Memahami Prinsip Aqidah Ibnu Al-Jauzi

Ilustrasi Prinsip Keimanan dan Kitab Sunnah

Imam Ibnu Al-Jauzi (wafat 597 H) adalah salah satu ulama terkemuka dari mazhab Hanbali yang hidup pada masa pertengahan abad ke-6 Hijriah. Meskipun dikenal luas karena kiprahnya dalam nasihat dan kritik terhadap bid'ah, landasan teologis atau aqidah Ibnu Al-Jauzi merupakan pilar penting dalam pemahaman mazhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah pada masanya. Aqidahnya secara tegas berpegang teguh pada manhaj Salafus Shalih, yaitu para sahabat, tabi'in, dan pengikut mereka yang mengikuti Al-Qur'an dan As-Sunnah tanpa tahrif (penyelewengan), ta'thil (peniadaan sifat), tamtsil (penyerupaan), takyif (pertanyaan 'bagaimana'), maupun tafwidl (penyerahan makna tanpa pemahaman).

Keterikatan pada Manhaj Salaf

Prinsip utama yang menaungi seluruh pemikiran aqidah Ibnu Al-Jauzi adalah i’tibar (mengambil pelajaran) dan ittaba' (mengikuti) jejak Salaf. Dalam banyak karyanya, terutama yang berkaitan dengan bantahan terhadap aliran-aliran sesat yang muncul pada zamannya, Ibnu Al-Jauzi dengan gigih mempertahankan dalil-dalil syar'i (wahyu) di atas akal murni yang sering digunakan oleh Mu'tazilah atau filsuf lainnya. Ia menekankan bahwa persoalan keyakinan dan penetapan sifat-sifat Allah harus diambil secara literal (shahih) sebagaimana adanya dalam nash, tanpa menambah atau mengurangi pemahaman.

Sikap Terhadap Sifat Allah (Asma' wa Sifat)

Isu sentral dalam teologi Islam adalah penetapan sifat-sifat Allah (Asma' wa Sifat). Ibnu Al-Jauzi mengikuti prinsip Ahlus Sunnah, yaitu menetapkan seluruh sifat yang Allah tetapkan bagi diri-Nya dalam Al-Qur'an atau yang ditetapkan oleh Rasul-Nya dalam As-Sunnah, dengan cara yang sesuai dengan keagungan-Nya (bila kayf). Ia secara eksplisit menolak metode yang ditempuh oleh sebagian kelompok yang cenderung menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat (yang samar) berdasarkan hawa nafsu atau spekulasi filosofis. Penolakan terhadap ta’thil (menyangkal sifat-sifat Allah) adalah ciri khas dari aqidah Ibnu Al-Jauzi yang berlandaskan ketetapan nash.

Penolakan Terhadap Bid'ah dan Kalam

Sebagai seorang ulama yang sangat peka terhadap kemurnian agama, Ibnu Al-Jauzi dikenal keras dalam menghadapi bid'ah. Karyanya seperti "Talbis Iblis" adalah bukti nyata dari upayanya membongkar tipu daya setan dalam menyesatkan umat melalui inovasi agama. Dalam konteks akidah, ini berarti menolak penggunaan ilmu kalam (teologi skolastik) sebagai metode utama pembuktian kebenaran agama. Meskipun ia hidup di era dominasi filsafat, ia berpendapat bahwa aqidah yang benar seharusnya dibangun di atas kejelasan dalil naqli (wahyu), bukan pada silogisme dan perdebatan rasional yang justru bisa menyesatkan penjelasannya.

Kontroversi dan Konsistensi Pemikiran

Perlu dicatat bahwa pada perjalanan hidupnya, terjadi perdebatan di kalangan ulama mengenai titik akhir dari aqidah Ibnu Al-Jauzi, terutama setelah beberapa karyanya menunjukkan kecenderungan yang berbeda pada fase tertentu. Namun, mayoritas penelaah sejarah ilmu kalam menegaskan bahwa pada dasarnya, fondasi keyakinan beliau tetap kokoh pada manhaj Salaf. Persoalan yang muncul seringkali disebabkan oleh kompleksitas dakwahnya yang harus berhadapan dengan berbagai mazhab pemikiran yang telah mengakar kuat di Baghdad saat itu. Konsistensi beliau dalam membela kesucian tauhid tetap menjadi warisan penting yang diakui.

Kesimpulannya, aqidah Ibnu Al-Jauzi adalah manifestasi dari upaya menjaga kemurnian Islam sesuai pemahaman generasi awal umat. Ia mengingatkan umat untuk kembali kepada sumber primer (Al-Qur'an dan As-Sunnah) dan menghindari interpretasi yang mengotori keesaan Allah serta keotentikan ajaran Nabi Muhammad SAW.

🏠 Homepage