Sungai di Indonesia bukanlah sekadar aliran air; ia adalah urat nadi kehidupan yang menopang ekosistem yang luar biasa kaya. Dari hulu pegunungan yang dingin hingga muara yang bertemu laut, setiap segmen sungai menjadi habitat bagi ribuan spesies ikan ikan sungai unik. Keanekaragaman hayati perairan tawar ini seringkali luput dari perhatian dibandingkan biota laut, padahal peranannya dalam ketahanan pangan dan keseimbangan lingkungan sangat vital.
Keberadaan ikan sungai sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik air, mulai dari tingkat oksigen terlarut, suhu, hingga struktur dasar sungai. Misalnya, ikan yang hidup di sungai dataran tinggi cenderung memiliki tubuh yang ramping dan kuat untuk melawan arus deras, sementara spesies dataran rendah lebih adaptif terhadap air yang lebih tenang dan berlumpur. Menjelajahi dunia ikan ikan sungai berarti memahami geografi dan hidrologi kawasan tersebut.
Beberapa nama besar dalam dunia perikanan air tawar berasal langsung dari sungai-sungai kita. Salah satunya adalah Ikan Arwana Super Merah (Scleropages formosus), meskipun kini populasinya sangat terancam di alam liar dan banyak dibudidayakan. Namun, jauh lebih umum dan menjadi makanan pokok adalah Patin (Pangasius), Lele (Clarias), dan tentu saja, Mas (Cyprinus carpio) yang telah lama didomestikasi namun asalnya dari perairan Asia.
Di Kalimantan, kita mengenal Jelawat (Leptobarbus hoevenii) yang dihargai karena dagingnya yang gurih. Sementara di Sumatera, Tapah (Wallago le مخططus) menjadi primadona di kalangan pemancing karena ukurannya yang masif. Keunikan lain datang dari ikan-ikan kecil yang memainkan peran penting dalam rantai makanan, seperti Gupi atau Platy yang seringkali ditemukan di anak-anak sungai dan berfungsi sebagai indikator kualitas air. Ketika populasi ikan-ikan kecil ini menurun, ini adalah sinyal bahaya bagi kesehatan sungai secara keseluruhan.
Sayangnya, pesona ikan ikan sungai kini terancam oleh berbagai faktor antropogenik. Polusi industri dan domestik yang dibuang langsung ke sungai adalah pembunuh diam-diam. Penggunaan pestisida pertanian yang hanyut terbawa air juga meracuni habitat mereka. Selain polusi, praktik penangkapan yang merusak seperti penggunaan bom ikan atau setrum listrik menyebabkan kehancuran ekosistem secara total, membunuh tidak hanya ikan dewasa tetapi juga telur dan larva yang belum sempat berkembang.
Deforestasi di kawasan hulu juga memperburuk keadaan. Hilangnya vegetasi tepi sungai (riparian zone) menyebabkan erosi meningkat. Sedimen yang masuk ke sungai membuat air menjadi keruh, mengganggu kemampuan ikan untuk mencari makan dan berkembang biak. Jika kita ingin terus menikmati hasil dari sungai, menjaga kualitas air dan habitatnya adalah kewajiban mutlak. Upaya konservasi harus melibatkan masyarakat lokal sebagai garda terdepan pelestarian sumber daya perairan tawar ini.
Di banyak daerah, inisiatif lokal telah menunjukkan hasil positif. Beberapa komunitas adat menetapkan zona larangan tangkap (sasi) di bagian-bagian tertentu sungai untuk memberikan waktu bagi populasi ikan pulih. Restorasi bantaran sungai dengan menanam kembali pohon endemik juga membantu menstabilkan suhu air dan mengurangi limpasan polutan. Mengedukasi generasi muda mengenai nilai intrinsik ikan ikan sungai lokal adalah investasi jangka panjang untuk memastikan kelangsungan sumber daya ini. Keberhasilan konservasi sungai sangat bergantung pada kesadaran bahwa kesehatan sungai adalah cerminan kesehatan masyarakat yang hidup di sekitarnya.