Ilustrasi simbolis ritual syukur.
Aqiqah adalah salah satu sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) dalam Islam yang dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran seorang anak. Secara umum, pelaksanaan aqiqah terikat pada waktu kelahiran, yaitu pada hari ketujuh, keempat belas, atau kedua puluh satu setelah kelahiran. Namun, muncul pertanyaan yang sering diajukan oleh sebagian kalangan: bagaimana hukum aqiqah setelah dewasa bagi seseorang yang mungkin belum pernah diakikahi saat masih kecil?
Definisi dan Tujuan Utama Aqiqah
Aqiqah secara bahasa berarti memotong atau mencukur rambut bayi yang baru lahir. Secara syariat, aqiqah adalah penyembelihan hewan ternak (kambing atau domba) sebagai ungkapan syukur kepada Allah SWT atas karunia seorang anak. Terdapat perbedaan pendapat mengenai hukumnya, namun mayoritas ulama menganggapnya sebagai sunnah muakkadah, bahkan sebagian kecil menghukuminya sebagai wajib jika mampu.
Tujuan utama dari aqiqah adalah membersihkan bayi dari hal-hal yang dapat mengganggu, menampakkan kegembiraan atas kelahiran, dan mendekatkan diri kepada Allah melalui sedekah daging hewan qurban tersebut. Karena fokusnya adalah pada momen kelahiran dan hak anak atas orang tuanya, mayoritas dalil mengaitkan ibadah ini secara langsung dengan waktu bayi masih dalam tanggungan orang tua.
Hukum Aqiqah Setelah Dewasa Menurut Mayoritas Ulama
Ketika membahas aqiqah setelah dewasa hukumnya, pandangan mayoritas ulama fikih (terutama dari mazhab Syafi'i, Hanafi, dan Hanbali) cenderung menyatakan bahwa aqiqah yang ideal adalah saat anak masih dalam pengasuhan orang tua. Jika orang tua meninggalkannya hingga anak tersebut baligh dan dewasa, maka kewajiban (atau kesunnahan yang sangat kuat) tersebut gugur, karena waktu pelaksanaannya telah lewat.
Mengapa demikian? Karena aqiqah dilihat sebagai hak anak yang ditunaikan oleh orang tua sebagai bentuk tanggung jawab mereka di masa awal kehidupan. Setelah anak dewasa dan mandiri, konteks pelaksanaan yang semula ditujukan kepada orang tua berubah.
Pandangan Tentang Aqiqah Mandiri Bagi yang Sudah Dewasa
Meskipun mayoritas ulama menyatakan gugurnya kesunahan aqiqah jika terlewat, muncul diskursus lain, terutama di kalangan ulama kontemporer atau mazhab yang lebih longgar dalam melihat ibadah sunnah yang terlewat. Beberapa ulama berpendapat bahwa meskipun waktu utama sudah terlewati, seseorang yang baru menyadari atau memiliki kemampuan finansial saat sudah dewasa, tetap dianjurkan untuk melakukan amalan yang setara dengan aqiqah sebagai bentuk tawbah (penyesalan) atau pemenuhan syariat yang tertunda.
Dalam pandangan ini, aqiqah yang dilakukan sendiri saat dewasa dianggap sebagai bentuk qadha' (mengganti) amalan sunnah yang tertinggal. Meskipun tidak memiliki status hukum yang sama persis seperti aqiqah yang dilakukan orang tua pada hari ketujuh, amalan ini tetap memiliki nilai kebaikan yang besar di sisi Allah.
Perbedaan dengan Kurban Idul Adha
Penting untuk membedakan antara aqiqah dan kurban Idul Adha. Kurban Idul Adha adalah ibadah yang secara hukum dapat dilaksanakan oleh setiap individu muslim yang telah memenuhi syarat (baligh dan mampu) di setiap tahunnya. Hukum kurban yang dilaksanakan saat dewasa adalah jelas berdasarkan kemampuan pribadi.
Sebaliknya, aqiqah secara tradisional lebih erat kaitannya dengan peristiwa kelahiran dan tanggung jawab orang tua. Oleh karena itu, jika seseorang ingin melakukan "aqiqah" saat dewasa, hal ini sering kali diinterpretasikan sebagai sedekah syukur yang mirip dengan aqiqah, bukan pelaksanaan sunnah aqiqah yang persis seperti dianjurkan pada hari ketujuh.
Kesimpulan Hukum Aqiqah Setelah Dewasa
Secara ringkas mengenai aqiqah setelah dewasa hukumnya:
- Mayoritas Pendapat: Sunnahnya gugur karena telah melampaui waktu pelaksanaannya (hari ke-7, 14, atau 21).
- Pandangan Tambahan (Anjuran): Seseorang tetap dianjurkan untuk melakukannya (sebagai bentuk qadha' atau rasa syukur) jika ia baru mampu atau baru menyadarinya, meskipun statusnya mungkin berbeda dari aqiqah yang dilakukan orang tua. Pelaksanaan ini tetap mendatangkan pahala kebaikan.
Jika seseorang memilih untuk melaksanakan amalan ini saat dewasa, ia harus berniatkan sebagai ungkapan syukur atas karunia hidupnya dan memohon rahmat Allah, tanpa perlu meyakini bahwa itu adalah pelaksanaan sunnah aqiqah yang sempurna sesuai tuntunan awal. Yang terpenting dalam Islam adalah selalu mendekatkan diri kepada-Nya melalui ketaatan dan rasa syukur, di waktu kapan pun ia mampu melakukannya.