Pernikahan adalah momen sakral yang disucikan dalam berbagai tradisi, termasuk dalam konteks budaya Jawa. Salah satu ritual paling inti dan menegangkan, sekaligus menjadi penentu sahnya ikatan, adalah prosesi ijab qobul. Dalam tradisi Jawa, prosesi ini sering kali dilakukan dengan menggunakan bahasa daerah atau bahasa Kromo Inggil (bahasa Jawa halus) untuk menunjukkan rasa hormat dan kesopanan yang tinggi kepada calon mertua serta sesepuh yang hadir.
Memahami tata cara dan makna di balik ucapan ijab qobul bahasa Jawa bukan sekadar mengikuti adat, melainkan wujud penghormatan terhadap nilai-nilai luhur leluhur yang mengedepankan kehalusan budi pekerti.
Secara harfiah, Ijab berarti penyerahan atau penawaran, sedangkan Qobul berarti penerimaan atau persetujuan. Dalam konteks pernikahan, ijab adalah pernyataan kesediaan dari pihak wali (biasanya ayah mempelai wanita) untuk menikahkan putrinya dengan calon mempelai pria. Qobul adalah jawaban tegas dari mempelai pria yang menerima pinangan tersebut.
Di Jawa, khususnya dalam pernikahan adat yang kental dengan nuansa keagamaan dan tradisi, proses ini dilakukan dengan khidmat, sering kali diiringi doa dan disaksikan oleh tokoh agama serta keluarga besar. Penggunaan bahasa Jawa, terutama Kromo Inggil, memberikan dimensi kultural yang mendalam pada janji suci tersebut.
Struktur baku ijab qobul umumnya mengikuti kaidah Islam, namun dikemas dalam untaian kata-kata Jawa yang anggun. Meskipun terdapat variasi regional, berikut adalah contoh umum yang sering digunakan, khususnya dalam format Kromo Inggil.
Wali akan memulai dengan memuji Tuhan dan menyatakan maksudnya untuk menikahkan putrinya.
Contoh (Diterjemahkan secara kontekstual):
"Kulo ndherekaken (Nama Putri Anda) putro dalem, kanti mas kawin (Sebutkan Mas Kawin), kagem panjenengan (Nama Mempelai Pria) bin (Nama Ayah Mempelai Pria), sakniki kulo ijab qabulaken kanthi ikhlas lan ridho."
Artinya: Saya menikahkan putri saya (Nama Putri Anda) dengan mas kawin (Sebutkan Mas Kawin), kepada Anda (Nama Mempelai Pria) putra dari (Nama Ayah Mempelai Pria), saat ini saya ijab kabulkan dengan ikhlas dan ridha.
Setelah mendengar ijab, mempelai pria harus menjawab dengan tegas, jelas, dan tanpa keraguan, menggunakan lafal yang tepat.
Contoh:
"Kulo tampi ijab qabulipun (Nama Putri Anda) binti (Nama Ayah Mempelai Wanita), kanthi mas kawin kasebut, sakniki kulo trami, Allah SWT dados seksi."
Artinya: Saya terima ijab kabul dari (Nama Putri Anda) binti (Nama Ayah Mempelai Wanita), dengan mas kawin tersebut, saat ini saya terima, dengan Allah SWT sebagai saksi.
Kejelasan pengucapan (terutama pada bagian "Kulo trami") sangat ditekankan. Jika ada keraguan atau salah ucap, prosesi mungkin perlu diulang untuk memastikan kesahihannya.
Mengapa harus menggunakan bahasa Jawa halus (Kromo Inggil) alih-alih Bahasa Indonesia standar? Jawabannya terletak pada filosofi Jawa:
Bagi generasi muda saat ini, seringkali diperlukan latihan khusus agar ketika hari H, pengucapan terasa fasih dan penuh penghayatan, bukan sekadar hafalan.
Agar prosesi ijab qobul berjalan lancar, persiapan matang sangat diperlukan, terutama terkait bahasa:
Ijab qobul bahasa Jawa adalah jembatan antara tradisi leluhur dengan janji suci masa kini. Dengan penghayatan yang tulus dan persiapan yang matang, momen pengikatan janji ini akan menjadi kenangan yang tak terlupakan dan fondasi kuat bagi kehidupan rumah tangga yang harmonis sesuai ajaran Jawa.
Tidak harus. Dalam pernikahan modern, mayoritas menggunakan Bahasa Indonesia. Namun, dalam pernikahan adat Jawa yang sangat tradisional, menggunakan Kromo Inggil sering kali menjadi keharusan sebagai bentuk penghormatan budaya.
Secara syar'i, yang berhak mengucapkan ijab adalah wali nikah mempelai wanita, yaitu ayah kandung. Jika ayah tidak ada, dilanjutkan oleh kakek, atau wali hakim sesuai urutan prioritas.
Jika terjadi kesalahan fatal dalam pengucapan (misalnya salah menyebut nama atau salah kata kunci seperti "Qobul" menjadi "Tidak"), maka akad dinyatakan batal dan harus diulang kembali sampai terjadi kesepakatan yang sah dan jelas.