Alt Text: Ilustrasi simbolis untuk perayaan aqiqah, menampilkan bentuk dasar domba dan bintang.
Aqiqah adalah sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan) dalam Islam, yang dilaksanakan sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas karunia kelahiran seorang anak. Secara tradisional, pelaksanaan aqiqah dilakukan pada hari ketujuh setelah kelahiran, di mana hewan ternak disembelih (kambing atau domba) dan dagingnya dibagikan kepada kerabat, fakir miskin, dan disajikan dalam acara syukuran.
Hukum asalnya adalah kesepakatan para ulama berdasarkan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW. Namun, muncul pertanyaan klasik yang sering diperdebatkan: Bagaimana jika pelaksanaan aqiqah terlewat atau baru dilaksanakan ketika anak tersebut sudah memasuki usia dewasa?
Isu mengenai aqiqah saat sudah dewasa seringkali menyentuh area perbedaan pendapat di kalangan mazhab fikih. Mayoritas ulama cenderung berpegangan bahwa waktu utama pelaksanaan aqiqah adalah saat anak masih kecil, idealnya pada hari ketujuh.
Jika orang tua menunda karena alasan tertentu—misalnya kesulitan ekonomi pada saat kelahiran atau kelalaian—sebagian besar fuqaha (ahli fikih) membolehkan pelaksanaan aqiqah dilakukan di kemudian hari, meskipun anak tersebut sudah baligh atau bahkan sudah dewasa. Dalil utama yang mendasari pendapat ini adalah bahwa aqiqah merupakan hak anak yang seharusnya dipenuhi oleh orang tuanya sebagai bentuk pemenuhan hak syar'i.
Beberapa ulama berpendapat bahwa jika orang tua tidak mampu saat kelahiran, mereka bisa melaksanakannya kapan saja setelah mampu. Bagi anak yang sudah dewasa, jika orang tuanya meninggal sebelum sempat mengakikahkannya, atau jika anak tersebut baru memeluk Islam dan ingin melaksanakan hak sunnah ini, ia diperbolehkan melakukannya untuk dirinya sendiri sebagai bentuk ketaatan dan syukur.
Penundaan pelaksanaan aqiqah hingga usia dewasa bisa disebabkan oleh berbagai faktor non-syar'i maupun syar'i:
Dalam konteks ini, niat dan ketulusan untuk melaksanakan sunnah Nabi adalah kunci utama dalam menentukan keabsahan ibadah tersebut, meskipun waktunya telah lewat dari ketentuan ideal.
Secara teknis, tata cara pelaksanaan aqiqah saat sudah dewasa tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan pada umumnya, terutama mengenai syarat hewan yang disembelih:
Jika yang melaksanakan adalah orang yang telah dewasa (bukan orang tuanya), ia berniat bahwa penyembelihan ini adalah aqiqahnya sebagai syukur atas nikmat usia dan Islam yang diterimanya.
Meskipun pelaksanaan aqiqah pada hari ketujuh memiliki keutamaan tersendiri (seperti mendoakan perlindungan bagi anak sejak dini), mengganti atau melaksanakan aqiqah yang tertunda, meskipun saat sudah dewasa, tetap membawa hikmah besar. Ini menunjukkan bahwa seorang Muslim selalu berusaha untuk memperbaiki dan menunaikan hak-hak agama yang mungkin terlewat karena kekhilafan atau keterbatasan masa lalu.
Intinya, pelaksanaan aqiqah saat sudah dewasa diperbolehkan sebagai bentuk qadha (mengganti) sunnah yang terlewat, dengan niat yang ikhlas memohon ridha Allah SWT atas nikmat kehidupan dan Islam. Hal ini menjadi penegasan bahwa pintu rahmat dan kesempatan untuk beribadah selalu terbuka lebar.