Aqdun Nikah, atau akad nikah, merupakan momen sakral dan inti dari pelaksanaan pernikahan dalam ajaran Islam. Proses ini melibatkan ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan) antara wali nikah (atau pihak yang mewakili) dengan calon mempelai pria, disaksikan oleh dua orang saksi yang memenuhi syarat. Kelancaran dan kesahihan akad ini sangat bergantung pada pemahaman serta pengucapan bacaan yang benar.
Memahami setiap rukun dan sunah dalam prosesi akad adalah penting agar pernikahan yang dijalani mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Dalam konteks Indonesia, bacaan akad nikah umumnya mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh Kementerian Agama, yang menggabungkan unsur bahasa Arab (standar syariah) dan terjemahan dalam bahasa Indonesia untuk memastikan semua pihak memahami konsekuensi hukum dan spiritual dari ikatan yang terjalin.
Sahnya akad nikah bergantung pada terpenuhinya empat rukun utama. Tiga di antaranya terwujud dalam bacaan ijab dan qabul.
Ijab adalah pernyataan dari pihak yang berhak menikahkan (biasanya wali nikah dari mempelai wanita) kepada calon mempelai pria. Bacaan ini harus jelas, tegas, dan spesifik mengenai siapa yang dinikahkan dengan siapa, menggunakan mahar apa, dan dalam kondisi apa.
Dalam praktiknya di Indonesia, ini sering disesuaikan menjadi versi yang lebih panjang dan terintegrasi dengan persyaratan agama dan hukum negara.
Qabul adalah jawaban atau penerimaan dari calon mempelai pria terhadap ijab yang telah diucapkan wali. Qabul harus diucapkan segera setelah ijab, tanpa jeda yang lama (disebut fāṣil), dan harus sesuai dengan substansi ijab yang ditawarkan.
Intinya, calon suami harus menyatakan penerimaan dengan jelas, baik secara lafal maupun makna.
Di Indonesia, prosesi akad nikah modern seringkali dipimpin oleh penghulu dari KUA. Bacaan yang digunakan menggabungkan unsur formalitas negara dan penguatan spiritual. Penghulu akan memandu wali nikah untuk mengucapkan ijab, kemudian meminta mempelai pria mengucapkan qabul.
Peran Wali Nikah: Wali nikah akan menyebutkan nama lengkap mempelai wanita dan mahar yang disepakati. Kejelasan ini krusial.
Peran Mempelai Pria: Setelah mendengar ijab, mempelai pria harus langsung menjawab dengan lafal yang tegas. Jawaban yang ragu-ragu atau terputus-putus berpotensi membatalkan keabsahan akad, meskipun dalam kondisi darurat syariat memberikan kelonggaran.
Meskipun bukan bagian dari bacaan langsung, kesaksian adalah rukun yang menguatkan. Kedua saksi harus mendengar lafal ijab dan qabul dengan jelas. Jika saksi tidak mendengar, maka akad dianggap tidak sah secara syar'i. Seringkali, setelah ijab qabul selesai, penghulu akan meminta saksi untuk menyatakan bahwa mereka telah menyaksikan prosesi tersebut.
Bacaan aqdun nikah bukan sekadar formalitas lisan. Di dalamnya terkandung janji suci yang mengikat dua individu di hadapan Allah dan manusia. Ketika mempelai pria mengucapkan 'Qobiltu' (Saya terima), ia bukan hanya menerima wanita tersebut sebagai istri, tetapi juga menerima tanggung jawab penuh—baik secara finansial, emosional, maupun moral—sesuai tuntunan agama.
Penggunaan bahasa Arab dalam redaksi inti akad adalah bentuk penghormatan terhadap sumber ajaran Islam dan menjaga kontinuitas sunah Rasulullah SAW. Namun, pemahaman terjemahannya oleh semua pihak (termasuk orang tua dan saksi) memastikan bahwa niat (niyyah) yang menyertai pengucapan tersebut sejalan dengan tujuan pernikahan itu sendiri, yaitu membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
Kesimpulannya, bacaan aqdun nikah adalah titik tolak resmi dimulainya kehidupan pernikahan dalam Islam. Mempelajari dan melaksanakannya dengan khidmat dan benar adalah langkah awal yang paling fundamental menuju kebahagiaan rumah tangga yang diridhai Allah.