Panduan Lengkap Ketentuan-Ketentuan Aqiqah Sesuai Tuntunan Syariat

Ilustrasi Aqiqah: Kambing dan Bayi Bayi Lahir Hewan Qurban

Aqiqah adalah salah satu sunnah muakkad (sunnah yang sangat dianjurkan) dalam Islam yang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas karunia kelahiran seorang anak. Pelaksanaan aqiqah memiliki ketentuan-ketentuan spesifik yang diatur dalam syariat untuk memastikan ibadah ini sah dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah ﷺ. Memahami ketentuan ini sangat penting agar ibadah yang kita lakukan menjadi sempurna di mata Allah SWT.

1. Hukum dan Waktu Pelaksanaan Aqiqah

Hukum aqiqah mayoritas ulama adalah sunnah muakkad. Jika orang tua mampu, sangat dianjurkan untuk melaksanakannya. Waktu pelaksanaan aqiqah yang paling utama adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi. Namun, jika belum memungkinkan pada hari ketujuh, ia bisa dilaksanakan pada hari keempat belas atau hari kedua puluh satu. Sebagian ulama juga membolehkan pelaksanaannya kapan saja setelah kelahiran, asalkan tidak terlalu ditunda tanpa alasan syar'i.

Sangat dianjurkan untuk tidak menunda aqiqah tanpa alasan kuat, karena ini merupakan bagian dari hak anak atas orang tuanya sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan atas kehadirannya di dunia.

2. Jumlah Hewan yang Disembelih

Ketentuan jumlah hewan qurban dalam aqiqah dibedakan berdasarkan jenis kelamin anak yang dilahirkan:

Berdasarkan hadis riwayat Tirmidzi, Rasulullah ﷺ pernah bersabda mengenai aqiqah: "Bagi anak laki-laki dua ekor kambing dan bagi anak perempuan seekor kambing." Meskipun demikian, jika hanya mampu menyembelih satu ekor untuk anak laki-laki, hal tersebut tetap diperbolehkan karena niat utamanya adalah bersyukur.

3. Syarat Hewan Aqiqah

Syarat hewan yang digunakan untuk aqiqah pada dasarnya sama dengan syarat hewan untuk ibadah qurban Idul Adha. Hewan harus terbebas dari cacat yang parah dan memenuhi usia minimal yang telah ditentukan.

Ketentuan usia hewan aqiqah adalah sebagai berikut:

Hewan yang dijadikan aqiqah harus sehat, tidak pincang, tidak buta, tidak kurus kering, dan tidak memiliki cacat yang sangat jelas.

4. Proses Penyembelihan dan Pembagian Daging

Proses penyembelihan dilakukan dengan menyebut nama Allah SWT dan bershalawat kepada Rasulullah ﷺ, sama seperti penyembelihan qurban. Setelah disembelih, daging hasil aqiqah dapat diolah menjadi berbagai masakan untuk dibagikan kepada kerabat, tetangga, atau fakir miskin.

Mengenai pembagian daging aqiqah, ada beberapa pandangan ulama, namun praktik yang paling umum adalah:

  1. Tidak Dijual: Daging aqiqah tidak boleh dijual dalam kondisi apapun, termasuk tulang, kulit, atau bagian lainnya.
  2. Dibagikan Mentah atau Matang: Sebagian ulama menganjurkan daging dibagikan dalam keadaan mentah kepada fakir miskin. Namun, membagikannya dalam keadaan matang (sebagai hidangan syukuran) juga sangat dianjurkan dan lebih memudahkan penerima.
  3. Porsi Pembagian: Tidak ada ketentuan pembagian yang baku seperti pada qurban (sepertiga untuk yang berhak, sepertiga untuk tetangga, sepertiga untuk yang makan). Kebanyakan masyarakat membagikan secara langsung kepada kerabat dekat dan fakir miskin.

5. Tujuan Utama Aqiqah

Aqiqah bukan sekadar tradisi, melainkan mengandung makna spiritual yang dalam. Tujuannya meliputi:

Dengan memperhatikan semua ketentuan-ketentuan aqiqah di atas, diharapkan ibadah syukur ini dapat terlaksana dengan baik dan membawa keberkahan bagi kehidupan anak dan keluarga. Penting untuk selalu mengutamakan niat yang tulus dalam setiap pelaksanaan ibadah.

🏠 Homepage