Aqiqah merupakan salah satu sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) dalam Islam yang dilaksanakan sebagai bentuk syukur atas kelahiran seorang anak. Tradisi ini telah diwariskan sejak zaman Rasulullah SAW. Pelaksanaan aqiqah melibatkan penyembelihan hewan ternak yang kemudian dagingnya dibagikan kepada fakir miskin, kerabat, dan tetangga. Namun, pelaksanaan ibadah ini tidak bisa dilakukan sembarangan; terdapat aturan dan ketentuan yang harus dipenuhi, terutama terkait jenis dan kondisi hewan yang akan disembelih. Memahami dua ketentuan hewan aqiqah merupakan langkah awal yang penting sebelum melaksanakannya.
Ketentuan ini memastikan bahwa ibadah yang dilakukan sah di mata syariat dan membawa keberkahan bagi keluarga yang merayakan kelahiran buah hatinya. Jika ketentuan ini tidak terpenuhi, maka niat baik ibadah tersebut mungkin tidak mendapatkan pahala yang diharapkan. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai syarat hewan aqiqah menjadi krusial bagi setiap muslim yang hendak menunaikan kewajiban sunnah ini.
Visualisasi simbolis hewan ternak yang disyariatkan untuk aqiqah.
Secara umum, hewan yang sah untuk ibadah aqiqah harus memenuhi standar yang mirip dengan hewan kurban, meskipun ada sedikit perbedaan fokus. Dalam konteks syariat Islam, terdapat dua ketentuan mendasar yang harus diperhatikan secara ketat:
Ketentuan pertama yang sangat vital adalah jenis hewan yang boleh dijadikan media aqiqah. Berdasarkan panduan fikih mayoritas ulama, hewan yang disunnahkan untuk aqiqah adalah hewan ternak yang juga sah untuk kurban. Jenis hewan ini meliputi:
Meskipun unta dan sapi diperbolehkan, secara praktik yang paling umum dilakukan di masyarakat muslim Indonesia adalah menggunakan kambing atau domba karena pertimbangan kemudahan logistik dan biaya. Untuk kambing/domba, jumlah yang disembelih adalah dua ekor untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan. Sementara untuk sapi atau unta, satu ekor hewan setara dengan pengorbanan untuk tujuh orang (atau dianggap mencukupi untuk satu kelahiran). Yang terpenting, hewan tersebut harus termasuk dalam kategori hewan yang disyariatkan dan bukan hewan liar atau hewan yang dilarang dalam Islam.
Ketentuan kedua yang tidak kalah penting adalah mengenai usia minimum dan kondisi fisik hewan. Hewan aqiqah haruslah hewan yang sehat, cukup umur, dan bebas dari cacat yang dapat mengurangi nilai ibadahnya.
Usia Minimum: Mirip dengan kurban, hewan aqiqah harus mencapai usia minimal yang ditetapkan syariat. Untuk kambing/domba, usia idealnya adalah telah berganti gigi (gimaz), yaitu berusia sekitar enam bulan hingga satu tahun. Untuk sapi, minimal berusia satu tahun, dan unta minimal berusia lima tahun. Hewan yang terlalu muda (belum layak) tidak memenuhi syarat karena dianggap belum mencapai 'kematangan' untuk ibadah pengorbanan.
Bebas Cacat: Hewan tidak boleh memiliki cacat yang jelas dan nyata. Ulama sepakat bahwa hewan yang gugur syarat aqiqah karena cacat meliputi:
Memastikan kedua ketentuan ini terpenuhi—jenis hewan yang benar dan kondisi kesehatan yang prima—adalah kunci keberhasilan pelaksanaan aqiqah sebagai bentuk penunaian hak anak atas orang tuanya di hadapan Allah SWT.
Jika seseorang lalai dan menyembelih hewan yang tidak memenuhi salah satu dari dua ketentuan utama di atas (misalnya, menggunakan hewan yang cacat parah atau bukan jenis ternak yang disyariatkan), maka ibadah aqiqah tersebut secara hukum fikih dianggap tidak sah atau tidak sempurna pelaksanaannya. Hal ini mendorong umat Islam untuk berhati-hati dalam memilih penyedia jasa aqiqah atau dalam memilih sendiri hewan yang akan disembelih. Tujuannya adalah agar seluruh proses, mulai dari niat hingga pembagian daging, dapat mendatangkan ridha Allah SWT. Oleh karena itu, menanyakan secara spesifik mengenai dua ketentuan hewan aqiqah ini sebelum membeli adalah langkah yang bijak dan bertanggung jawab secara spiritual.
Kesimpulannya, ibadah aqiqah adalah ungkapan syukur yang indah. Dengan mematuhi ketentuan syariat mengenai jenis hewan dan kondisinya, kita memastikan bahwa persembahan kita diterima sebagai ibadah yang murni dan sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW.