Akad nikah adalah momen sakral dalam kehidupan umat Islam yang menandai dimulainya ikatan suci antara seorang pria dan wanita. Puncak dari akad nikah ini adalah prosesi ijab kabul. Keabsahan pernikahan sangat bergantung pada kesempurnaan lafal dan pemahaman dari kedua belah pihak saat mengucapkan ijab kabul. Kesalahan kecil dalam pengucapan atau pemahaman bisa berimplikasi besar terhadap status pernikahan di mata syariat. Oleh karena itu, memahami tata cara dan syarat sahnya pengucapan ijab kabul adalah hal fundamental.
Ilustrasi kesepakatan dan ikatan suci.
Syarat Utama Pengucapan Ijab Kabul
Agar ijab kabul dianggap sah secara Islam, harus dipenuhi beberapa syarat penting, baik dari segi subjek (pihak yang berakad) maupun objek (lafaznya).
1. Kejelasan Lafaz dan Makna
Lafaz yang digunakan harus jelas menunjukkan maksud menikahkan (ijab) dan menerima pernikahan (kabul). Tidak diperbolehkan menggunakan bahasa kiasan (sindiran) jika masih memungkinkan menggunakan bahasa yang lugas. Meskipun mayoritas ulama membolehkan penggunaan bahasa selain Arab (misalnya Bahasa Indonesia), yang terpenting adalah makna yang disampaikan harus sesuai dengan tuntutan syariat pernikahan.
2. Kesesuaian Antara Ijab dan Kabul
Ini adalah poin krusial. Lafaz kabul dari mempelai pria harus secara langsung merespons dan menerima apa yang diucapkan oleh wali/wakil mempelai wanita (ijab). Jika wali berkata, "Saya nikahkan engkau dengan putri saya, Fatimah, dengan maskawin emas 10 gram," maka kabul harus menjawab persis seperti, "Saya terima nikahnya Fatimah dengan maskawin emas 10 gram tersebut." Ketidaksesuaian atau adanya penambahan/pengurangan substansial dapat membatalkan akad.
3. Adanya Saksi yang Sah
Ijab kabul harus disaksikan oleh minimal dua orang saksi laki-laki yang memenuhi syarat sebagai muslim, baligh, berakal, dan adil (mengerti maksud akad). Tanpa saksi, pernikahan dianggap tidak sah (walaupun beberapa mazhab memiliki pandangan berbeda mengenai saksi pada pernikahan sirri, namun akad resmi memerlukan saksi).
4. Kesengajaan dan Kejelasan Pihak yang Berakad
Baik yang mengucapkan ijab maupun kabul harus dalam keadaan sadar, tidak di bawah paksaan, dan mengetahui siapa yang dinikahkan atau yang dinikahi. Jika salah satu pihak diwakilkan, maka wakalah (perwakilan) tersebut harus sah dan jelas.
Tata Cara Pengucapan yang Dianjurkan
Meskipun niat batin adalah pondasi, lafaz adalah manifestasi yang mengikat secara hukum agama. Berikut adalah urutan yang paling umum dan dianjurkan:
- Pembukaan dan Nasihat: Biasanya diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an dan nasihat pernikahan oleh penghulu atau pemuka agama.
- Penyerahan Wali (Ijab): Wali nikah (biasanya ayah mempelai wanita) atau wakilnya akan mengucapkan ijab, menyerahkan putrinya untuk dinikahi. Contoh standar (Indonesia): "Saya nikahkan engkau, [Nama Mempelai Pria], dengan putri saya bernama [Nama Mempelai Wanita], dengan maskawin berupa [sebutkan mahar], dibayar tunai."
- Penerimaan (Kabul): Mempelai pria segera menjawab dengan lafaz kabul, menunjukkan penerimaan penuh atas tawaran ijab tersebut. Contoh standar: "Saya terima nikahnya [Nama Mempelai Wanita], binti [Nama Ayah], dengan maskawin tersebut, tunai karena Allah Ta'ala."
- Penegasan Saksi: Setelah kabul terucap, penghulu akan meminta penegasan dari para saksi, "Bagaimana, para saksi, sah?" dan saksi menjawab, "Sah!"
Perbedaan Antara Ijab dan Kabul
Memahami peran masing-masing sangat penting.
- Ijab (Penawaran/Penyerahan): Selalu datang dari pihak yang "menyerahkan" mempelai wanita, yaitu wali atau wakil wali. Ini adalah tindakan aktif yang menawarkan.
- Kabul (Penerimaan): Selalu datang dari pihak mempelai pria sebagai respons langsung terhadap ijab, menyatakan kesediaannya untuk menerima ikatan tersebut dengan syarat yang telah disebutkan.
Jika urutan ini terbalik—misalnya mempelai pria mengucapkan ijab terlebih dahulu—maka akad tersebut dianggap bermasalah karena wali nikah tidak berada dalam posisi yang benar untuk memberikan izin.
Kesalahan Umum dalam Pengucapan
Banyak calon pengantin merasa gugup, yang seringkali menyebabkan kesalahan fatal:
- Salah Nama: Tertukar menyebut nama mempelai wanita atau nama wali.
- Kelupaan Mahar: Tidak menyebutkan mahar (maskawin) yang telah disepakati, atau menyebutkan mahar yang berbeda dari kesepakatan. Mahar adalah rukun nikah.
- Jeda Terlalu Lama: Terdapat jeda waktu yang sangat panjang antara ijab dan kabul, seolah-olah ada keraguan atau pemikiran ulang. Idealnya, kabul harus segera menyusul ijab.
- Bahasa Isyarat: Mengganti lafaz dengan anggukan atau isyarat tangan, padahal mampu berbicara.
Melatih pengucapan ijab kabul sebelum hari pernikahan sangat dianjurkan. Pastikan mempelai pria menghafal dengan benar lafaz kabulnya, dan wali wanita memahami betul lafaz ijab yang akan diucapkannya. Dengan pengucapan yang sah dan memenuhi rukunnya, pernikahan yang terjalin akan menjadi berkah dan diakui di sisi Allah SWT.