Wajib Aqiqah atau Qurban: Memahami Kedua Syariat

Simbolisasi Aqiqah dan Kurban Gambar sederhana yang menunjukkan siluet domba di bawah bulan sabit. Aqiqah & Qurban

Dalam Islam, terdapat dua ritual penyembelihan hewan yang sangat dianjurkan dan memiliki landasan syariat yang kuat, yaitu Aqiqah dan Qurban. Meskipun keduanya melibatkan penyembelihan ternak (seperti domba, kambing, sapi, atau unta), status hukum, waktu pelaksanaan, dan tujuan keduanya sangat berbeda. Memahami perbedaan mendasar antara **wajib aqiqah atau qurban** seringkali menimbulkan kebingungan di kalangan umat Muslim, terutama bagi mereka yang baru mempelajari fikih.

Apa Itu Aqiqah?

Aqiqah adalah ibadah sunnah muakkad (sangat dianjurkan) yang dilakukan sebagai bentuk syukur atas kelahiran seorang anak. Mayoritas ulama sepakat bahwa hukum Aqiqah adalah sunnah, bukan wajib dalam artian fardhu ain (diwajibkan bagi setiap individu). Pelaksanaannya dilakukan sekali seumur hidup untuk setiap anak yang lahir.

Ketentuan hewan yang disembelih untuk Aqiqah adalah dua ekor bagi anak laki-laki dan satu ekor bagi anak perempuan. Daging hasil Aqiqah dianjurkan untuk dibagikan setelah dimasak kepada kerabat, tetangga, dan fakir miskin. Waktu terbaik melaksanakannya adalah pada hari ketujuh, keempat belas, atau kedua puluh satu setelah kelahiran.

Status Hukum Qurban (Idul Adha)

Di sisi lain, Qurban (atau Udhiyah) adalah ibadah yang dilakukan pada Hari Raya Idul Adha, yakni tanggal 10 Dzulhijjah dan hari-hari Tasyriq berikutnya. Status hukum Qurban ini berbeda tergantung mazhab.

Oleh karena itu, ketika membicarakan apakah hukumnya "wajib", Qurban memiliki landasan yang lebih kuat untuk disebut wajib bagi yang memenuhi syarat mampu, terutama dalam pandangan mazhab Hanafi. Jika seseorang memiliki kemampuan finansial saat Idul Adha tiba, maka ia terdorong sangat kuat untuk melaksanakan Qurban.

Perbedaan Kunci: Wajib Aqiqah atau Qurban?

Pembedaan antara kedua syariat ini terletak pada objek dan waktu pelaksanaannya. Tidak ada pertukaran atau pilihan antara keduanya. Seseorang tetap melaksanakan Aqiqah saat anaknya lahir, dan tetap melaksanakan Qurban saat Idul Adha jika mampu.

Secara ringkas, tidak ada dualisme bahwa jika sudah berqurban maka gugur kewajiban Aqiqah, atau sebaliknya. Keduanya adalah ibadah yang berdiri sendiri dengan tujuan yang berbeda:

  1. Tujuan Aqiqah: Syukur atas karunia kelahiran anak.
  2. Tujuan Qurban: Mengikuti sunnah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW dalam memperingati Hari Raya Idul Adha.

Mengenai Kewajiban (Wajib)

Apabila kita merujuk pada konteks pertanyaan "wajib aqiqah atau qurban," maka jawaban fikihnya adalah:

Aqiqah: Mayoritas ulama menganggapnya sunnah muakkad. Kewajibannya sangat ringan dibandingkan Qurban bagi yang mampu.

Qurban: Bagi mereka yang menganut mazhab Hanafi, Qurban adalah wajib bagi yang telah mencapai batas kepemilikan harta yang wajib dizakati (nisab). Bagi mazhab lain, ia tetap sunnah muakkad.

Seorang Muslim yang baru dikaruniai anak dianjurkan untuk merencanakan Aqiqah. Sementara itu, setiap tahun menjelang Idul Adha, ia wajib meninjau kembali kondisi keuangannya untuk memastikan apakah ia termasuk kategori mampu yang dianjurkan (atau diwajibkan menurut Hanafi) untuk melaksanakan ibadah Qurban.

Intinya, Aqiqah adalah hak anak yang harus dipenuhi orang tua sebagai ungkapan rasa syukur, sedangkan Qurban adalah wujud ketaatan tahunan pada hari besar keagamaan bagi yang telah mencapai kecukupan harta. Keduanya adalah amal shaleh yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan bila mampu.

🏠 Homepage