikan landasan oleh Imam Syafi'i.
Imam Syafi'i dan para pengikutnya sangat menekankan pentingnya mengikuti sunnah Nabi dalam setiap ibadah, termasuk aqiqah. Jika seseorang tidak mampu melaksanakannya saat itu, maka ia tidak berdosa, namun tetap dianjurkan untuk melaksanakannya jika kelak dikaruniai kelapangan rezeki.
Jumlah Hewan Aqiqah Menurut Syafi'i
Salah satu poin utama dalam mazhab Syafi'i adalah ketentuan mengenai jumlah hewan yang disembelih. Ketentuan ini dibedakan berdasarkan jenis kelamin anak:
- Untuk Anak Laki-laki: Disunnahkan menyembelih dua ekor kambing (atau domba) yang memenuhi syarat sah qurban.
- Untuk Anak Perempuan: Disunnahkan menyembelih satu ekor kambing (atau domba) yang memenuhi syarat sah qurban.
Pembagian dua ekor untuk laki-laki dan satu ekor untuk perempuan ini didasarkan pada hadits yang sering dijadikan rujukan dalam mazhab ini, meskipun terdapat perbedaan pandangan ringan di antara ulama mengenai penafsiran hadits tersebut. Dalam mazhab Syafi'i, keutamaan berlipat ganda ini dianggap menunjukkan tingginya nilai syukur untuk anak laki-laki.
Syarat Hewan Aqiqah
Syarat sah hewan yang digunakan untuk aqiqah menurut Imam Syafi'i pada dasarnya mengikuti syarat hewan qurban, meskipun ada sedikit kelonggaran dalam beberapa hal minor. Hewan yang disyaratkan haruslah hewan ternak yang sehat, cukup umur, dan bebas dari cacat yang dapat mengurangi nilai dagingnya.
Secara umum, hewan yang dapat dijadikan aqiqah adalah kambing atau domba. Meskipun dalam konteks mazhab lain diperbolehkan sapi atau unta dengan perhitungan tujuh bagian, fokus utama dalam madzhab Syafi'i yang paling masyhur adalah kambing/domba.
Umur minimal kambing yang sah untuk aqiqah adalah sama dengan qurban, yaitu minimal enam bulan untuk domba (jika sudah terlihat besar dan gagah) atau satu tahun untuk kambing biasa. Hewan tersebut harus bebas dari penyakit berat, pincang yang jelas, buta, kurus kering, dan cacat yang parah.
Waktu Pelaksanaan Aqiqah
Mengenai waktu terbaik melaksanakan aqiqah, mayoritas ulama, termasuk dalam mazhab Syafi'i, sepakat bahwa waktu yang paling utama adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran anak.
Jika karena alasan tertentu aqiqah tidak dapat dilaksanakan pada hari ketujuh, maka dapat diundur ke hari keempat belas, atau hari kedua puluh satu. Pelaksanaan pada hari-hari ini diyakini membawa keberkahan maksimal bagi anak dan keluarga.
Namun, jika hingga hari ke-21 pun belum terlaksana, sebagian ulama berpendapat bahwa aqiqah tetap disunnahkan dilaksanakan kapan saja setelah itu, meskipun keutamaannya tidak sama seperti jika dilakukan pada minggu pertama.
Pembagian Daging Aqiqah
Setelah hewan disembelih, dagingnya harus dibagikan. Dalam mazhab Syafi'i, terdapat panduan mengenai pembagian daging aqiqah:
- Dianjurkan untuk tidak membagikan daging dalam keadaan mentah. Sebagian besar ulama menganjurkan untuk memasaknya terlebih dahulu, kemudian menyalurkannya dalam bentuk hidangan (makanan matang) kepada tetangga, kerabat, dan fakir miskin.
- Tidak boleh menjual bagian mana pun dari hewan aqiqah, termasuk tulang, kulit, atau bahkan dagingnya. Ini adalah larangan tegas.
- Orang tua yang beraqiqah diperbolehkan memakan sebagian dagingnya dan menghadiahkannya kepada kerabat dan teman.
Hikmah dari memasak dan mengundang tetangga adalah untuk menyebarkan kegembiraan dan keberkahan kelahiran anak ke lingkungan sekitar, serta mempermudah orang fakir untuk menikmatinya tanpa perlu repot memasak sendiri.
Hikmah dan Tujuan Aqiqah
Aqiqah lebih dari sekadar ritual penyembelihan hewan. Menurut pandangan Imam Syafi'i dan ulama lainnya, ada beberapa hikmah mendalam di baliknya. Pertama, sebagai wujud syukur kepada Allah atas anugerah terindah berupa keturunan. Kedua, sebagai sarana untuk memperkenalkan anak kepada masyarakat secara Islami, di mana orang-orang berkumpul untuk mendoakan kebaikan bagi si bayi. Ketiga, ini adalah penebusan (tebusan) dari segala potensi musibah yang mungkin menimpa anak sejak lahir, serta wujud pengorbanan pertama yang dipersembahkan atas nama anak tersebut.
Melaksanakan aqiqah sesuai dengan panduan Mazhab Syafi'i memberikan kepastian hukum dan tata cara yang jelas, membantu orang tua memenuhi hak spiritual anak sejak dini.